THE ROSE | 4. Algaine

15 6 12
                                    


Embusan angin dingin menerjangku, berputar di sekeliling layaknya predator yang tengah menandai teritori mangsanya. Pergerakan angin tersebut menekan di setiap sisi tubuhku, yang perlahan semakin merapat dan akhirnya membungkusku bagaikan kepompong yang pernah dibuat Vallan untuk menakuti kami pagi tadi. Suhunya mampu membuatku menggigil, hingga terasa membekukan setiap tulang. Aku masih tetap berusaha meraih udara untuk paru-paruku, tapi ketersediaannya terasa kian menipis seiring dengan kuasa yang kian menekan. Dan dadaku mulai sesak, bak terhimpit benda berat.

Semuanya terjadi sangat cepat. Rahasia yang kuketahui, kepergiaanku yang berujung pada tempat terkutuk ini, dan beban yang menindihku beberapa saat telah hilang begitu saja. Saat akhirnya tubuhku jatuh menelungkup. Pusaran di sekeliling berhenti, meninggalkan udara kosong yang dingin dan kali ini aku kembali berusaha meraupnya dengan tergesa-gesa. "Lemah." Ucap lelaki tersebut.

Kepalaku terangkat, melemparkan pandangan tajam ke arahnya sekejap, sebelum berakhir dengan mengamati keadaan sekitarku. Ketakukan kini membanjiri lebih cepat dari sebelumnya. Aku telah kembali berada di tempat baru, sebuah ruangan temaram dengan dinding hitam lembab, serta lantai di bawahku juga terasa dingin dan licin. Pandanganku terpaku saat mendapati benda lurus yang tertanam kokoh dari atas hingga ke dasar lantai. Mengisi keseluruhan sisi lain ruangan di depan sana, jumlahnya banyak dan ditata berjejer rapi, hingga menjadi penghalang yang menakutkan. Benda tersebut berjarak kurang lebih sepuluh langkah dari balik punggung lelaki yang tengah berdiri memandangiku. Tatapannya lebih dingin dari suhu ruangan ini.

Kupaksa tanganku untuk menumpu dan tungkaiku dengan lemas berusaha menopang tubuhku yang bergetar samar. Kali ini aku tidak takut untuk menatap langsung pada matanya. "Tindakanmu lancang!" desisku, dengan gigi terkatup.

Menahan amarah dan menahan udara dingin yang semakin menusuk-nusuk. Pakaianku yang setengah basah kian memperburuk keadaan dan membuat tubuhku tidak berhenti menggigil. Seakan memperjelas ucapan lelaki tersebut beberapa saat lalu. Lemah.

"Kau tahanan," ucapnya, sambil berbalik. Sikap abgkuhnya membuatku marah, perlawananku bahkan tidak pernah terwujud dan lelaki tersebut telah bertindak sedemikian rupa, hingga nyawaku serasa akan menghilang beberapa saat lalu.

Sikap kasar lelaki tersebut tidak membuatku berhenti dan menerima ucapan konyolnya begitu saja. Kakiku terdorong untuk mendekat bersama dengan tangan yang terulur berharap dapat meraih tunik lengannya. Sedikit lagi, jika tidak ada sesuatu yang tidak kasat mata menghantamku, hingga tubuhku terpental ke belakang dan menghantam dinding keras nan lembab. Meninggalkan rasa nyeri yang tidak berkesudahan.

Aku meringis dan terbatuk kasar. Tulang punggungku serasa menghabur dan meninggalkan kekosongan yang menyakitkan. Ngilu kini menjalari lengan kananku, menyebar dengan cepat dari pergelangan yang terkilir, dan menjadikan keseluruhan sebagai sarang menyakitkan.

"Kau tidak bisa menahanku, aku bukan tahanan!" Teriakku dengan lutut tertekuk, menumpu di lantai basah.

Namun, lelaki tersebut menulikan pendengerannya, kembali berbalik dan memberikan tanda kepada seseorang berseragam lengkap yang muncul dari balik belokan lorong gelap di depan sana. Pakaiannya sewarna arang, seolah menyatu dengan bayang-bayang yang menari-nari di dinding. Tangannya berlapis sarung kulit berwarna hitam, serta lars besar yang seolah menggemakan suara kematian, keduanya melangkah kian mendekat kearah jeruji perak. Berhenti dengan hati-hati di depan benda terkutuk tersebut. Tangannya menggenggam serangkaian kunci yang tergantung di dalam cincin kuningan besar dan dengan lihai memasukkan anak kunci, memutarnya hingga pengait dari kuncian terlepas.

Lelaki tersebut berjalan melewati pintu jeruji, memberikan perintah dengan menganggukkan kepalanya sekali lagi, sebelum menghilang dengan cepat. Tangan bersarung itu kembali bergerak, membiarkan kaitan antar kunci menyatu kembali. Semua makhluk di Ardent membenci perak. Begitupun dengan prajurit bersarung tangan dan lelaki tersebut. Mereka semua memiliki kelemahan. Tidak. Kami semua lemah.

The Rose And BetrayalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang