BAB 5

789 110 5
                                    

Wening tiba di perkemahan tempat para prajurit Balwanadanawa sedang beristirahat. Semalam, ia mendapat surat dari Kasim yang memintanya untuk datang ke sini. Ternyata, walaupun Kasim terlihat tegar dan tidak ingin pulang, ia tetap ingin memastikan keadaan putrinya dari seseorang yang sangat ia percayai.

Wening menuruni kudanya dan mengikatkannya di sebuah pohon. Ia kemudian berjalan memasuki daerah perkemahan. Di sana, ada seorang prajurit yang menghentikannya. Wening membuka penutup wajahnya dan mengatakan kalau ia diminta oleh panglima perang untuk datang. Setelah mengenali wajahnya, prajurit itu memperbolehkannya untuk masuk.

Di sana, ada beberapa prajurit yang masih menerima pengobatan dan sisanya sudah cukup kuat untuk memberikan bantuan yang diperlukan. Ia terus berjalan hingga tiba di sebuah kemah yang ia tahu adalah tempat sang panglima perang.

"Saya diminta oleh Panglima Kasim untuk menemuinya," kata Wening kepada seorang prajurit yang berjaga di sana.

Si prajurit menatapnya lalu berkata, "kulo akan menyampaikannya kepada Panglima Perang Kasim terlebih dulu."

Wening mengangguk dan si prajurit memasuki bagian dalam kemah itu. Ia kembali menatap sekelilingnya, sekarang sedang musim hujan dan padang rumput ini terlihat basah. Ia tersenyum karena pemandangan seperti ini mampu mengalihkan perhatiannya dari para prajurit yang terluka.

"Silakan, Panglima Perang Kasim sudah menunggu di dalam," kata prajurit tadi, menyadarkan Wening dari lamunannya. 

Wening mengucapkan terima kasih lalu memasuki perkemahan itu. Di dalam sana, sudah ada Kasim yang duduk di sebuah kursi, dengan wajah khawatir yang berusaha ia tutupi.

"Kulo datang karena permintaan Tuan," kata Wening sambil sedikit menundukkan kepalanya.

"Duduklah, Wening," kata Kasim, mempersilakan Wening untuk duduk. Wening menganggukkan kepalanya dan duduk di kursi lain.

Ia diam, menunggu hal apa yang akan dikatakan oleh tuannya ini. Ia sedikit menatap wajah Kasim yang terlihat lelah. Meskipun Kasim adalah tuannya, namun Kasim selalu memperlakukannya dengan baik. Apalagi semenjak kedua orang tuanya meninggal dunia, Kasim lah yang mencukupkan kebutuhannya.

"Bagaimana keadaan Yu-ku? Paman baru saja menerima kabar kalau dia hilang dan sekarang sudah kembali. Apa dia baik-baik saja?" Akhirnya Kasim tidak tahan lagi untuk berpura-pura tenang.

"Yu memang sudah kembali," kata Wening.

Kasim menatap wajah Wening yang terlihat ragu. Ia tahu kalau Wening masih akan mengatakan sesuatu. "Tapi?"

"Tapi sekarang dia sering mengatakan kata-kata aneh dan dia kehilangan banyak kenangan. Bahkan ketika pertama kali melihat kulo, Manika sama sekali tidak mengenali kulo, Tuan."

"Mengatakan kata-kata aneh?" tanya Kasim. Ia tahu kalau putrinya adalah seorang anak yang sangat anggun dan menjaga kata-katanya.

Wening menganggukkan kepalanya. "Kulo sangat tidak mengerti dengan kata-kata yang sering Manika ucapkan."

"..."

"Tuan," panggil Wening. Kasim menatapnya, lalu ia melanjutkan, "Hari ini adalah hari peringatan kematian Ibunya Manika. Apakah Tuan ingin menjenguknya? Mungkin sekarang Manika sedang bersiap untuk ke makamnya."

φ

Pagi ini Tatjana sudah duduk di teras rumahnya. Ia bersandar pada pilar rumah sambil menatap langit yang sangat biru cerah. Burung-burung beterbangan tanpa takut akan ditangkap oleh manusia. Betapa indahnya tempat ini, tempat di mana manusia-manusia tidak serakah dan merusak semua keindahan ini. Ia menarik dan menghembuskan napasnya, lalu mengerutkan bibir.

Permata Dari RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang