awal mula

2K 201 9
                                    

Sejujurnya, Devian malas pergi ke kampus di saat dia sama sekali tak punya jadwal kelas apa pun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejujurnya, Devian malas pergi ke kampus di saat dia sama sekali tak punya jadwal kelas apa pun. Dia bahkan tengah memarahi dirinya sendiri tentang keputusan tolol yang dia buat untuk ikut dalam organisasi kampus. Parahnya lagi, dia bahkan jadi ketua klub -yang tentu saja tidak bisa Devian lepas begitu saja-

Padahal, Devian ini sangat malas. Dia hanya berharap punya teman seru yang bisa diajak memotret, tanpa tahu dia malah diseret maju untuk jadi pemimpin. Memang doa Ibu saat memberikannya nama sudah dijabah Tuhan, Devian Rajendra -yang berarti Pemimpin.

Kini Devian membuang puntung rokoknya dan masuk ke dalam gedung aula, matanya bergulir pada kawan-kawannya yang sudah sibuk dengan pekerjaannya. Devian juga sempat lirik sisi kiri dari tempatnya berdiri, ada sekitar tiga puluh orang yang duduk mengisi kursi. Kemudian Devian mendekati Bhara yang sedang berkutat dengan laptopnya.

"Kapan mau dimulai?"

"Habis ini bisa langsung mulai, sih."

"Oke. Gue cuma butuh lihat hasilnya. Prosesnya gue gak terlalu lihat, kecuali kalo ada yang aneh dan konyol."

"Sip." Bhara baru benar-benar melihat wajah Devian, "lu mandi gak, sih?"

Devian berdecih, "mandi, lah! Gue kan mau liat dedek gemes."

"Rambut lu berantakan amat."

"Yang penting mukanya aman."

Lantas Devian berjalan-jalan melihat suasana aula yang diramaikan oleh klub fotografi yang dia pimpin. Hari sabtu begini, di saat Devian sama sekali tak punya jadwal, dia harus terjun mengurus open recruitment anggota baru. Sebetulnya dia malas sekali angkat pantat dari kasur empuknya, tapi sialan memang dia jadi ketua dan harus mengawasi semuanya.

Sungguh anak-anak malang. Batin Devian mengasihani para mahasiswa baru yang terlalu naif dan polos untuk ikut kegiatan organisasi di kampus. Apa mereka sama sekali tidak merasa kelelahan dengan perkuliahan dan tugasnya? Semangat anak muda yang tidak pernah Devian pahami.

Diantara semua mahasiswa baru yang sedang duduk menunggu tes dimulai, Devian temukan lelaki yang sepertinya punya tubuh tinggi -karena kakinya jenjang sekali- sedang fokus mengotak-atik kamera pribadinya. Tampak begitu santai sesekali ambil gambar untuk menguji tangkapan gambarnya.

Beberapa kali mereka bertukar tatap, tapi lelaki itu kembali buang pandangan ke kameranya dan sibuk sendiri. Lalu adu tatap lagi, kemudian lepas kuncian mata. Begitu terus sampai Devian ikut duduk di samping lelaki itu. Bisa dibilang, dia cukup tertarik dengan wajah luar biasa dari laki-laki ini. Namun, Devian tidak langsung mengutarakannya. Dia bisa paham kalau darah muda memang menyegarkan.

Akhirnya lelaki itu menoleh, "halo, kak."

"Lo mau ikutan tes masuk klub?"

"Iya." Lelaki itu menautkan kedua alisnya, "makanya aku di sini, kan?"

"Emangnya lo bisa motret?"

"Masuk klub justru biar belajar, kan?"

Devian terkekeh mendengar jawaban lelaki itu yang begitu naif. Belajar dia bilang? Kegiatan organisasi tidak sesederhana ekstrakulikuler di sekolah. Apa lelaki ini tidak paham bedanya? Organisasi kampus itu melelahkan, merepotkan, bahkan hanya lima belas persen tentang belajar hal minat. Sisanya adalah mengurus program kerja yang ribet dan segala tetek bengek mencari dana.

Wajah lelaki itu tampak terganggu, tapi justru lucu menurut Devian.

"Sorry aja, nih. Gue emang belum lihat kemampuan lo motret, tapi gue punya yang namanya intuisi. Kemampuan ini lumayan kredibel." ia bentuk jarinya membingkai perawakan lelaki yang tengah merengut kesal, "wajah lo lebih bagus buat jadi obyek foto, dek."

"Emang aku cakep, kok. Sudah tahu."

"Defensif yang keren." Devian tertawa, "masalahnya, lo biasa motret gak? Hunting foto itu gak di dalem studio aja. Banyak ke luar, ke alam. Bukan niatnya body shaming, tapi keliatannya lo malah bakal ngerengek kepanasan nanti?"

Lelaki itu mendengus, "sok tahu."

"Ih, galak?"

"Liat aja nanti hasilnya. Jangan bawel."

"Betulan garang, rupanya."

Devian berdecak melihat lelaki di sisinya menatapnya nyalang seperti puma yang siap menerkamnya kapan saja. Masalahnya, dia tampak lucu. Devian tidak tahan untuk tidak tertawa gemas melihatnya. Rasanya memang menyenangkan bisa menggoda orang sampai menggeram kesal seperti itu. Atau hanya karena dia punya wajah yang lumayan? Makanya Devian bisa gemas pada dia meski lelaki itu pasti betulan kesal.

"Yah. Lihat aja nanti? Gue yang nilai."

Tak lama dari perang singkat itu, suara Bhara menginterupsi.

"Adek-adek, kumpul ke tengah, ya. Kita bakal mulai jelasin pelaksanaan recruitment-nya. Yang bawa kamera sendiri, jaga masing-masing, ya? Kita di sini gak bisa tanggung jawab kalau hilang atau rusak. Jam setengah sebelas mulai hunting."

"Tuh, udah dipanggil. Semangat, dek."

"Kakak juga." Lelaki itu masih menggeram, "nilai yang obyektif."

"Jangan galak-galak, nanti gemesnya luntur."

Devian tersenyum geli melihat lelaki itu meliriknya tajam, kemudian segera beres-beres untuk pergi mendekat ke panitia acara. Dia memanggilnya sebelum bisa pergi begitu jauh untuk mendengar.

"Dek puma."

"Apaan manggilnya begitu?!"

"Lo nengok, padahal." Dia tertawa keras, "nama lo siapa? Mau gue tandain."

Meski tampak seperti ingin memukul Devian, lelaki itu hanya bisa menatapnya lebih nyalang dan mengepalkan tangan. Sepertinya benar-benar geram dijahili oleh kakak tingkat yang bercanda terus. Namun, dia tetap menjawab.

"Rishaki Kalandra. Awas kalau kakak gak lolosin aku nanti."

"Katanya suruh nilai obyektif?"

"Lihat aja nanti pokoknya!"

Dengan begitu, lelaki galak yang lucu bernama Rishaki Kalandra itu berbalik dan berlari kencang untuk bergabung dengan peserta lainnya. Meninggalkan Devian yang masih tertawa gemas melihat tingkahnya. Dia berusaha menyimpan bagaimana rambut tebal yang panjang milik Rishaki itu memantul-mantul saat dia berlari. Juga tentang bagaimana Rishaki tidak memakai sepatunya dengan benar. Juga aroma stroberi dan sitrus yang menguar tipis dari lehernya sejak tadi. Serta mata bulatnya yang tajam tetapi begitu jernih dan berkilau.

Katakan saja Devian memang tertarik padanya.

Katakan saja Devian memang tertarik padanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PHOTOGRAPH ; hoonki✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang