Prolog

101 25 7
                                    

"Oh Tuhan, tolonglah bawa dia kembali
Bersamaku di sini menjagaku selalu
Dengarlah doaku yang tak pernah meminta
Bawa dia kembali bersama walau hanya sesaat."

Malam itu terasa semakin dingin, seolah udara dingin yang menyelimuti menambah berat beban yang ada di hatinya. Mata Irene sembab dengan kepala mendongak ke langit, seakan-akan mencoba menyampaikan sesuatu. Kenangan menyakitkan beberapa hari lalu terus bermain di pikirannya.

Sudah cukup lama Irene melamun, menghayati setiap bait lagu Mahalini yang mengalun lembut. Air mata mulai membasahi pipinya, dan tangisannya pun pecah. "Hiks... hiks..." Isak tangisnya bercampur dengan hujan deras yang tiba-tiba turun, menyamarkan suara kesedihannya. Hujan itu terasa seperti pelukan alam yang dingin, membalut tubuhnya yang gemetar bukan karena kedinginan, tetapi karena kepedihan yang mendalam.

Selama hampir dua jam, Irene terus menangis dan beberapa kali melampiaskan amarahnya. Tidak ada yang tahu tentang penderitaan yang dirasakannya, kecuali angin malam yang dingin dan awan mendung yang setia menemani.

"Sabar, Ren. Jangan seperti ini terus," suara Irene terdengar serak dan sesak. Ia mencoba menenangkan diri, meski tahu bahwa menangis tidak akan mengubah apapun. Bagaimanapun juga, ia harus menguatkan dirinya sendiri.

Malam semakin larut, udara semakin dingin, dan hujan masih mengguyur deras. Air mata Irene mungkin sudah mengering sekarang, tetapi rasa sakitnya masih tetap ada. Dengan bibir yang bergetar, Irene mencoba untuk bangkit dari kepiluan dan menghapus sisa-sisa air matanya. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan tubuhnya yang lelah.

Perlahan-lahan, suara tangisannya mulai mereda dan Irene mulai terlelap dalam tidurnya. Dalam hati, ia berharap dunia mimpi akan lebih indah dari realita pahit yang dihadapinya.

Realita memang sering kali menyakitkan, dan mau tidak mau, siap atau tidak, kita tetap harus menjalaninya. Menyerah bukanlah pilihan. Bangkit, itulah yang harus dilakukan. Sulit memang, tetapi percayalah, semua akan baik-baik saja.

Seiring waktu, hujan mulai mereda, dan ketenangan kembali menyelimuti kamar Irene. Kedamaian yang hanya terasa di ruang pribadinya. Suara yang tersisa hanyalah detikan jarum jam yang terus berputar. Malam sudah sangat larut, dan bintang-bintang perlahan kembali terlihat di langit yang cerah.

Malam itu terasa sangat panjang bagi Irene. Ia berharap kesedihannya terbawa angin dan perasaan menyakitkan itu tidak akan kembali menghantuinya. "Tenanglah, Irene. Besok harimu akan baik-baik saja dan kembali seperti semula," mungkin itulah bisikan angin malam yang berusaha menenangkan kepedihannya agar terlelap dalam tidur dan melupakan sejenak kesedihan yang melanda.

Sabar memang diperlukan, dan ikhlas lebih dari itu. Ada yang mengatakan bahwa sabar belum tentu bisa mengikhlaskan, tetapi orang yang ikhlas hatinya pasti sabar.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Segitu dulu ya, makasih udah mampir☺
Jangan lupa tinggalkan jejak

See you next part!

10 September 2023

Payung Hitam [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang