[5] hujan pagi itu.

1.4K 299 34
                                    

"anjirrrr! bisa-bisanya hujan pagi ini!"

"alamat basah udah buku gua!"

"ramalan cuaca udah macam pemerintahan aja, gabisa dipercaya!"

"hush, mulut!"

"mampus, hapalan pretest buat kuis pagi buyar udah dilibas hujan!"

"aaaaa! geblek! keciprat gua!"

"brrr, dingin banget!"

jeongguk mendengus geli mendengar keramaian di sekitarnya, dengan santai, dia melepas blazer yang dia kenakan lantas dimasukkan ke loker karena kena hujan. meninggalkan dirinya hanya memakai seragam biasa dengan dalaman kaus. saat menutup pintu loker, matanya menemukan sosok kurus tinggi yang seperti habis disiram air, dengan rambut lumayan basah.

namun, alih-alih mengumpat atau menggerutu kedinginan, sosok ini tampak tenang padahal dia jelas lebih kebasahan dari yang lain. bibirnya terlihat pucat dan sedikit gemetar, hidungnya sedikit merah, tapi agaknya pemilik tubuh itu sendiri tidak terlalu peduli. bahkan blazernya basah kuyup, menempel bersama seragamnya.

menurut pikiran jeongguk, mustahil sekuyup itu jika seseorang itu berlari menghindar hujan. sementara orang ini, apa-apaan, malah menerima hujan pagi itu dengan senang hati.

"kak taehyung?"

jeongguk tidak sempat menahan lidahnya, sensori motoriknya keburu bereaksi sebelum impuls sampai ke otak.

sosok kuyup itu menoleh, mata cokelat gelapnya bersinar ramah dan jenaka, ujung bibirnya sedikit naik dengan cara yang menawan mata. "hai, pagi," sapa taehyung, menyisir sedikit poni basah yg lepek di dahinya, "hujannya lumayan deras ya?"

"kedinginan?"

"hmm, nggak juga,"

"masa?"

"kepala gue panas, kayaknya kebanyakan mikir. lumayanlah dinginin kepala dengan nerobos hujan," taehyung tertawa, matanya menyipit, melengkung dengan sebaris gigi yang muncul.

"lo dinginin kepala sampai sebadan-badan," komentar jeongguk pelan, namun taehyung mendengarnya, kakak kelasnya itu malah terbahak, "ada baju ganti gak?"

"nggak,"

"mau pake seragam basah terus?"

"ntar juga kering sendiri,"

"kalau lo demam terus masuk angin?"

taehyung menyengir, "kesempatan buat skip kelas kan?"

mau tidak mau, jeongguk membiarkan kekehan pelan muncul di bibirnya, diiringi taehyung. sekilas, jeongguk mengintip ke lengan taehyung, mendapati goresan-goresan merah samar dan plester luka yang terlihat karena seragam basah itu membuatnya semi-transparan. dengan itu, jeongguk membuka lagi lokernya, mengambil setel baju olahraganya lalu diangsurkannya ke taehyung.

"nih, pake."

"hah? gak usah. ngerepotin ntar."

"pake aja, jangan banyak bacot, kak. ga enak pake baju basah nempel-nempel ke badan."

"hmm," taehyung menimbang sebentar, lantas menerima satu setel seragam olahraga itu; celana olahraga, kaus biasa berwarna hitam, dan jaket senada celana. "oke, nanti gue balikin kalau seragam gue udah kering."

"besok-besok aja, gak usah buru-buru,"

"lo minta gue cuciin ya?"

"sekalian kan?"

dengan itu, taehyung tertawa lagi dan jeongguk mendengus geli.

"oke, gue pinjam dulu. makasih."

"ya."

bel berdentang, baik jeongguk dan taehyung melempar anggukan, kemudian berbalik dan saling berpisah jalan, tenggelam di arus mahasiswa yang menuju kelas masing-masing. sebelum masuk ke kelas, jeongguk menoleh, memcoba mencari taehyung di tengah kerumunan yang tentu saja tidak ditemukannya.

taehyung benar-benar mengganggu pikirannya; seperti teka-teki yang tidak bisa ia pastikan solusinya apa. jeongguk penasaran. ia masih tidak mengerti. terlebih pertanyaan ambigu saat ia pertama kali bertemu dengan taehyung yang sampai sekarang mengganggu pemikirannya. dimana dengan entengnya pemuda itu berjalan di atap sekolah tanpa pagar pembatas, tanpa takut terdorong angin, tanpa takut tergelincir ke bawah dan menghantam beton.

kakak kelasnya yang itu aneh. benar-benar aneh.

taehyung terlihat biasa-biasa saja, dia punya teman dimanapun dia terlihat, dia tertawa dan bergurau bersama, siswa-siswa lain nampak menyukainya. jeongguk tidak pernah mendengar taehyung terlibat kekerasan satu kalipun.

lantas kenapa memar-memar itu selalu bermunculan?

lantas ada apa dengan sayatan di tangannya?

lantas kenapa ada lecet di lehernya?

jeongguk mengangkat kepalanya dari buku yang terbuka di depan mata, menatap tanpa fokus pada guru yang menjelaskan; suaranya tenggelam dengan benturan hujan di kaca ruang kelas. bukannya reda, malah semakin deras, seolah akan badai saja.

mata jeongguk menyapu sekeliling; guru tersebut terus saja berceloteh walau suaranya serupa dengungan lebah tidak jelas, dokyeom tampak mencoba fokus walau wajahnya terlihat bosan, mingyu memainkan ponselnya di bawah meja sementara hyunbin mencuri waktu untuk tidur di balik bukunya yang berdiri.

dari sekian banyak orang di kelas ini, di angkatan ini, di sekolah ini; bagaimana bisa ada yang tidak menyadari bahwa salah satu dari mereka, mungkin tersiksa sendirian? [ ]

hari itu, di atap sekolah.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang