Kami hanya mengabiskan waktu satu jam, lebih cepat dari biasanya. Waktu pelajaran yang Vallan berikan tidak pernah menentu, terkadang wanita tersebut akan sangat kejam dengan menahan kami selama tiga jam dan di waktu lain dapat sebaik saat ini. Mungkin tergantung dengan suasana hatinya yang sering kali berubah-ubah sama seperti arah embusan angin.
Aku masih mengingat bagaimana wanita tua tersebut terlihat sangat malas ketika menjelaskan tentang terbentuknya Ardent sebagai benua terbesar dan terkuat, kemudian menjadi sangat bersemangat saat membahas peperangan tujuh belas tahun yang lalu.
Mungkin saja Vallan sangat terobsesi dengan perang. Terlihat dari bagimana perubahan nada bicaranya dan dagu yang terangkat, saat mengatakan bahwa dirinya berdiri paling depan di medan perang kala itu. Merobohkan satu pasukan barisan depan yang jumlahnya puluhan ribu, hanya dengan satu tarikan napas. Terdengar begitu mendramatisir. Namun, bagian tersebut tentu akan selalu aku ingat. Bagaimana saktinya wanita yang terlihat rapuh itu.
Tidak mengherankan, bahkan Ayah pun takut jika harus mengganggu waktu beristirahatnya, walaupun ada hal yang mendesak, Ayah akan menunggu Vallan bangun dari tidur nyenyaknya. Daripada harus berurusan dengan amukan mematikan yang sejak dulu telah melegenda sepanjang hidup ribuan tahunnya.
Sang Perawal, seperti itu mereka menamai Vallan dalam sejarah. Dia yang pertama tercipta di tanah ini. Wujud aslinya tidak seperti yang sekarang, Vallan adalah sesuatu yang lain. Tidak menyerupai makhluk manapun di tanah ini. Tubuhnya yang sekarang adalah hasil pertukaran dengan imbalan besar kepada Tuan Agung kami.
Aku melihat Vallan seperti warna hijau zamrud dan kegelapan malam. Sama seperti aura misterius yang selalu mengelilinginya. Warna Sihir kuno dari Magya yang kuat serta menyesatkan, selalu terasa di setiap gerakan mata dan kata-kata yang terlontar dari bibir pucatnya.
"Kita yang lahir terlambat tentu menjadikan sejarah sebagai mata. Kemudian, melupakan kalau sejarah juga memiliki mulut untuk mengatakan yang berbeda dari yang terlihat."
Ada satu yang tidak pernah Vallan mau repot-repot jelaskan. Pemberontakan para bangsa Syrthio, yang menurutnya adalah dosa terbesar di tanah Ardent. Hingga menyebabkan ribuan makhluk fana kehilangan kesempatan untuk bernapas kembali. "Seharusnya mereka melindungi para makhluk fana, itulah tugas malaikat." Hanya itu yang Vallan katakan, ketika salah satu dari kami begitu penasaran tentang bagaimana bangsa tersebut dengan keturunannya yang biasa kami sebut sebagai Nephillim, melahirkan sebuah penghianatan besar. Sebuah kengerian yang tidak terlupakan oleh mereka yang terlahir lebih dulu.
"Apa yang kau pikirkan?" Reli menyikut lenganku. Kami berjalan di lorong Manor Utama, sesaat setelah pelajaran Vallan dibubarkan. Aku mengangkat bahu dan menggeleng ke arahnya. "Aku anggap itu iya." Desak Reli. Dan kemudian menghentikan langkahku dengan tarikan lembut di lengan atas.
"Jangan dengarkan Morian, dia gadis yang bermulut tajam." Jari-jari Reli bergerak menenangkan di sana.
"Aku memang tidak pernah mendengarkannya." Aku tersenyum ke arahnya. Menarik tangan Reli dan membawanya untuk kugenggam dengan sebelah tangan yang lain. "Aku harus menemui Ayah, jangan terlalu bersemangat untuk membunuh." Seringai di wajah cantiknya terbit seperti cahaya-cahaya tajam dari matahari saat fajar membumbung.
"Aku tidak bisa jika tugasku adalah melindungimu." Kuputar mataku dengan malas.
Reli tertawa keras tanpa memedulikan akan ada yang melihat sikapnya yang jauh dari kata sopan. Aku menggenggam tangannya lebih erat, meremasnya sebagai bentuk peringatan.
"Baiklah, aku tidak akan melukai teman lemahmu saat berlatih nanti." Matanya mengedip sebelah ke arahku. Melepaskan tautan tangan kami dan kemudian berjalan kearah lorong di sebelah kirinya. Aku masih mengamati Reli bergerak menjauh, hingga gadis tersebut membalikkan badan, menatap dengan pandangan menggelikan dan senyum keji di bibir merahnya. "Aku berharap Ayah tidak merencanakan perjodohan konyol untukmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rose And Betrayal
FantasyTera harus menutup sebuah rahasia besar yang di beritahukan oleh Ayahnya. Rahasia yang sekaligus menjadi peringatan kematian yang akan datang kapan pun, jika Tera lengah. Bersama dengan sang Ayah, Tera membangun kekuatan dalam dirinya. Melatih kemam...