3. Cowok Berjaket Kuning

105 13 22
                                    

"AKU akan sangat merindukanmu..." Andrea mendengar perkataan Georgia yang agak teredam bahu Sully saat wanita itu memeluk anak laki-lakinya dengan sangat erat, seolah tak rela melepasnya untuk kembali ke Amerika. Namun Sully balas mendekap ibunya dengan sama eratnya, dan berjanji untuk kembali saat Thanksgiving, juga menghabiskan liburan Natalnya di Cotswolds.

Ketiganya tengah berdiri di halaman depan pondok Georgia di subuh yang menggigit tulang itu. Andrea merapatkan jaketnya. Lampu dari mobil sewaan Sully yang telah dinyalakan menyinari jalanan yang masih gelap dan sepi.

"Sampai ketemu setelah musim panas berakhir?" Andrea ganti memeluk sahabatnya itu. Sully balas memeluknya dan mereka berayun-ayun sedikit.

"Berjanjilah untuk menghubungiku kalau ada apa-apa, oke?" Sully memberitahu Andrea tegas.

"Memangnya kau bakal apa? Terbang dari Portland ke sini dalam semalam? Kenapa kau nggak begitu denganku?" komentar Georgia nyinyir. Andrea menahan tawa sementara Sully berusaha menenangkan ibunya.

Setelah selesai mendengarkan wejangan-wejangan yang diberikan Georgia, lalu memeluk ibunya serta Andrea sekali lagi, akhirnya Sully menaiki mobilnya. Dia melambai kepada keduanya hingga mobil itu menghilang dari pandangan di tikungan jalan.

"Dasar anak itu, semoga dia makan lebih banyak selama berkuliah." Georgia menutul-nutul matanya yang sembab dengan lengan bajunya, "Nah, kembali ke rotiku!"

Sebetulnya, Georgia sudah melarang Andrea untuk membantunya di dapur, namun Andrea kesulitan tidur nyenyak pada malam pertamanya di Cotswolds dan merasa tidak mengantuk walaupun ini masih pukul lima pagi.

Georgia rupanya memiliki dapur kedua yang terletak di samping belakang ruang utama, dengan kitchen island yang besar, oven-oven luas, serta rak-rak untuk menyusun roti di loyang. Georgia menggunakannya khusus untuk membuat roti, karena itu dia menyebutnya 'dapur roti'. Andrea membantu Georgia menyusun roti-roti di atas loyang, memotong-motong keju dan daging asap, membaluri gula karamel di atas kelompok croissant, atau membubuhi kismis pada kelompok roti manis lainnya.

Sembari menunggu roti-roti matang, Georgia menyediakan sarapan yang 'sangat Inggris' berupa scones dengan krim dan selai stroberi yang rasanya menakjubkan. Wanita itu juga menyeduhkan teh susu yang membuat Andrea hampir-hampir menyesali takdirnya karena terlahir sebagai orang Amerika.

"Andai aku bisa makan ini setiap hari di Portland..." sesalnya seraya mencomot sebuah scones lagi dari piring, membuat Georgia tertawa-tawa.

Kemudian setelah roti-roti dikeluarkan dari panggangan dan dikemas agar siap dikirim, keduanya memasukkan kotak-kotak dan keranjang berisi roti ke dalam mobil. Sepanjang jalan menuju toko, Georgia memastikan agar Andrea menghapal rutenya, yang tidak terlalu sulit karena jaraknya hanya lima belas menit berkendara.

Bakery On The Water merupakan sebuah toko yang menakjubkan. Berbagai jenis roti dan kue sebagian besar telah tersusun rapi di keranjang-keranjang etalase walaupun toko belum buka, beberapa yang terlihat menggiurkan juga dipajang di dekat jendela besarnya untuk menggugah para pejalan kaki. Mereka juga mempunyai meja dan kursi untuk dine in, serta para staf di dapur bergerak dengan kecepatan mengagumkan dan bekerja dengan mulus. Georgia mengenalkan Andrea dengan si pemilik toko, Lilian yang gemuk dan ceriwis. Wanita itu berkata dia ikut senang karena ada yang bisa membantu Georgia selama musim panas, dan memberikan beberapa donat kayu manis serta latte untuk dibawa pulang.

Sembari mengganyang habis donat kayu manis Lilian yang tidak ada duanya, Georgia mengizinkan Andrea menyupiri mereka kembali ke Upper Slaughter menuju airbnb miliknya, yang letaknya berada sedikit di lingkar luar daerah itu dan berbatasan langsung dengan area hutan dan perbukitan.

The Boy Who Talked To The TreesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang