Part 6

10.6K 1.3K 16
                                    

"Iris! Madam Elle sudah datang! Ayo pergi ke kelas dansa bersama!"

Pagi yang tenang mendadak heboh setelah teriakan Chelsea. Iris yang tengah menikmati sinar matahari pagi di balkon terkejut saat pintu kamarnya di dobrak terbuka tiba-tiba. Untung saja ia tidak duduk di pagar pembatas, atau dirinya akan berakhir jatuh memeluk tanah di bawah sana. 

Iris berbalik dengan tatapannya yang tertuju ke arah pintu. Melihat Chelsea yang sudah siap dengan pakaian latihan dansanya, Iris speechless. Ah, benar sekali. Sebagai seorang Lady, ia harus mempelajari segala hal terkait kehidupan yang elegan. Salah satunya dansa dan tata krama.

"Kamu masih memakai piyama? Sudah jam berapa ini?" tanya Chelsea tak percaya saat melihat penampilan adik perempuannya.

"Hoam...," Iris menguap malas sambil menutup mulutnya dengan tangannya. Matanya sedikit menyipit, membuatnya benar-benar terkesan malas. Chelsea mendadak mendapatkan perasaan aneh kalau adiknya yang ia kenal tiba-tiba berubah.

"Aku sangat mengantuk, tidak mau pergi," ucap Iris. Ia melangkahkan kakinya ke tempat tidur lalu membaringkan dirinya di kasur.

Chelsea mengerutkan keningnya melihat tingkah laku Iris yang benar-benar berbeda dari biasanya. Bukankah dia paling suka kelas dansa? Kalau bukan karena Iris, Chelsea tidak akan pernah menginjakkan kakinya di kelas dansa. Itu terlalu merepotkan dan membuatnya kehilangan kesabaran.

"Lalu apa rencanamu? Tidur seharian?" tanya Chelsea penasaran.

"Yah, itu juga bagus," jawab Iris tanpa semangat.

Melihat penampilan adik perempuannya yang lemah dan suaranya yang mengantuk, Chelsea sebagai seorang kakak yang baik memutuskan untuk tidak menggangu waktu tidur adiknya. Setelah mengucapkan selamat tinggal dan semoga mimpi indah, Chelsea melenggang pergi dengan ekspresi senang di wajahnya. Bagus sekali, dia bisa bolos kelas hari ini!

Sementara itu, Iris di kamar, yang tadinya sudah membenamkan diri di dalam selimut, mengeluarkan kepalanya dan melihat sekelilingnya sekilas. Setelah tidak mendapati orang lain di manapun, ia keluar dari selimutnya dan turun dari tempat tidur. Kehidupan terakhirnya itu benar-benar melelahkan. Jadi saat ini, Iris hanya ingin bersantai. Melihat sofa panjang yang empuk di tengah ruangan, gadis itu langsung mengambil keputusan untuk berbaring di sana.

Jadi, saat Charlos masuk ke kamar Iris, pemandangan inilah yang ia lihat. Adik perempuannya tengah berbaring di atas sofa panjang dengan muka pucat dan mata terpejam. Pemuda itu nyaris jantungan di tempat. Ia bergegas memeriksa Iris dan baru menarik napas lega setelah yakin adiknya masih hidup.

Kakak laknat emang.

"Kak, apa yang kamu lakukan di kamarku?" tanya Iris sambil menatap Charlos dengan tatapan menyelidik dan bibir cemberut.

"Hanya melihat-lihat," jawab Charlos kaku.

"Jangan berbohong. Kamu jelas mencari Kak Chea, 'kan?" Iris menatap Charlos dengan tatapan seolah mengatakan 'aku tahu kamu bohong padaku'!

"Hehe," Charlos memalingkan mukanya sambil menggosok ujung hidungnya.

Iris menghela napas singkat. Ia bangun dan duduk berselonjor dengan punggung bersandar di pegangan sofa. Ia menguap kecil sambil mengedipkan matanya dengan cepat. Charlos sendiri mendudukkan dirinya di sofa di samping Iris. Kedua kakinya tumpang tindih sementara kedua tangannya terlipat di belakang kepala.

"Jadi, apa kamu tahu di mana Chelsea? Aku tidak bisa menemukannya di manapun sejak tadi," tanya Charlos to the point. Karena sudah ketahuan, untuk apa ia sembunyikan lagi?

"Tidak tahu," jawab Iris singkat.

"Benar-benar tidak?" tanya Charlos menyelidik.

Bugh!

Sebagai hadiah, ia langsung mendapat lemparan bantal sofa dari adik bungsunya itu. Sayang sekali dia tidak sempat menghindar sehingga kepalanya sukses tertabrak bantal sofa. Untung saja bantalnya empuk.

"Dua jam yang lalu, dia mengajakku ke kelas Madam Elle, tapi aku terlalu malas untuk pergi. Setelah itu, aku tidak tahu ke mana Kak Chelsea pergi," jawab Iris menjelaskan dengan singkat.

Charlos memasang ekspresi terkejut seolah-olah ia mengetahui sesuatu yang sangat-sangat-sangat rahasia. Melihat ekspresi kakaknya ini, Iris jadi geli sendiri. Ia mendapat dorongan untuk melemparkan bantal lagi, namun satu-satunya bantal sudah ia lempar beberapa saat yang lalu.

"Ngomong-ngomong soal Madam Elle, ayah mungkin akan menanyai kalian berdua nanti," ucap Charlos memberitahu.

Sudut bibir Iris berkedut tanpa sadar. Oh, bagus. Dia lupa kalau ayahnya sangat-sangat mementingkan pelajaran anaknya. Malam ini, dia mungkin harus menyiapkan mental untuk mendengar omelan ayahnya. Membayangkan bagaimana ekspresi ayahnya, ekspresi Iris mendadak kaku. Tapi kali ini, sepertinya ibunya juga akan ikut mengomel.

Iris kemudian memejamkan matanya. Lalu, memangnya kenapa? Itu hanya omelan singkat. Dia sedikit merindukan omelan orang tuanya, seolah-olah ia sudah lama tidak mendengarnya. Tapi itu memang benar. Setelah keluarganya ditetapkan sebagai pengkhianat di kehidupannya yang sebelumnya, lalu menghitung entah berapa lama waktu yang Iris habiskan saat tinggal di ruangan aneh itu, waktu memang sudah berlalu sangat lama baginya.

"Sebagai kakak, aku hanya bisa mengatakan, semangat," ucap Charlos dengan sudut bibirnya terangkat.

Emosi Iris tersulut.

"Terima kasih pengingatnya dan semangatnya!" balasnya penuh penekanan.

Charlos tertawa. Ia berdiri lalu mengacak rambut Iris, membuat si empunya rambut cemberut. Dengan kejam, Iris memukul punggung tangan kakaknya ini. Charlos hanya membalasnya dengan tawa yang semakin keras. Sebelum Iris bisa mengambil bantal di sofa lainnya, Charlos langsung berlari keluar dari kamar Iris.

"Jangan terlalu ganas, Bell!" serunya sambil berlari. Ia bahkan tidak lupa menutup pintu kamar Iris.

Iris meledak. "Charlos menyebalkan!! Siapa yang kamu panggil Bell, hah?! Awas saja, jangan sampai aku melihatmu lagi!"

Iris menatap pintu dengan tatapan penuh permusuhan. Jika pintu punya nyawa, dia mungkin sudah berkeringat dingin sekarang. Untung saja dia tidak punya nyawa, atau dia mungkin sudah terbunuh di bawah tatapan tajam Iris.

Mendengar suara tawa mengesalkan yang sekarang sudah menghilang, Iris menggembungkan kedua pipinya. Ekspresi kesal terlihat jelas di wajahnya. Gadis itu mendengus. Panggilannya memang ada dua, pertama Iris, dan yang lain Bella. Kebanyakan orang memanggilnya Iris atau Irisbella. Hanya Charlos yang akan dengan santai memanggilnya dengan panggilan keduanya, Bella.

"Hmph! Aku kehilangan minat untuk malas-malasan sekarang!" gerutu Iris.

"Kalau bukan karena dia kakakku, sudah aku lempar dia ke kolam sebelah!"

Karena Mansion Alastair pada pagi menjelang siang ini sepi, Iris akhirnya memutuskan untuk berkeliling setelah berpikir untuk sekian lama. Dia juga sudah agak lupa dengan struktur tempat tinggalnya sendiri. Akan bagus jika dia bisa menggunakan waktu luangnya untuk mengingat segala hal yang sudah ia lupakan.

Iris membuka lemarinya dan mengeluarkan sebuah syal biru lembut. Ia bahkan tidak repot-repot melirik gaun di dalam lemarinya. Pikiran untuk mengganti baju bahkan tidak terlintas di kepalanya. Ia hanya menyelimuti bahunya dengan syal biru yang baru ia ambil. Setelah mengenakan sandal berbulu di bawah tempat tidur, Iris keluar dari kamar dan memulai perjalanan kecilnya.




.

.

.

.

.






Charlos jahil emang 😂

Btw, panggilan Bell oke juga, kan?? 🤔



See you another day ~ ^^

I'm a Villain? Oh, Just RelaxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang