BAB 23

1K 99 17
                                    

Dayang Sui tiba di salah satu bagian istana. Ia baru saja akan berbaring di tempat tidurnya ketika tiba-tiba saja ada seorang dayang yang mengetuk pintu kamarnya. Akhirnya ia kembali memakai pakaian dayangnya dan bergegas menuju ke tempat yang disebutkan oleh dayang tersebut.

Ketika sampai di sana, ia menemukan Tatjana yang sudah diikat dengan tali dan dipaksa untuk bersimpuh di tanah. Tanpa dijelaskan pun, ia sudah tahu kesalahan jenis apa yang sudah diperbuat oleh Tatjana.

"Dayang Manika," kata Sui yang terlihat mulai lelah dengan tingkah laku Tatjana. "Aku masih ingat kalau diriku sudah mengatakan tentang hukuman yang akan diterima jika ada yang berusaha untuk pergi dari istana ini."

"...."

Tatjana hanya diam. Ia tidak menyangka jika dirinya akan tertangkap seperti ini, dan juga tidak menyangka kalau dirinya akan benar-benar diikat seperti ini. Tatjana merasa seperti hewan yang ditangkap ketika ingin berusaha untuk pergi bebas.

"Jika mencuri akan dihukum dengan pemotongan tangan, maka seorang dayang yang berusaha untuk pergi dari sini akan kehilangan kedua kakinya," kata Sui.

Sui tidak menyangka jika ada dayang yang berani melanggar peraturan itu. Selama ia menjabat sebagai dayang kedisiplinan, tidak pernah sekalipun ia mendapati dayang yang berusaha keluar dan mempertaruhkan kaki mereka sendiri. Berkali-kali ia menghela napas dan berusaha untuk tenang. Ia tidak mengerti bagaimana seorang wanita bisa sangat keras seperti ini.

"Kalian semua tidak mau mendengarkanku," jawab Tatjana.

Tenang, pikir Tatjana.

Meskipun tempat ini sangat mengerikan, namun ia yakin kalau hukuman pemotongan kaki itu hanyalah trik yang digunakan untuk menakut-nakuti para dayang agar tidak keluar. Mereka—semua orang-orang ini—pasti masih memiliki hati nurani.

Ya. Benar.

"Bawa dia ke tempat hukuman," kata Sui, membuat mata Tatjana membulat.

"Ma..maksudnya.. kakiku akan benar-benar dipotong?" tanya Tatjana dengan terbata-bata.

"Kamu pikir, hukuman yang ditetapkan di istana ini hanya untuk bermain-main?" tanya Dayang Sui.

Tatjana menggelengkan kepalanya. "Tidak, kalian tidak boleh memotong kakiku."

Astaga. Ternyata orang-orang ini tidak memiliki hati nurani. Tatjana berusaha untuk melepaskan tubuhnya dari para dayang yang berusaha untuk membawanya ke tempat hukuman. Apakah tidak ada sidang? Apakah hukumannya harus langsung dilakukan seperti ini? Seharusnya mereka mendengarkan alasannya terlebih dahulu.

"Tunggu," kata Nimas yang baru saja tiba di tempat itu.

"Dayang kepala," kata Sui sambil menundukkan kepalanya. "Saya baru saja akan menemuimu ketika sudah memastikan dayang Manika berada di tempat hukuman."

Sama seperti Sui, Nimas juga tidak membutuhkan penjelasan dari siapapun untuk memahami situasi sekarang. "Saya tidak tahu mengapa kamu tetap memilih untuk pergi meski sudah mengetahui hukumannya."

"...."

"Dayang Sui," kata Nimas. "Biar aku saja yang memberikan hukuman kepadanya."

Sui menatap Nimas dengan tatapan tidak percaya. "Tapi hukumannya sudah jelas.."

"Aku bisa membicarakannya dengan para tetua," kata Nimas lagi dan ia membantu Tatjana untuk berdiri. Dilepaskannya bikatan pada tubuh Tatjana dan ia membawanya pergi bersama dengannya.

Tatjana bisa sedikit bernapas lega karena kedatangan Nimas. Setidaknya, meskipun ia tidak bisa menghindar dari hukuman, ia masih memiliki kedua kakinya.

Permata Dari RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang