13. Dandelion

721 93 40
                                    

Don't Like Don't Read

Hati-hati banyak ranjau typo.
.

.

.

.

.

.

.

.

Ini flash back pas pertama Jean sama Azel nghabisin waktu akhir pekan bareng.

.

.

.

.

.

Waktu itu Jean sama Azel masih kelas sepuluh. Si sulung Dirgantara itu gencar banget deketin si manis.

Bahkan sampe bikin Wonny sama temen sekelas Azel gedeg liat tampangnya, tapi ada sedikit rasa senang buat mereka sebenernya.

Karena jajan.

Iya, Jean beli jajan buat Azel tapi yang makan satu kelas. Azel sendiri kan nggak bisa makan sembarangan, nanti kalo sakit di omelin kak Danny. Tapi dia di paksa diem sama temen sekelasnya.

"Azel diem. Jangan nolak, jangan kasih alesan. Kan cuma diem, jadi nggak bohong nggak dosa, oke?"

Emang temen kurang akhlak mereka tuh. Begitu di bilang nggak bohong.

Tapi entah karena Azelnya yang terlalu polos atau emang penurut anaknya, ya dia diem aja jadinya.

.

.

.

.

.

.

.

Tok tok tok

"Selamat siang manusia, yang bukan manusia nggak usah jawab"

Seperti biasa agenda saat istirahat siang di kelas 10 IPA 3. Jean yang ngapelin Azel.

"Je, lu mulu perasaan. Bosen gue"

Suara teman sekelas Azel yang melayangkan protes di abaikan oleh Jean. Si pemilik nama lebih memilik berjalan ke meja Azel yang sedang duduk bersama Woony, menggosipkan entah tentang apa Jean tak mengerti.

Ekhem

"APA?"

"Buset, galak amat nyai. Cepet tua ntar lu"

Jean kalo perkara ngejek orang tuh yang paling top emang, yang lain mah beng-beng.

Woony mengelus dadanya sabar, heran aja. Ada gitu manusia modelan kaya Jean.

Tampang aja ganteng, tapi akhlaknya minus.

"Woony sabar, Woony anak baik" gumam Woony.

"Jadi ada apa gerangan sampai membuat Jean Dirgantara terdampar di kelas yang penuh manusia tanpa akhlak ini"

Jean justru mengabaikan Woony, ia fokus menatap Azel yang tengah memainkan ponselnya.

Duduk dengan tangan yang menopang dagunya, enggan mengalihkan pandangannya dari sang bungsu Agratama.

MATCH! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang