Sidoarjo, 11.00 WIB
Seminggu kemudian.....
Di sebuah pabrik batik tulis yang sedang beroperasi seorang laki-laki muda tengah memperhatikan para karyawan yang sedang bekerja. Para karyawan terlihat serius menekuni pekerjaan masing-masing. Pabrik batik tulis ini sudah beroperasi sekitar 25 tahun dengan total 50 karyawan. Di antara dari mereka kebanyakan dari para ibu rumah tangga yang direkrut dari para warga sekitar. Haidar, pemilik pabrik batik tulis tersebut memang sengaja tidak memperbesar pabrik karena ingin tetap mempertahankan kualitas. Selain itu, Haidar juga sudah kewalahan menerima orderan dari para konsumen luar kota. Jadi Haidar akhirnya memutuskan untuk membatasi orderan ke luar kota dan lebih mengutamakan stok tokonya. Tapi itu dulu, sebelum Hisyam putra keduanya ikut terjun langsung untuk mengurus pabrik.
Sejak dua tahun terakhir pabrik mengalami kemajuan pesat. Semua telah diatur oleh Hisyam secara langsung. Mulai dari mengatur keuangan, pemasaran, hingga perekrutan karyawan. Semua itu Hisyam lakukan dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi yang ada. Secara besar-besaran Hisyam membuka toko online di beberapa aplikasi. Tak sendiri, Hisyam di bantu oleh dua admin yang sudah dilatihnya untuk bertugas mengurus toko online tersebut.
Pekerjaan Haidar kini jauh lebih ringan karena hanya fokus di toko off line yang berada di pusat kota. Tapi itu tak membuat Haidar merasakan kebahagiaan yang sempurna. Haidar masih terus berduka atas kepergian Azzam. Hanya saja selama ini Haidar tidak pernah menunjukkan di hadapan semua orang. Haidar tidak ingin membuat Hisyam dan istrinya terlarut dalam kesedihan panjang seperti dirinya. Makanya Haidar lebih banyak menghabiskan waktu di toko karena saat sendiri di rumah kenangan bersama Azzam akan selalu membayang. Pun dengan Arumi yang sering menyibukkan diri membantunya. Haidar tahu semua itu Arumi lakukan hanya sebagai pengalihan agar tidak terus memikirkan Azzam.
Sekarang hanya satu harapan yang ingin dicapainya. Melihat Hisyam menikah dan hidup bahagia. Haidar ingin menimang cucu yang bisa diajaknya bermain di masa senjanya ini. Cucu yang setiap hari bisa dipeluknya. Bukan hanya mengurus pekerjaan yang mulai membosankan.
"Pak Hisyam para pelamar pekerjaan sudah datang," ucap laki-laki muda yang baru saja datang menghampiri Hisyam yang tengah memperhatikan ibu-ibu yang dengan lincah memainkan canting di atas lembaran kain.
"Iya, saya akan menemui mereka sekarang," jawab Hisyam lalu bergegas meninggalkan pabrik dan menuju kantornya.
Di depan kantornya sudah ada 3 orang. Satu diantaranya adalah seorang gadis belia. Melihat Hisyam bersama asistennya datang, mereka bertiga langsung berdiri untuk memberikan hormat.
Hisyam duduk di kursinya lalu mulai membuka satu map teratas yang berisi identitas beserta surat lamaran pekerjaan yang ada di mejanya. Dibantu oleh asistennya, Hisyam mulai memanggil dan mewawancarai satu persatu pelamar hingga giliran si gadis belia tadi.
"Silahkan duduk!" ucap Hisyam kepada gadis itu yang terlihat gugup.
"Ajeng Rengganis," eja Hisyam sembari melayangkan pandangan ke arah gadis di seberang mejanya dengan sekilas. Lalu Hisyam kembali membaca.
"Usia 19 tahun?" Kali ini ada nada menyepelekan dari suara Hisyam. Yang benar saja dirinya menerima karyawan pabrik semuda dia. Hisyam sangat yakin jika gadis itu tidak akan sanggup membatik seperti karyawannya yang lain.
"Kamu bisa kerja apa?" tanya Hisyam kembali. Tiba-tiba saja sebuah ide gila merangsek masuk begitu saja ke dalam benaknya.
Gadis bernama Ajeng itu memberanikan diri mengangkat wajahnya sebelum menjawab," Saya bisa bekerja apa saja. Saya memang tidak memiliki pengalaman bekerja sedikitpun tapi saya akan berusaha belajar dan bekerja dengan sebaik mungkin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Hati Satu Cinta (End)
RomanceRate 18+ Blurb Perpisahan dengan seorang sahabat terbaik beserta dengan cinta pertamanya tentulah hal yang tak mudah bagi Adiva Dania Khanza, gadis berusia 18 tahun itu. la terisak tatkala harus melambaikan tangannya melepas Aldebaran Malik pergi me...