JISOO
.
.
.Di sebuah rumah yang dikelilingi oleh Padang gandum, terlihat seorang wanita cantik tengah bermain gitar di bawah pohon ditemani seorang gadis remaja berusia 19 tahun yang ikut bernyanyi di sebelahnya.
Sebelum lagu yang dinyanyikannya selesai, mereka berdua tertawa. Puas dengan nyanyian mereka.
Tik!
"Eh?"
Kedua wanita cantik itu tertawa kecil. Ternyata senar gitar mereka putus. "Sepertinya viona merajuk minta diganti baru."
"Padahal baru saja kita ganti 2 Minggu yang lalu."
"Sepertinya kita harus cari senar yang lebih bagus."
***
Di pagi hari, sebelum matahari terbit, gadis berusia 19 tahun itu melihat dari jendela rumahnya sebuah kereta kuda yang mewah melintasi Padang menuju ke rumahnya. "Ibu. Ada kereta kuda datang."
Sang ibu tidak membalas ucapan anaknya. Di belakangnya, ia sedang menyeka air matanya dan mengemasi barang-barang gadis itu.
Tak lama setelah itu, seorang pria berbadan kekar dengan pakaian khas bangsawan memasuki rumah tersebut.
"Bagaimana kabarmu?" Pria itu mendekat mengecup bibir sang Ibu.
"Baik. Sebaiknya kita menjauh dulu."
Kedua orang itu menjauh dari gadis itu. Ia bercakap-cakap sebentar dengan sang ibu sambil sesekali menatap ke arah gadis itu.
Pria tersebut lalu mendekati gadis itu dengan perlahan. "Jisoo... Ini aku, ayahmu."
Mata Jisoo terbelalak. "Ayah?"
Pria itu pun mengangguk. "Apa kau ingin tinggal di istana bersama ayah? Di sana juga akan ada saudara-saudaramu yang lain."
Jisoo berbalik menatap ibunya. Kemudian kembali menghadap ayahnya. "lalu bagaimana dengan ibu?"
Wanita itu hampir menangis jika saja ia tidak bisa menahannya. Ia berjalan mendekati Jisoo dan memegang bahunya lembut. "Kau bisa membawa Viona, sayang." Ibu Jisoo memberikan gitarnya pada Jisoo.
"Ibu tidak bisa ikut, sayang. Kakek mu membutuhkan ibu di sini. Kamu saja yang pergi yah."
"Kenapa?" Tanya Jisoo dengan wajah murung.
"Nanti ibu akan menyusul, sayang. Tapi tidak sekarang. Kalau ibu pergi, siapa yang akan mengurus kakekmu di sebelah?"
"Tidak ada." Jawab Jisoo dengan suara kecil.
"Kan? Jadi, kamu saja yang pergi, sayang. Tenang saja. Kamu tidak akan kesepian di sana. Di sini kan kamu tidak punya teman. Kalau kamu di istana kamu bisa punya teman dan saudara baru."
Jisoo menunduk. "Baik, Ibu."
"Kau yakin tidak ingin ikut?" Tanya pria tersebut pada Ibu Jisoo.
Ibu Jisoo menggelengkan kepalanya. "Ayah membutuhkanku."
***
Jisoo berdiam diri di kamarnya sambil berbaring di atas kasur yang 2x lebih empuk dari kasur miliknya. Ia menatap seisi kamar yang luasnya melebihi luas rumahnya sendiri. Terdapat 6 tempat tidur, 6 lemari pakaian besar, 6 meja rias, 6 meja belajar, dan sebuah meja bundar di tengah ruangan yang di bawahnya dilapisi karpet yang nyaman. Dua di antara barang-barang tersebut yang berada di dekat jendela dan balkon terlihat seperti sudah ditempati orang lain. Ia menduga salah satunya adalah Jeonghan.
Pakaian Jisoo sudah diganti dengan yang lebih bagus. Tidak ada lagi noda cokelat bekas tanah dan tidak ada kulit gatal. Pakaiannya saat ini sangat nyaman.
'Apa selama ini ayah tinggal di istana semewah ini? Kenapa dia tidak tinggal bersama ibu? Jeonghan, Apa dia itu saudaraku? Tadi dia juga memanggil ayah kan.' Itulah yang memenuhi isi kepala Jisoo saat ini.
Tak lama, 2 orang gadis memasuki kamar, salah satunya adalah Jeonghan.
"Hai Jisoo." Jeonghan mendekati tempat tidur Jisoo. "Bagaimana? Apa kau suka di sini?"
Jisoo diam sejenak. "Mm... Ya, di sini luas sekali. Rumah ku saja tidak sebesar ini." Setelah itu, tatapan Jisoo terpaku pada gadis yang berada di belakang Jeonghan. "Siapa gadis itu?"
Jeonghan melirik pada gadis di sampingnya. "Hao, ayo kenalan. Ingat kata ibu kan. Dia kakak mu juga." Ucap Jeonghan dengan lembut.
Minghao berdiri di samping Jeonghan.
Ia pun maju dan menghampiri Jisoo. "Minghao." Ucapnya sambil menyodorkan tangannya.
***
"... Jadi seperti itu. Aku sempat bingung kenapa aku dan Hao harus pindah kamar. Ternyata karena ini."
Jisoo hanya diam mendengar cerita Jeonghan. Saat ini, hanya mereka berdua yang ada di dalam kamar tersebut. Setelah perkenalan singkat tadi, Minghao pergi untuk menjemput ketiga anak yang dilihatnya tadi.
"Rasanya aku semakin membenci ayah. Kau lihat kan? Berapa perbedaan umur kita. Itu berarti setelah melakukannya dengan ibuku dia melakukannya dengan ibumu? Yang benar saja?" Jeonghan mengambil jeda sejenak. Ia merasa Jisoo agak sedikit aneh. "Oh, maafkan aku Jisoo. Dalam hal ini aku tentu tidak menyalahkan ibumu. Ibumu sama sekali tidak salah apa-apa. Yang harus disalahkan di sini adalah Ayah."
Jisoo tersenyum. "Aku mengerti."
Setelah itu, pintu kamar terbuka. Minghao masuk ke dalam kamar, dan dibelakangnya, ada 3 gadis yang mengikutinya dan 6 pelayan wanita yang membawakan barang-barang ketiga gadis itu.
"Semuanya sudah lengkap, kak." Kata Minghao.
****_*****_****
KAMU SEDANG MEMBACA
The Six (svt gs)
FanfictionKeenam gadis bersaudara dengan latar belakang yang berbeda-beda dikumpulkan dalam satu istana oleh seorang Raja yang mereka sebut Ayah. "Kalian berenam, akan aku jodohkan kalian dengan para pangeran dari negeri Tarca. Jadi, PERSIAPKAN DIRI KALIAN!"...