Ini adalah kali ketiga aku kembali berada di ruang latihan. Namun, saat ini tidak bersama dengan Julius, karena lelaki tersebut sedang ditugaskan Ayah untuk berjaga di perbatasan. Tersisa tiga hari lagi saat kereta Gryfder akan datang menjemputku dan Reli. Maka saat itu tiba, penghalang kami harus dilonggarkan karena sesuatu yang datang bersama dengan kereta tersebut. "Mereka datang dengan makhluk Purba."
Ayah berada di depanku, berdiri dengan tubuh tegap dan gerakan dada yang naik turun secara konstan. Diam-diam aku mengikutinya, menarik sebanyak-banyaknya udara untuk mengisi penuh dua paru-paru di dalam sana. Ayah tidak memberikan instruksi apa pun sejak dua puluh menit yang lalu, dia hanya mengatakan bahwa kita akan berlatih pengendalian. Namun, kata-katanya berakhir di sana dan kami berlanjut dengan keheningan.
Sudah hampir puluhan kali aku menarik napas dan sesekali mencuri lirikan untuk memastikan apakah Ayah telah berubah posisi. Namun, posisi diamnya masih bersarang. Kedua mata Ayah terpejam, tubuhnya seolah seperti patung yang baru saja dipahat. Aku mengintip dari balik bulu mata sekali lagi, mengamati sekeliling yang mungkin saja akan terdapat jebakan seperti yang diajarkan Julius tempo hari. Tidak boleh lengah walaupun musuh sedang dalam keadaan tenang.
Beberapa menit kembali bertambah dan satu gerakan berhasil tertangkap olehku. Seketika kewaspadaan mengencang. Ayah membuka matanya, tidak ada perubahan apa pun. Wajahnya setenang saat awal kami bertemu, tubuhnya tidak menunjukkan pertahanan yang defensif dan Ayah terlihat seolah tidak ingin melancarkan serangan.
"Kau sudah bisa merasakannya?" Kedua alisku melengkung, tertarik ke atas dengan cepat. Aku menggeleng karena pertanyaan membingungkan barusan.
Ayah selanjutnya berjalan mendekat, kedua tangannya terjalin di belakang tubuh. Satu yang kupahami sekarang, jika Ayah tidak ingin pertarungan. "Kau tidak bisa merasakan kuasa di dalam sana, benar?" Kali ini aku mengangguk. "Tapi, terkadang aku bisa memanggilnya dengan mantra—"
"Dan susah payah." Potong Ayah. Aku mengangguk, memikirkan kembali bagaimana susahnya untuk dapat membangkitkan kuasa kecil tersebut. Bahkan pendarnya terasa jauh dan samar, perlu konsentrasi penuh untuk dapat membangkitkan secuil saja.
Sejak pertama berada di kelas Lasura, aku seperti makhluk fana yang mati rasa. Tidak mampu merasakan kuasa sedikit pun, apalagi memanggilnya. "Kurasa segel yang dibuat orangtuamu bukan omong kosong belaka." Sudut bibirku berkedut, Ayah mengedipkan satu matanya dan tersenyum jenaka.
"Kau harus merasakan kuasa-mu untuk bisa mengendalikannya." Ayah berhenti, menyisakan sepuluh langkah di antara kami. Jalinan tangannya terlepas dan bergerak ke depan, dengan bagian dalam telapak tangan yang menghadap ke atas.
Pandangan Ayah tertuju ke permukaan tangannya, begitupun denganku. Menatap lekat-lekat tangan tersebut. Hingga sesuatu mengejutkan mulai terbentuk di sana, aku melihat kuasa makhluk lain berada di atas tangan Ayah. Berputar membentuk corong ke atas, pusarannya kuat walaupun ukurannya kecil. Algaine.
"Kau tahu, semua makhluk bisa menjadi makhluk lain." Aku masih mengamati putaran angin kecil di tangan Ayah. Kuasa itu adalah salah satu milik bangsa Algaine. Para Vampire mengendalikan elemen dasar di alam ini. Dan api adalah yang paling kuat, sesuai dengan cerita dalam buku yang Vallan berikan pada kami.
"Tapi, semua ini tidak akan merubah takdir sejatimu. Kuasa ini tidak akan merubah dirimu yang sesungguhnya." Pandanganku terangkat, melihat mata cerah yang juga tengah memandangiku.
"Saat kau berhasil berada di Gryfder, kau tidak akan punya waktu untuk menghela napas. Ketika kau tahu hari itulah awal pertarunganmu." Pusaran di tangan Ayah mengecil hingga benar-benar menghilang. Mencipratkan debu berkilau di udara. Aku mengamati pergerakannya yang terus ke atas, hingga benar-benar tersamarkan dengan cahaya yang menyongsong dari celah pahatan dinding.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rose And Betrayal
FantasyTera harus menutup sebuah rahasia besar yang di beritahukan oleh Ayahnya. Rahasia yang sekaligus menjadi peringatan kematian yang akan datang kapan pun, jika Tera lengah. Bersama dengan sang Ayah, Tera membangun kekuatan dalam dirinya. Melatih kemam...