10

3.4K 463 45
                                    

Vote!

Astraga sudah tampan, unyu unyu dengan rambut yang lebih rapi. Dia berlenggak lenggok di mall memilih baju dengan 3 babunya di belakang. Padahal sama saja tak ada yang melirik, gimana mau ngelirik kalo dia aja pakaiannya ketutup? Masker masih di pakai dengan tudung Hoodie yang masih tersampir di kepalanya. Justru terlihat aneh dan orang orang enggan melirik.

Ia menenteng paper bag sedang berwarna putih berisi sepatu di lipatan siku, berlagak seperti ibu ibu arisan yang sedang membawa tas sekaligus pamer.

"Aku mau chattime dong ayah..."

"Sabi lah ikut..."

Astraga mengangguk semangat dengan abangnya. Mereka sama sama mengadahkan tangannya ke arah Rasendra.

Rasendra pasrah, "Iya iya, ke sana bareng aja oke?"

"Ogheyyy!"

Astraga berjalan seperti tadi, paling depan dan buru buru mengantri.

"Sekalian dek!" Suara Velanda terdengar sedikit keras di belakangnya. Astraga langsung memasang wajah garang saat tau dia hanya mengantri sendiri.

Ia menggerutu dan menghitung orang yang mengantri di depannya, 10 orang bro. Lama.

Dan dia menunggu dengan sabar walaupun lama. Sesekali kepalanya menengok ke 3 babunya itu berjaga jaga agar ia tak di tinggal.

Bruk

Tiba tiba ada gadis yang menerobos antrian dan tanpa sengaja mendorongnya hingga Astraga terjatuh. Orang orang kompak menengok ke arahnya.

Genanda berjalan terburu dan membantu adiknya berdiri.

"Kakak apa apaan sih?! Aku kan ngantri duluan! Kok nyelip!"

"Sutt udah udah nggak papa." Genanda menengahi saat Astraga kesal.

Gadis itu bahkan hanya meliriknya dan membuang pemandangan. Seolah tak melakukan apa apa.

"Mbak nggak boleh kaya gitu loh mbak, nggak ngalah ya ama anak kecil?" Pria yang mengantri di belakang Astraga menyeletuk membela.

"Justru yang kecil harus ngalah sama yang gede." Nadanya menyolot dengan mata melotot ke Astraga.

"Kebalik! Lagian ngantri di belakang kenapa? Kan cuma 3 orang!"

"Kenapa nggak situ aja?"

Orang orang di sana mencibir mendengar jawaban dari gadis tersebut, tak tau malu sekali dia. Sedangkan Astraga sudah menangis di dekapan kakaknya. Genanda menatap tajam tepat di netra gadis itu dan menggendong Astraga yang sudah sesegukan.

"Nggak papa Aga, kita antri lagi ya?" Dia berjalan ke arah Rasendra juga Velanda yang hanya berjarak 2 langkah.

"Mau beli yang lain aja?" Rasendra mencoba menawarkan, agar anaknya tak lagi menangis. Velanda tak membuka suara, hanya terus menatap gadis tersebut.

Astraga tak jua menjawab, hanya sesegukan di ceruk leher Genanda.

"Permisi, kalian mau pesan varian apa ya? Kita akan membuatnya setelah kalian memesan."

4 orang itu menoleh, terkejut dan sedikit tak menyangka akan di hampiri oleh pegawai chattime tersebut. Pegawai tersebut menyodorkan menu minuman dan senyum ramah tamah, Velanda balas tersenyum dan mengambil menu yang di sodorkan, ia memperlihatkan menu menu tersebut di depan wajah adiknya yang memerah, melepas satu tali masker yang masih tersampir di telinga kiri.

"Mau pesen yang mana? Tuh udah di layain, nggak ngantri lagi."

Astraga malah kembali meneteskan air matanya dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher si sulung.

Si AlbinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang