5. Piknik Di Hutan

79 13 21
                                    

ESOK harinya, Andrea menjalani rutinitas pagi hari yang kurang lebih sama dengan hari pertamanya bekerja. Hanya saja, kali ini Andrea mulai menggunakan skuter alih-alih mobil, dan sejujurnya dia jauh lebih menikmati berkeliling dengan skuter putih itu. Dia bisa berkendara sembari menikmati pemandangan, merasakan angin, aroma udara, serta cahaya matahari dengan lebih leluasa. Ditambah, pemandangan Cotswolds benar-benar memanjakan mata, sehingga Andrea tidak punya hal untuk dikeluhkan.

Andrea baru saja selesai menurun-nurunkan keranjang-keranjang roti dari dalam bagasi skuter dan membawakannya ke dalam toko ketika dia melihat Lilian tengah berbicara dengan seorang pria yang sepertinya anaknya. Pria itu sedang berdiri merangkul seorang wanita cantik, keduanya tersenyum bahagia.

"Tiga minggu lagi kami akan kembali, menghabiskan waktu sebentar di sini sebelum pulang ke London." si wanita berkata kepada Lilian, yang mengibas-ngibaskan satu tangannya.

"Tidak usah mengkhawatirkanku begitu," Lilian berdecak, "Aku tahu persis John lebih senang menghabiskan waktu lebih lama dengan istri barunya di Madrid dibanding dengan ibu dan ayahnya di pedesaan Inggris yang membosankan..."

Si wanita tertawa, sementara John hanya memutar bola matanya dan bergumam, "Mom."

Kemudian mereka berpelukan dan mengucapkan salam perpisahan sebelum Lilian kembali ke dapur dan pasangan muda itu keluar menuju mobil mereka yang terparkir persis di depan toko.

Ketika menekan kunci mobil, John mengulurkan satu tangannya kepada istrinya dan berkata, "Tasmu."

Istrinya tersenyum dan menyerahkan ranselnya kepada John untuk diletakkan pria itu di kursi belakang mobil sementara wanita itu sendiri duduk di kursi penumpang di depan. Setelah menutup pintu belakang, John memutari mobilnya dan naik ke kursi pengemudi. Dan tak lama, mobil itu pun melaju pergi.

Butuh beberapa detik bagi Andrea untuk menyadari bahwa sedari tadi dia mematung di dekat etalase toko menyaksikan adegan itu. Tersadar, gadis itu mendengkus dan tersenyum pahit, berusaha mengusir sensasi menusuk di dadanya.

Mengapa rasanya semesta secara konstan memberondong Andrea dengan pengingat-pengingat mengenai Matthew Venturi, di manapun? Bahkan sekarang, ketika dia berada ratusan mil jauhnya dari Portland?

🌳

SMA Blackwood, Portland
September, tingkat senior, sembilan bulan yang lalu

"...YANG KEREN!"

Andrea tersentak dari monitor kameranya. Dia tengah berjalan di lapangan parkir bersama Matt dan Sully, sibuk memilah-milah foto murid tahun pertama penerima beasiswa untuk dimuat di artikel Hawkees minggu ini ketika suara Matt mengagetkannya.

"Jangan lupa bikin esai yang keren! Dan foto yang hebat! Yang membuat sepasang mata milik tukang ngobat bebal macam Rowley Madsen saja terpaksa melek karena tertarik!" titah Matt pada tiga murid tingkat junior yang melambai pada mereka, yang sejam lalu terpilih sebagai pengurus baru Hawkees untuk menggantikan mereka.

Andrea memutar bola mata. Oke, Matt memang imut dan sebagainya, tetapi untuk saat-saat seperti ini dia bisa jadi sangat berlebihan. Mereka baru selesai mengadakan pertemuan pertama Hawkees di tahun ajaran baru sekaligus serah terima jabatan. Tetapi Matt begitu bersemangat, sampai-sampai di ruang klub tadi Andrea dan Sully harus rela menontoni Matt berkoar-koar tentang dedikasi untuk klub koran serta kesadaran membaca yang sangat rendah. Dan tampaknya saat ini dia juga berusaha menanamkan kebencian terhadap Rowley Madsen kepada anak-anak baru.

Sulit dipercaya tahun lalu dirinya, Matt, dan Sully yang berada di posisi anak-anak itu.

Sully menggaruk-garuk rambut tebal keritingnya dengan tampang frustasi, "Matt, kita sudah pensiun. Anak-anak itu bakalan kabur cari klub lain kalau kau sok nge-bos begitu."

The Boy Who Talked To The TreesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang