[10] alasan itu.

915 151 27
                                    

"lo... lo aneh banget!"

"ngaca,"

sebuah cengiran muncul di bibir taehyung, berusaha ia kulum namun nyatanya terkekeh juga. jeongguk, di hadapannya, lebih mengkhawatirkan keadaannya dibanding manusia-manusia yang baru saja pingsan kena kepalan tangan taehyung.

harusnya jeongguk menatapnya dengan wajah pucat, tidak percaya, dan ketakutan.

harusnya begitu.

namun jeongguk berdiri tegap di hadapannya, tangannya terulur memeriksa leher taehyung yang terdapat bekas cekikan. pandangan matanya menyelidik, tenang, dan dalam. sesuatu yang diekspektasikan taehyung paling terakhir.

sebab taehyung sudah berkali-kali mengalami kehilangan karena hal serupa.

secara aneh, taehyung merasa lega.

"lo gak takut gitu?"

sebelah alis tebal jeongguk terangkat, menatap taehyung tajam dengan netra gagaknya, membuat yang lebih tua tanpa sadar menelan ludah. "takut buat?"

"ke gue?"

"ngapain gue takut sama kakak?"

"gue abis mukulin orang tau,"

"iya, gue tau. emang kakak mau mukul gue?"

"lo mau gue pukul?"

"mau coba berantem?"

taehyung tertawa lagi, walau lehernya yang bekas dicekik masih terasa nyeri. "kok nantang?"

"lagian, lo pasti punya alasan. entah lo diganggu duluan terus kebetulan lo butuh pelampiasan, siapa yang tau." jeongguk mengedikkan bahunya, namun ia tertegun mendapati perubahan sorot mata taehyung. karena, serius, dia hanya mencari alasan yang masuk akal karena dia juga tidak tahu betapa tenang ia sekarang menghadapi taehyung yang kenyataannya dapat merubuhkan limabelas orang berandal sekolah lain. namun, ekspresi
taehyung seolah memberitahu bahwa jeongguk mengenai titik telak yang tepat.

"umm, jadi ajakan gue makan..." taehyung segera mengalihkan topik, tanpa sadar memutus pandangan dari jeongguk.

"nggak,"

sorot mata taehyung kemudian terlihat sedih. "oh..." kemudian cepat-cepat ditutupi dengan seringai ceria, "tuh kan takut, bilang aja dari awal, hehe,"

perubahan air muka taehyung begitu cepat dan tidak terdeteksi, namun, di mata jeonggukㅡraut wajah dan gerak-gerik taehyung bagai buku yang terbentang di depan matanya, begitu mudah didefinisikan dan digambarkan. namun apa yang ada dalam pikiran taehyung tetaplah abstraksi tak terjamah.

"maksudnya bukan hari ini," jeongguk mengoreksi, "kakak mau gue dikira abis mukulin kakak terus ngajak makan? nggak. lagian bisa nggak ngunyah mulutnya luka gitu? ntar aja, nunggu kakak sembuh, baru gue tagih."

taehyung mengerutkan kening, kini nampak terhibur. "lo beneran gamau rugi ya."

"enggak lah, buru obatin dulu."

taehyung menyengir lagi, "ntaran gue obatin. ya udah, kalau gitu gue ㅡ"

jeongguk meraih leher taehyung yang sudah mau kabur menjauh, seolah tahu apa yang mau taehyung lakukan. yang lebih muda merangkul taehyung dengan tampang santai, "kata siapa lo obatin sendiri? ikut gue, gue yang obatin."

"hah? gue bisa obatin sendiriㅡ"

"serius diobatin? atau ntar dibiarin gitu aja?"

taehyung mengangkat bahu, namun akhirnya terkekeh saat diseret jeongguk untuk berjalan bersamanya. jeongguk banyak sekali punya pertanyaan, namun kakak kelasnya ini lihai berkelit. membalas pertanyaan jeongguk namun tidak menjawab sama sekali. membuat jeongguk akhirnya memutuskan untuk tidak bertanya lebih jauh dan mengiyakan saja jawaban taehyung.

"mereka tuh kayaknya abis mabuk, makanya loyo, bisa gue gebuk sendiri. coba kalau waras, kayaknya gue yang abis."

jeongguk memutar matanya, walaupun ia sama sekali tidak mencium adanya tanda alkohol di badan murid-murid yang pingsan tadi, namun mengiyakan saja omongan taehyung yang memaksa masuk logika. walau sebenarnya, alkohol juga membuat manusia tambah beringas saat marah.

"terus udah tau mereka banyak, kenapa ga lari atau cari bantuan? sampai lo dicekik gitu? yakin baget menang."

dengan komentar itu, taehyung tertawa lagi, membiarkan pertanyaan terselubung jeongguk lepas dibawa angin, membuatnya seolah terlupakan begitu saja.

"setelah lo selametin gue? selanjutnya apa? lo bisa ngejamin hidup gue bakal lebih baik setelah lo berhasil ngecegah gue, jeon jeongguk?"

jeongguk terhenti, ia tertegun mendengar suara dingin yang serak itu, kepalanya nyeri. "hah?" kepalanya berputar cepat hingga terasa sakit, sendinya bergesek, begitu cepat ia menoleh ke arah taehyung sampai kakak kelasnya itu mengerutkan kening.

"hah apanya?"

"lo ada ngomong tadi kak?"

"ngomong apaan? ini dari tadi gue ngomong. ngelamun lo ya?"

"e-eh... iya kali ya..."

"kasian, padahal masih muda,"

"kak!" jeongguk mengerang, tidak terima dikatai taehyung.

benar juga, jika dipikirkan lagi, intonasi dan nada suara yang didengar jeongguk dan taehyung begitu berbeda. taehyung terdengar jelas, ringan, dan renyah dari arah kanannya, sementara yang tadi dingin, gelap, putus asa dan bergaung di dalam kepala jeongguk.

walaupun begitu, jeongguk menoleh ke belakang, namun jalanan terlihat sama. tapi jeongguk merinding, dinginnya merayap di sepanjang punggungnya, menjalar dan mencengkeram laju pernapasannya perlahan.


"jeongguk, lo... nggak tau apa-apa." [ ]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

hari itu, di atap sekolah.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang