3

7.9K 753 13
                                    

Vote, jgn baca aja woyಠ◡ಠ

∆warning typo

Albino itu adalah kondisi yang si sebabkan kekurangan atau ketiadaan Pigmen dalam tubuh, tidak ada yang bisa menyembuhkannya sebab kelainan. Jadi Astraga hanya butuh di rawat agar tak terpapar sinar matahari yang bisa saja terkena kangker kulit. Satu yang Astraga tak suka saat ia keluar, menjadi sosok yang mencolok karena pakaiannya yang benar benar tertutup.

Pagi jam 8, hari sabtu, ia keluar untuk pengecekan rutin. Hanya pengecekan, ia tak ingin lain lain. Pakaian atas yaitu hoodie besar yang berwarna merah tua dengan celana garis garis hitam putih, sepatu berwarna senada dengan baju, kacamata hitam untuk menghalau sinar matahari walaupun dia sudah memakai kupluk hoodie hingga mukanya tidak benar benar terlihat.

Orang orang yang dilewatinya pasti melirik dengan penasaran. Tapi itu tak bertahan lama, apa lagi jika bukan karena pawang terkuatnya yang melotot sana sini memperingati.

"Ayah nggak capek matanya melotot terus? Nanti jadi melotot permanen." Astraga berucap asal karena jengah.

Rasendra malah mengernyit bingung, "Memang ada melotot permanen?"

Astraga mengangguk antusias, "Ada!!"

ಠಿ_ಠ

"Astraga suka pusing nggak kalau bangun dari tidur atau duduk tiba tiba." Dokter pria yang sudah dari dulu menangani Astraga bertanya lembut.

Astraga mengangguk, "Iya, bumi kaya geter gitu."

Rasendra menoleh ke anaknya, "Kok nggak bilang?"

"Kan aku kira bakal ilang, lagian pusingnya cuma sebentar, 2 detik apa satu nggak tau."

Dokter itu tersenyum mendengar percakapan dua orang di depannya. "Astraga pengidap vertigo ya, tensinya agak turun, selainnya nggak papa." Ujarnya singkat karena Astraga benar baik baik saja. Tak ada yang perlu di khawatirkan.

Dokter itu kembali melanjutkan perkataannya, "Salepnya kaya biasa ya, di apotik, ini resepnya juga kaya biasa."

Rasendra menerima kertas itu dan mengangguk, ia berdiri dan menggendong Astraga. "Kalau gitu, kami pamit dok."

Dokter itu balas tersenyum dan ikut berdiri, balas melambaikan tangannya pada Astraga.

"Papa mau cimol. Aci di comot."

Rasendra tertawa, "Salah, cimol itu aci di gemol."

"Yaudah bahasa aku sendiri. Cimot, aci di comot."

"Iyain aja udah, terserah baby Aga."

Panggilan yang kadang membuatnya kesal dan senang, baby Aga.

°°°°°°

Makanan yang dari Aci itu benar benar terkabuli, sudah ada di tangannya dengan rasa asin saja, tak ada balado atau peda, hanya sedikit asin.

"Muehehe..."

Astraga tersenyum senang dan mencolok cimol itu dengan semangat hingga plastiknya menjadi bolong karena tembus.

"Yah.... ah nggak papa. Ayah mao?" Astraga lebih dulu menawarkan ayahnya yang sudah lelah membeli, sedangkan dirinya menunggu di mobil.

Rasendra menggeleng, "Buat kamu aja."

"Oke."

Dengan sekali tusukan dan dua bundar cimol Astraga melahapnya dengan semangat. Matanya melotot.

"Huh hah huh haaaahhh anas anas!" Astraga membuka mulutnya lebar lebar dan membuang nafasnya lewat mulut. Rasendra panik, ia mengadahkan tangannya di mulut Astraga.

"Muntahin!"

Astraga menurut, ia melepeh cimol itu dan bergegas meminum air putih, lidahnya jadi terasa aneh. Mukanya yang memerah menengok ke Rasendra dengan kesal.

"Ih ayah kok nggak ngasih tau kalo panas?!"

Rasendra meringis, lupa dia. "Maaf ya... coba liat lidahnya? Melepuh nggak?"

Astraga mendelik, "Ya nggak lah!" Sentaknya kesal.

"Yaudah, maafin ayah yaaa..."

Astraga mengangguk dan membesarkan pendingin mobil, ia kembali mencolok cimol dan meniupnya hingga mendingin.

"Em enak!!!" Matanya melotot takjub, maklum, dia kan baru ngerasain makanan itu, pernahnya cilok yang di buat kakaknya.

"Yah sayang banget cimol aku kurang 2." Dia murung dengan tangan yang kembali mencolok cimolnya.

Agaknya menyindir.

Rasendra melirik dan menghela nafas.

°°°°°°

Pulang dari rumah sakit dengan gembira karena makan cimol, Astraga berlipat lipat gembira saat abangnya ada ice mochi di kulkas.

"Muehehe..."

Dia membuka kulkas dan melihat lihat ice mochi yang ada 3 dengan beda warna dalam satu kotak kecil.

"Coklat, vanilla, apa blueberry ya..." Dia berdiri di depan kulkas yang terbuka dengan pose berfikir

Akhirnya ia memilih coklat. Dengan semangat 45 dia kembali ke ruang santai yang sudah ada ayah dan abangnya. Duduk di samping ayahnya dengan posisi miring, kakinya ia taruh di atas paha Rasendra.

"Kamu udah makan cimol sama ice cream loh. Besok 4 sehat 5 sempurna, ngertiii??" Rasendra mengelus kaki anaknya.

"Hu'um."

Astraga menatap Abangnya yang sedang fokus ke laptop. "Abang bikin apa?"

"Bikin power point."

Astraga mengangguk dan melahap ice itu sedikit sedikit, biar nggak cepet abis hehe.

Tak ada lagi percakapan, Si bungsu dan ayah menonton berita terkini dan si tengah yang sedang mengerjakan tugasnya.

Astraga yang ice creamnya sudah habis mengolesi tangannya menggunakan tisu basah, lalu merubah posisinya menjadi kepalanya di atas paha Rasendra.

"Tidur nya di kamar aja."

Astraga menggeleng dan memeluk perut ayahnya. Sudah nyaman, kan jadi malas pindah.

"Elus elus." Pintanya, dan Rasendra pun menurut. Mengelus rambut kuning tipis anaknya dengan lembut hingga si bungsu benar benar terlelap.

TBC

Kedikitan g si? Soalnya g ada 1k

Si AlbinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang