1

17.6K 1.1K 15
                                    

Pagi ini, pemuda berumur 16 tahun dengan kulit putih pucatnya berlarian kesana kemari mencoba bersembunyi dari kejaran ayahnya.

Kalau tempat persembunyian biasanya tentu akan ketahuan, jadi dia mencari spek barunya.

Dengan baju yang masih berbalut piyama dia mengendap ke dapur, kepala celingukan ke sana ke mari. Lalu dengan nekatnya Astraga bersembunyi di lemari bawah kompor untuk menyimpan tabung gas.

Hatci!

Sepertinya dia salah tempat. Tubuhnya ia keluarkan kembali namun urung saat terdengar langkah kaki. Mulutnya mengumpat tampa suara, ia cepat cepat kembali masuk hingga siku nya terantuk gas.

"Ow ow! Ishhh sakit bodoh!" Mulut ity mulai menggerutu dengan wajah yang tanpa di sadarinya sudah memerah.

"Dimana Aga?"

Suara ayahnya, Rasendra terdengar. Astraga menutup mulutnya rapat rapat, hati nya mengucapkan doa dengan mata kedap kedip ke atas.

Musibah datang lagi dengan laba laba yang turun di depannya menggunakan jaring. Bocah itu membeku dengan menatap laba laba kecil di depannya.

"AAAAAAAAA." Ia cepat cepat keluar dan menubruk kaki yang berdiri tegak di depan lemari persembunyiannya.

"Uuuuu iiiiii laba laba!" Astraga semakin memeluk erat kaki Rasendra tanpa sadar, ia meracau tidak jelas.

"Huhuhu laba labanya masa mau makan Aga kaya di Upin Ipin pulu pulu."

Rasendra menghela nafas dan menarik belakang kerah baju anaknya untuk berdiri.

"Itu laba labanya di jidat kamu." Berniat bercanda, tapi justru Astraga memukul jidatnya dengan keras. Meninggalkan jejak merah di sana. Rasendra meringis. Astraga menangis.

"Uluh uluh anak ayah tampan sekali."

"Kaya gini tampan? Ayah nggak liat nih merah!" Sembur si bungsu Rasendra dengan sengit walau air matanya tetap turun.

"Iya iya maaf, ayo kita oles pakai salep." Rasendra mengecup lebih dulu kening itu dan menggendong Astraga.

Di gendongan sang ayah, Astraga menghentikan tangisnya dan membenamkan wajahnya pada ceruk leher Rasendra.

"Duduk dulu di sini, ayah ambilkan salepnya." Rasendra menurunkan Astraga di sofa ruang santai, ia berlalu ke kamar sang anak untuk mengambil salep. Astraga berpindah ke ayunan gantung berbentuk apel yang menghadap taman samping. Kakinya bersila dengan tubuh setengah berbaring. Mulutnya bergumam lagu dengan asal sesekali bersiul walaupun tak menghasilkan suara samsek.

Rasendra datang dengan salep di tangannya yang sudah tercoret spidol permanen bertuliskan Astraga Yuan Rasendra.

"Duduk dulu coba yang bener." Rasendra menarik pelan tangan anaknya untuk duduk, setelah Astraga duduk dengan sigap tangan besar itu mengoleskan salep agar tak lebam di area wajahnya.

"Mau pake kacamata?"

Astraga menggeleng dengan pejamnya, menikmati sisir alami dari jari jari ayahnya yang menyisir rambutnya.

"Ayahhhh ngantukkkkk." Dia merengek, kepalanya mendusal di perut Rasendra.

"Makan dulu."

"Emm ngantuk!"

"Yaudah mandi biar nggak ngantuk."

"Salepnya sayang, baru di olesin."

"Yaudah makan dulu."

"Gamaw."

Rasendra tak kehilangan akal, dia menggendong anaknya dan menuju ke ruang makan. Astraga memberontak, ia kan ingin ke kamar. Lalu dengan nekatnya ia menggigit keras kuping ayahnya.

"Aduh! Astraga!"

Astraga mematung, ia diam, suara asli ayahnya sudah terdengar, jadi dia cari aman. Tapi tiba tiba dia tergoda untuk mengemut kuping ayahnya, tadi secara tak sengaja dia mengemut sekilas setelah menggigit, kan...enak.

Dengan takut dan hati hati dia memajukan wajahnya seraya menjulurkan lidah.

"Astraga diam!" Rasendra kembali memperingati. Di anggap angin lalu oleh anaknya, justru bocah itu sudah mengemut kuping ayahnya.

"Jangan seperti itu nak... Kotor." Rasendra menjauhkan wajahnya dari Astraga, bocah itu justru menukikkan alisnya yang sedikit memerah dengan ekspresi garang.

"Tidak boleh, kotor."

"Kan ayah udah bersihin kupingnya!"

"Itu kan tadi pagi sayang, sekarang sudah siang, kotor lagi. Jadi ayah harus mandi dulu."

Astraga berkaca kaca, air mata buaya siap ia keluarkan dengan teriakan menggelegar. Rasendra merasa terpojoki dengan ekspresi itu, ia menghela nafas.

"Makan dulu, baru boleh oke?"

°°°°°°

Seperti yang di katakannya tadi, Rasendra benar benar membolehi anaknya untuk mengemut kupingnya. Setelah membersihkannya dengan sangat sangat bersih demi anaknya ia rela menahan geli karena mulut anaknya.

"Tidur." Rasendra menepuk pelan bokong anaknya yang tertidur di atas tubuhnya.

Astraga mengeluh, "Mau kakak."

"Kan Aga udah minta ini, terus ngapain minta kakak lagi."

"Punya ayah nggak manis. Punya kakak jarinya manis!"

Ayah Astraga itu tak langsung melanjutkan ujaran anaknya, ia lebih dulu merubah posisi miring hingga Astraga juga ikut miring.

"Yaudah, pake jari ayah."

Astraga menggeleng, "Punya ayah jarinya asem asem manis sama kaya abang, enakkan punya kakak!" Ia cemberut dan mengubah posisinya menjadi membelakangi Rasendra.

Ayahnya itu memeluk Astraga dengan erat. "kakak lagi kerja dong baby Aga."

"Tidur aja yuk, abis bangun tidur terus mandi." Rasendra menambah eratnya pelukan tanpa membuat anaknya merasa sesak, tangannya mengelus perut rata si bungsu dengan teratur.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk membuat Astraga terlelap karena di keloni, jadi dia langsung pulas dalam 10 menit ±.

Rasendra tak tertidur, dia bangkit dengan perlahan dan kembali mengambil salep. Mengoleskan dengan pekan siku anaknya yang memar, piyama bagian atasnya lengan pendek, tentu jadi terlihat. Setelah selesai, Rasendra mencium pipi yang samar terlihat urat urat itu dengan sayang. Berucap doa yang terus ia panjatkan setiap harinya.

"Panjangkan umurnya tuhan."

Ia hanya ingin bersama anaknya, mengantar putra putranya ke latar pernikahan dengan pasangan masing masing. Terutama dengan anak bungsunya ini.

TBC

....?

Si AlbinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang