2

10.4K 905 130
                                    

Nama=
Astraga yuan rasendra xelio bimantara alam syaputra aji pridanta jevan genanda sureus semesta bulan Jenggala adiapti heru velanda eraldi . ^^

Astraga dengan bangga mengumpulkan kertas berisi soal dan jawaban yang di kasih pak guru setelah menulis namanya secara asal. Ia menunggu nilainya dengan senyuman menawan hingga matanya menjadi sipit di balik kacamata bulatnya.

"Kok nama kamu samaan ya sama nama saya, nama kakak sama abang kamu juga ada, ngapain ditulis?" Pak Heru, guru homeschooling Astraga menggeleng. Ia memberi nilai 10 karena betul semua. Kepintaran Astraga menurun ayahnya.

"Pak guru, kasih soal lagi dong, biar lama belajarnya. Kalo udahan Aga bosen..."

Heru tersenyum, "oke, saya kasih kamu soal ips pelajaran yang udah lewat, kita tes kamu masih hafal nggak."

Astraga tersenyum bangga, ia mengangguk dan melepas kacamatanya. Tubuhnya ia majukan hingga menungging untuk melihat soal yang di tulis Pak heru, ia menyipit dan kembali mendekati kertas itu.

Spesies Albino kalau membaca pasti dari jarak dekat, kalau tidak nanti tidak terlihat, makannya Astraga memakai kacamata. Tapi tidak sering, kalau terus memakai kacamata, akan lebam di bawah matanya yang tersentuh kacamata itu, dia hanya akan menggunakan kacamatanya saat belajar saja. Kulitnya yang sangat putih ini sensitif, seperti cewe saja. Terkena pukulan sedikit sudah memerah. Jadi dari dia kecil, dia sudah biasa di olesi salep agar tak ada lebam di mana mana.

"Nah ini soalnya, kerjakan dengan benar, harus di isi walaupun asal oke?" Heru menyerahkan buku Astraga ke sang pemilik yang sudah di beri 15 soal essay (?). Astraga memakai kembali kacamatanya dan mulai fokus.

Heru tersenyum, ia memainkan rambut kuning tipis itu dengan lembut. Dia itu sudah mengajar dari Astraga belum bisa menulis dan membaca, cukup dekat dengan keluarga Rasendra ini.

"Pak guru, Aga lupa ini..." Astraga memajukan bukunya ke arah heru dan menunjuk nomor 9 yang ia tak tau jawabannya.

"Spoiler ya, suku jawabnnya, bukan negara, Nama suku awalannya dari H."

Astraga berfikir keras, ia mengetuk ngetuk pulpen di pelipisnya dengan pelan.

"AH!" Setelah berteriak mengejutkan Heru, Astraga buru buru menulis jawaban yang ia tau dan langsung menyerahkannya kembali ke Heru.

"Muehehe..."

Heru tertawa, dan mengecek jawabannya. Ia meneliti dari no awal dan akhir.

"Emm salah satu."

Ujaran dari Heru membuat Astraga melunturkan senyumnya di ganti raut sedih.

"Ih lupa. Nggak inget! Udah dari dulu itu pelajarannya." Ia membela dirinya sendiri enggan di salahkan, ekspresinya yang kecut membuatnya terlihat lucu.

Heru lagi lagi tertawa, "nggak papa ah, nggak usah gitu mukanya."

"Pindah yuk? Mataharinya mau ke sini nih." Heru melanjutkan ucapannya, ia menatap sinar matahari yang hampir memasuki kamar Astraga.

Iya, mereka belajar di sana, tepat di depan kaca balkon yang terbuka hingga angin pagi berkeliaran menyapa mereka. Dan matahari sudah mencapai balkon, lebih baik mereka pergi ke tempat lain.

Astraga setuju setuju saja, ia mengikuti pak gurunya yang lebih masuk dan duduk di sofa yang memang ada di sana beserta meja. Namun kakinya tak jadi melangkah ke sana.

"Pak guru, di ruang belajar aja, enak." Astraga memberi saran supaya tempatnya lebih nyaman.

Heru menurut, dia kembali berdiri dan mengikuti Astraga yang memasuki pintu yang nanti akan kembali bertemu 2 pintu di depan dan samping kiri. Pintu depan yang terbuat dari kaca buram adalah tempat baju dan aksesoris Astraga, sedangkan pintu samping yang juga terbuat dari kaca tapi tidak buram adalah ruang belajar milik Astraga yang sering di gunakan untuk homeschoolingnya.

Dan mereka akhirnya kembali melanjutkan aktivitas mereka...

°°°°°°

Astraga saat ini tengah menahan tangis dengan menatap manik kakaknya, Genanda. Mukanya memerah padam dengan mata berkaca kaca, hidungnya kembang kempis.

"Eng kakak maaf hiks maaf!" Ia akhirnya menangis dan meminta maaf walaupun kata akhirnya sedikit tinggi.

Genanda atau bisa di panggil Gendy oleh Astraga menggeleng dengan bibirnya yang berkedut.

"Tidak papa Aga, tidak sakit loh." Genanda mengangkat Astraga ke pangkuannya dan menahan tangan itu yang terus mengusap matanya hingga memerah.

Rasendra dan Velanda, abang Astraga hanya menonton di sofa yang berbeda.

"Tapi...tapi hiks tapi tapi."

"Topa topi topa topi, Topi~ saya~..." Velanda yang sudah jengah dengan kata kata adiknya menyela di akhir nada.

"Bundar~... hiks." Meski sedang menangis, Astraga melanjutkan lirik lagu yang di nyanyikan abangnya.

Semua terkekeh, Astraga malah kejer.

"Kaki kakak bolong!"

Genanda gemas, ia mencium pipi yang berwarna merah itu. "Hanya sedikit kan? Tidak sakit Aga..."

"Tapi...maaf."

Jadi kejadiannya tuh seperti ini...

Udh

Ulang,

Gini, Astraga sehabis belajar dia menggambar dengan pensil berceceran di sekelilingnya, dia berpindah ke ruang santai dan tengkurap di karpet berbulu. Lalu kakak dan abangnya datang, dan tanpa sengaja kaki kanan kakaknya mendorong pensil hingga yang lancip mengenai kaki bagian dalam kakaknya. Darah langsung mengacur, Astraga takut sekaligus merasa bersalah.

Di atas fakta, ngeri loh, kecil tp drhnya bnyk ue

Ilustrasi

Setelah Genanda di obati, Astraga menahan tangis dan mencoba menyembunyikannya walaupun orang orang akan tau kalau ia hendak nangis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah Genanda di obati, Astraga menahan tangis dan mencoba menyembunyikannya walaupun orang orang akan tau kalau ia hendak nangis.

"Maaf ya kakak." Sekarang dia mendusel dengan memasang wajah seimut mungkin.

"Ih itu muka apa keset? Butek banget ya." Velanda menyeletuk dengan jenaka.

Ngajak ribut emang.

Astraga menghiraukan Velanda, ia malah berjalan ke arah Rasendra dan menduduki kaki ayahnya hingga ia menjadi di pangku.

"Ngantuk..."

Setelah menangis, pasti ngantuk, lalu tidur, siapa itu?

Rasendra bersiap mengangkat putranya, namun di hentikan oleh Astraga yang kini duduk berpindah di Genanda.

"Mau sama kakak." Tangannya mengambil tangan besar kakaknya dan memilih jari kelingking untuk di emut. Genanda menahan tangannya dan menggeleng kepada adiknya.

"Nggak boleh, baby Aga sama ayah dulu, kakak kotor, soalnya kan dari luar, ya?" Genanda mengembalikan Astraga ke ayahnya, sang empu mengangguk saja.

"Cepet ya kakak."

Velanda terasingi, "BOCIL NYUSU JARI~~" Suaranya yang tak enak di dengar bersenandung dengan cetar membahana versi syahrinul.

Astraga menatap heran abangnya lalu menengok ke Rasendra, "Ayah ada orgil, ayo pergi nanti kena rabies guguk!"

TBC

VOTE AND KOMEN!

Si AlbinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang