Part 6

11.2K 677 14
                                        

"Kok lo dah kembali, nggak disuruh-suruh sama dia?" tanya Luna heran.

Aku menggelengkan kepalaku pelan, dan siap mengerjakan tugas-tugasku yang sempat tertunda. Meski banyak hal yang berkecamuk di pikiranku.

"Terus kenapa? Wajah lo kayak di tekuk gitu?"

"Aneh nggak sih kalau bos ngajak gue bicara diluar jam kantor?"

Luna sedikit menggernyit, kemudian tersenyum sinis.

"Jangan kaget, dia kalau ada maunya memang seperti itu, lo pikir kemarin gue beneran jadi Sekretarisnya, gue jadi babu lebih tepatnya."

Aku semakin tidak mengerti, namun aku lega itu berati bos besar tidak ada maksud khusus. Aku benar-benar kacau, sempat berfikir bos tertarik padaku, ya ampun Fay. Ingat, ini bukan hidup di jaman Cinderella. Tapi lepas dari semua itu, aku sangat lega. Jujur hatiku masih tertambat pada mantan sialan.

"Lo... pasti mikir bos suka sama lo kan?" bisik Luna.

"Enggak lah, sadar diri gue," jawabku cepat.

Luna mengedikkan bahunya acuh. Dan mulai bergelut dengan pekerjaannya kembali.

*****

Tepat pukul tujuh malam aku sudah berada di restoran yang terbilang mewah, kalau bukan karena permintaan bos aku tidak mungkin menginjakkan kaki di tempat ini. Tidak peduli perkataan orang, aku lebih suka makan ditempat yang murah, enak dan pastinya membuat perut kenyang.

Tadi bos mengirimkan pesan untuk aku berangkat lebih dulu, ini pertama kalinya aku bisa bebas lembur dari pak Bagas.

Ketika aku keluar dari ruangan dan berpapasan dari pak Bagas, dia tidak mengatakan apapun, meski tetap memasang wajah garang. Aku tidak peduli apa yang difikirkan pak Bagas, yang terpenting hari ini aku bebas dari lembur.

Sudah hampir sepuluh menit, namun bos besar belum juga muncul. Tidak apa, aku tunggu sampai satu jam, jika sampai satu jam bos besar tidak datang, aku akan pulang dengan senang hati. Aku sudah membayangkan makan ayam pedas dengan Andin di apartemen.

"Fay...sendirian lo!" sapa Rara, yang aku sendiri tidak sadar kapan datangnya. Yang membuatku terkejut Rara tidak sendiri, dia bersama dua orang yang kukenal, Revan dan tunangannya.

Aku heran, kenapa Rara sering kali bersama Revan, seingatku saat SMA hubungan mereka tidak begitu dekat. Itu wajar karena dulu aku selalu monopoli Revan dan bertindak posesif. Mungkin karena hal itulah Revan meninggalkanku.

Belum sempat aku menjawab, bos besar datang, dan dengan seenaknya langsung menarik tanganku dan menjauh dari mereka. Aku bisa melihat raut terkejut dari Rara, sementara aku sempat melirik Revan yang hanya memasang wajah datar.

"Nanti aku telp Ra," itulah kalimat yang kuucapkan saat Rara tampak kebingungan, namun dalam sekejap dia berubah tersenyum misterius.

"Bapak jangan menarik saya begitu dong." kesalku saat bos mengambil duduk dihadapkanku.

"Kenapa? saya juga tidak kasar."

Memang tadi bos menarik tanganku terbilang lembut. Bahkan andai aku mau melepas sangatlah mudah, tapi entahlah melihat Revan dan tunangannya hatiku berderu panas, aku ingin melihat reaksi Revan, ternyata tetap datar. Benar, sudah tidak ada aku di hatinya.

Bring My Heart (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang