43. Kunjungan Keluarga Azzam

17 3 0
                                    

Hari Minggu. Hari di mana Adiva biasa menghabiskan waktu seharian bersama putri kecilnya. Setelah salat subuh Adiva tak langsung turun ke dapur untuk membantu ibunya memasak tapi justru kembali naik ke atas ranjang untuk mengganggu Farah yang masih terlelap. Gadis kecil itu sedikitpun tak merasa terusik saat Adiva mulai menciumi wajahnya. Tak puas sampai di situ, Adiva beralih menciumi ketiak Farah yang menjadi favoritnya. Aroma khas balita yang sangat disukainya. Perpaduan antara aroma keringat, wangi bedak bayi, dan minyak telon.

Masih tetap dengan mata terpejam tubuh Farah bergerak tak beraturan hingga menempel di kepala ranjang karena mencoba menghindari ciuman Adiva.

"Cucu cucu cucu," ulang Farah dengan kedua tangan mencoba menjauhkan wajah Adiva dari tubuhnya. Seketika Adiva tergelak lalu menghentikan perbuatannya.

"Iya Bunda bikinin Sayang," jawab Adiva lalu segera beranjak sedangkan Farah justru meraih dan memeluk guling berkepala Mickey Mouse kesayangannya.

Melihat tingkah lucu Farah selalu berhasil menghadirkan kebahagian yang tak terkira di hati Adiva. Sembari mengocok botol su-su Adiva menatap wajah Farah dengan lekat. Mulai dari rambut, hidung, bibir, garis wajah, dan senyuman semua adalah milik Azzam kecuali mata. Adiva hanya kebagian mata saja. Sepasang bola mata cantik dengan iris hitam pekat serta bulu mata lentik itulah yang tersisa untuknya. Dari sepasang bola mata cantik gadis kecil itu Adiva bisa melihat dirinya di sana.

Setelah memberikan botol su-su itu ke dalam genggaman Farah, gadis kecil itu langsung menghisapnya dengan lahap hingga menimbulkan suara. Sambil tersenyum Adiva membelai kepala Farah dengan lembut. Namun tak lama ponsel yang sejak semalam berada di meja rias berdering keras. Terpaksa Adiva beranjak untuk mengecek siapakah gerangan yang menelepon di pagi buta seperti saat ini. Mentari saja belum menampakkan batang hidungnya. Tapi sudah ada yang berani mengusik pagi di hari liburnya.

Melihat nama yang tertera di sana sontak membuat Adiva segera menggeser tanda hijau pada layar pipih di tangannya. Adiva langsung menyapa dengan ucapan salam kepada ibu mertuanya. Baginya tidak ada mantan mertua. Mereka tetaplah orang tua Azzam suaminya dan kakek nenek bagi putrinya.

"Njih Bu," balas Adiva saat perempuan bernama Arumi itu mengatakan jika keluarga dari Sidoarjo akan berkunjung ke Jombang karena merindukan Farah.

"Kamu nggak usah repot-repot Nduk. Kami hanya ingin bertemu Farah dan bersilaturahmi," ucap Arumi kembali.

"Njih Bu. Kami tunggu kedatangan Ibu dan Ayah," balas Adiva dengan sopan.

Setelah berbincang sebentar akhirnya sambungan telepon berakhir. Kembali Adiva menatap wajah Farah sejenak. Lalu ke luar dari kamar untuk memberitahukan perihal kedatangan keluarga Azzam. Setelah Azzam meninggal dunia keluarganya memang rutin berkunjung ke Jombang satu bulan sekali untuk bertemu Farah sekaligus nyekar ke makam Azzam. Terkadang mereka juga hanya sekadar mampir ketika ada acara yang melewati kota Jombang.

Adiva menghela napas panjang. Pasti nanti mereka akan kembali meminta Farah untuk tinggal bersama mereka. Berpisah dalam hitungan jam saja Adiva sudah sangat merindukan gadis kecil itu. Bagaimana mungkin dirinya bisa hidup berjauhan dengan Farah. Tidak. Adiva akan tetap menolak permintaan mereka meskipun dirinya mengecewakan Azzam. Andai Azzam masih hidup pasti akan memarahinya karena dirinya berani menolak titah Arumi. Perempuan yang sangat dicintai dan dihormati Azzam. Tapi Adiva bisa apa selain mempertahankan Farah di sisinya. Lebih baik dirinya menyusul Azzam jika sampai dipisahkan dengan putrinya. Sampai detik ini Farah lah yang menjadi tujuan dan harapan hidupnya. Lalu ia harus bagaimana menjalani hidup tanpa tujuan dan harapan?.

Setelah menyampaikan kabar kedatangan keluarga Azzam, Adiva segera kembali ke kamar karena khawatir Farah terbangun.

*****

Tiga Hati Satu Cinta (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang