6. Sisi Rapuh Yang Mulai Muncul

237 13 2
                                    

"Aaaaaarrrrrrrgggggkkkkk!!!"

Freya berhenti ketika mendengar suara teriakan itu. Sesaat dia merasa sangat ketakutan. Saat ini pastilah Issac sedang mengamuk. Tapi tak ada tanda-tanda dia akan keluar dari kamar kecil itu.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah dia akan mengamuk dan menyiksaku lagi?" tanya Freya waspada.

Perlahan ia mulai memberanikan diri kembali ke kamar kecil itu. Namun betapa kaget dirinya ketika mendapati Issac tergeletak tak sadarkan diri. Wanita itu mulai panik dan berteriak. Beberapa pelayan datang menghampirinya dan segera mengangkat tubuh Issac keluar dan membawanya ke kamar pria itu.

"Aku tidak melakukan apa pun padanya," celetuknya lirih ketika semua orang panik dan berlarian kesana kemari.

Freya terduduk di lantai dengan kepala tertunduk. Kedua tangannya memegangi kepala seolah semua orang menyalahkannya. Sesaat kemudian Freya berteriak kencang dan menangis histeris.

"Nyonya, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Nyonya seperti ini?" tanya Clara cemas.

"Aku tidak melakukan apa-apa. Sungguh bukan aku pelakunya," kata Freya histeris.

"Sebaiknya Nyonya kembali ke kamar. Saya akan mengantarkan Nyonya," kata Clara berusaha membantu Freya berdiri.

"Lepaskan!" bentaknya menampik bantuan Clara.

"Nyonya," panggilnya cemas.

"Bukan aku pelakunya. Aku tidak melakukan apa pun pada mereka. Sungguh bukan aku," kata Freya menangis histeris.

Clara menatap Freya bingung dan cemas. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Freya berteriak histeris seperti ini? Hingga akhirnya dia tak sadarkan diri. Clara segera memanggil seseorang dan membawa wanita malang itu ke kamar.

Di alam bawah sadarnya, Freya berjalan di atas tumpukan arang. Ruangan yang begitu luas itu semula adalah ruangan yang terlihat indah dan mewah. Kini berubah menjadi tempat mengerikan. Bahkan beberapa orang juga tergeletak di sana dengan warna hitam di hampir sekujur tubuh mereka.

Seorang anak kecil menatap sekitarnya. Dia menatap tak mengerti ke arah beberapa mayat yang berserakan. Ya. Mayat orang-orang yang meninggal karena terbakar. Tangan mungil itu di tarik seorang wanita paruh baya. Freya tak bisa melihat jelas wajah itu. Namun ia bisa merasakan amarah wanita itu ketika menarik keras tangan mungil anak itu dan di bawanya pergi.

"Tidak!"

Freya berteriak di bawah alam bawah sadarnya hingga membuka mata dan bangkit dari tidurnya. Napasnya tersengal-sengal seperti sedang berlari. Sangat melelahkan dan membuatnya merasa tidak nyaman. Sesaat kemudian ia menangis sesenggukan.

"Nyonya, apa yang terjadi? Apakah Nyonya merasa sakit?" tanya Clara sambil mengusap keringat di wajah Freya.

Sesaat Freya terdiam. Dia mulai sedikit demi sedikit merasa tenang. "Kau bisa tinggalkan aku sendiri," ucapnya lirih.

"Nyonya..."

"Aku baik-baik saja," kata Freya sambil tersenyum paksa.

Clara menghela napas. "Semenjak tuan membawa Nyonya kembali kemari, baru kali ini saya melihat Nyonya begitu histeris dan ketakutan tanpa sebab."

Freya melirik ke arah Clara sekilas. Tatapan penuh amarah yang sulit untuk di jelaskan. Sisi kelam dalam dirinya meronta ingin keluar. Namun dsekuat tenaga Freya tetap dalam kewarasannya sekarang.

"Pergilah," ujar Freya lembut.

"Jika Nyonya membutuhkan sesuatu, panggil saja saya." Clara tersenyum.

"Terima kasih," celetuk Freya.

Clara pun pergi meninggalkan Freya yang termenung sendirian. Dia mencoba berpikir keras. Apa yang ia lihat di mimpi membuatnya merasa tidak tenang. Wanita itu mencoba mengingat namun tak juga berhasil semudah itu.

"Sebenarnya apa yang terjadi pada kalian?" tanya Clara lirih.

Sekuat tenaga dia mengingat namun semua itu seperti beberapa potonga kenangan yang tidak jelas. Bahkan semua terlihat tidak nyata. Meski itu seolah menorehkan luka yang cukup dalam.

"Aku telah melupakan banyak hal penting yang terjadi padaku," gumam Freya sedih.

***

Freya mulai membiasakan diri menjadi wanita menjijikkan di hadapan Issac setiap malam setiap pria itu memasuki kamarnya. Dia mengenakan baju tidur yang sudah di persiapkan Issac. Dia juga bersiap untuk setiap rasa sakit yang akan ia terima setelahnya.

"Bagus. Kau sudah mulai terbiasa menjadi wanita yang pantas untuk aku beli," kata Issac saat masuk ke kamar Freya dan mendapati wanita itu menyambutnya dengan baju tidur terbuka.

Freya hanya diam. Dia mengambil jas yang Issac kenakan lalu melepaskan dasi pria itu. Perlakuan itu membuat Issac tanpa ragu menyerangnya. Freya menerimanya dengan tangisan kesakitan. Untuk beberapa hari dia mencoba menahannya. Namun saat ia sudah merasa tak mampu menahan semuanya, Freya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan menggoreskan luka di pergelangan tangan kirinya, mencoba memotong nadi kehidupannya.

"Clara, apa yang kau kerjakan selama ini? Bagaimana bisa dia berbuat sampai sejauh itu?" tanya Issac panik ketika dia sudah berada di depan kamar dan Freya berada di dalam, di ambang hidup dan mati.

"Saya.."

"Kau tidak pantas menjadi pelayan setianya. Aku rasa sudah saat nya kau di gantikan dengan orang lain yang lebih kompeten," potong Issac.

"Maafkan saya, Tuan. Saya.." Clara bersimpuh memohon ampun pada tuannya.

"Kau harus memastikan dia baik-baik saja atau nyawamu akan dalam bahaya," ancam Issac lalu berbalik dan pergi meninggalkan Clara di sana.

Sesaat Eric yang adalah salah satu orang kepercayaan Issac berjalan ke arahnya lalu mengikuti tuannya di belakang. Pria itu berceloteh tentang pekerjaan sementara Issac hanya diam. Lalu Clara kembali menatap pintu yang masih belum terbuka.

"Semoga dia baik-baik saja," gumamnya pelan.

Sesaat kemudian pintu itu terbuka, Clara segera berlari masuk ke dalam. Sementara Issac yang berdiri tak jauh dari kamar itu menatap pintu kamar Freya yang terbuka. Ada sedikit keraguan apakah dia akan masuk dan memastikan keadaan Freya atau tetap tak mempedulikanya.

"Apakan Tuan tidak ingin melihatnya sebentar?" tanya Eric ragu.

"Haruskah?" Issac balik bertanya.

"Sepertinya begitu," kata Eric ragu.

"Ayo kita lihat gadis kecilku. Apakah masih hidup atau sudah mati?" Issac berjalan ke arah pintu kamar Freya lalu segera masuk ke dalam. Dengan santainya dia bertanya pada dokter tentang keadaan wanita malang itu. Dokter pun menjawab semua pertanyaan dan setelahnya Issac memintanya pergi.

"Persiapkan dia untuk segera mengandung anakku," kata Issac pada Clara.

"Baik, Tuan." Clara membungkukkan badan.

"Eric, ayo kita bahas masalah pekerjaan di ruang kerjaku. Dia masih hidup dan sekarang tugas Clara untuk menjaganya," kata Issac dengan entengnya.

Kedua pria itu pun pergi meninggalkan Freya yang masih dengan mata tertutupnya. Sementara Clara sangat mencemaskan keadaan Freya. Dia menatap wajah Freya yang masih terlelap.

"Nyonya, kenapa kau melakukan itu? Kita bisa mencari jalan keluarnya bersama," kata Clara menatap Freya iba.

Wanita itu membuka kedua matanya dan menatap ke atas. Dia pun akhirnya tak kuasa menahan tangisnya yang kemudian pecah. Clara segera mendekat, membantu Freya untuk duduk. Clara menatap iba ke arah wanita malang itu lalu mendekap Freya yang sedang menangis.

***

Prisoner Of ConstantineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang