Part 14

7.5K 1K 14
                                    

Reon berjalan di lorong istana dengan ekspresi kesal. Sejak tadi ia mencari Alex dan Dylux namun tidak menemukan mereka di manapun. Pemuda itu rasanya ingin sekali mengumpat kesal. Namun ia harus menahannya karena ayahnya lah yang memerintah dia untuk mencari dua orang itu.

"Sial! Hanya pangeran tahanan, beraninya dia membiarkanku mencarinya?!" gumamnya berbisik.

Reon akhirnya berhenti di depan ruang studi. Ia menarik napas dalam-dalam dan bersiap menekan emosinya begitu melihat kedua orang itu. Namun, setelah pintu dibuka, hanya ruangan kosong yang menyambutnya tanpa hawa keberadaan manusia sedikit pun.

Reon menatap kosong. Detik berikutnya, suara teriakan terdengar di lorong istana.

"Pengawal! Di mana Pangeran Grand dan Duke Muda Andersen?!"

Seorang pengawal dengan cepat berlari dan memberi hormat pada Reon. Tanpa mengangkat kepalanya, ia menjawab pertanyaan pangeran mahkota kerajaan Oswald itu.

"Maaf Yang Mulia, saya tidak melihat kedua tuan muda sejak siang ini."

'Tak berguna!' pikirnya membentak.

Reon menahan emosinya lalu melambaikan tangannya, "baiklah, kau bisa pergi. Saat bertemu dengan mereka nanti, katakan kalau ayahku mencari," ucapnya lalu langsung meninggalkan ruang studi.

"Baik, Yang Mulia."

***

Di sisi lain, dua orang yang sejak tadi di cari Reon, saat ini sedang duduk di sofa bersama Duke Alastair. Bahkan Tuan Muda Pertama, Astra dan Tuan Muda Kedua, Charlos juga ikut duduk bersama mereka saat keduanya baru saja melangkah masuk ke dalam mansion. Karena tidak tahu apa-apa, keduanya saling pandang dengan tanda tanya di tatapan masing-masing.

"Ayah, apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Astra.

"Biarkan aku bertanya, ke mana kalian siang ini?" Duke Alastair balik bertanya.

Astra dan Charlos kembali bertukar pandangan sebelum memutuskan untuk menjawab dengan jujur.

"Aku pergi mengawasi para prajurit latihan hari ini," jawab Astra. Duke mengangguk lalu mengalihkan tatapannya pada Charlos.

"Aku bersama kakak dan ikut latihan dengan para prajurit," jawab Charlos.

"Bagus," ucap Duke Alastair singkat membuat Astra dan Charlos semakin bingung.

Saat akan bertanya lagi, Duke sudah bangkit dan berjalan ke lantai dua. Astra melihatnya sejenak sebelum memutuskan untuk tetap duduk di sofa. Charlos sendiri memilih untuk mengikuti kakaknya. Keduanya kemudian mengalihkan perhatian mereka pada dua orang lain yang duduk diam sejak tadi.

"Uh, Pangeran, apa kalian tahu apa yang terjadi sekarang?" tanya Charlos sambil memegang lehernya gugup.

"Tidak perlu kaku, panggil saja aku dengan namaku," ucap Dylux lalu menoleh ke arah Alex. "Dia juga," lanjutnya.

"Untuk apa yang terjadi, mungkin lebih tepat jika mendengar penjelasan Duke Alastair," jawab Alex.

"Lalu, kenapa kalian ada di sini?" tanya Astra.

Alex memalingkan mukanya saat mendengar pertanyaan itu, menolak untuk menjawab. Dylux yang melihatnya hanya bisa pasrah menerima nasibnya untuk menjelaskan.

"Kami pergi, ekhem, bermain ke kota dan tanpa sengaja bertemu dengan Nona Chelsea dan Nona Iris. Lalu Duke membawa kami ke sini," jelas Dylux singkat.

Charlos berkedip singkat sebelum mengalihkan tatapannya pada Astra.

"Apa yang mereka berdua lakukan di kota?" tanyanya tidak percaya.

"Chelsea mungkin kabur seperti biasa," jawab Astra tenang. "Kalau Iris, aku tidak tahu. Mungkin Chelsea membawanya pergi," lanjutnya.

Astra mendadak sakit kepala. Wah, bagus sekali, sepertinya masalah hari ini tidak akan bisa diselesaikan dengan mudah. Yah, setidaknya di antara Chelsea, Iris dan ayah mereka. Kalau Alex dan Dylux? Astra yakin ayahnya hanya akan melepaskan mereka setelah meninggalkan beberapa patah kata.

"Bukankah Iris baru sembuh?" tanya Charlos tidak setuju.

"Jangan tanya aku, aku tidak tahu," ucap Astra seolah kehilangan jiwanya. Ia menyandarkan punggungnya ke sofa lalu menutup matanya dengan lengan kirinya.

Alex dan Dylux melirik satu sama lain saat mendengar ucapan Charlos. Penasaran, Alex memutuskan untuk bertanya.

"Baru sembuh? Apa dia sakit atau mengalami kecelakaan?"

Charlos melirik Astra sejenak saat mendengar pertanyaan Alex. Astra yang awalnya jiwanya sudah melayang entah ke mana sekarang kembali sadar. Hanya saja, ia tidak merapikan postur duduknya. Toh ini juga rumah dia dan dia juga lumayan dekat dengan Alex dan Dylux.

"Tubuh Iris lemah sejak kecil. Kalian sudah lama tinggal di sini dan tentunya kalian sudah mendengar rumor tentang itu. Sejujurnya itu bukan rumor belaka, tapi memang fakta. Beberapa hari yang lalu, Iris jatuh sakit setelah terkena panas terlalu lama. Baru kemarin kondisi tubuhnya membaik dan sekarang kondisinya mungkin memburuk lagi," jawab Astra setengah jujur setengah bohong.

Tubuh adik bungsunya yang lemah sejak kecil itu fakta, namun penyakitnya tidak. Astra tidak akan membocorkan soal Iris yang hilang seharian penuh tepat saat terjadinya fenomena aneh di berbagai tempat. Ia tidak mau hilangnya Iris dikaitkan dengan fenomena tersebut yang mungkin mendatangkan bahaya untuk gadis itu. Jadi, bagi Astra, mengarang hal seperti ini lebih baik untuk keselamatan Iris.

Alex dan Dylux mengangguk paham. Charlos yang merasa mereka mungkin akan menunggu ayahnya turun cukup lama, berdiri dan meminta pelayan membawa makanan dan teh.

"Akan lebih baik kita bercerita di temani dengan cemilan kecil. Lagi pula, hari sudah telat," ucapnya diangguki tiga orang lainnya tanda setuju.


***


Duke berjalan menuju kamar Iris. Para pelayan itu mungkin sudah selesai mengobati lukanya. Untuk masalah Chelsea, Duke memilih menyerahkannya pada istrinya. Ia sudah angkat tangan untuk mengajari putrinya yang sebelas dua belas dengan Charlos itu.

Duke membuka pintu kamar Iris dan masuk ke dalam. Ia kira dia mungkin melihat putrinya duduk di tempat tidur atau sofa. Namun, yang ia lihat sangat jauh dari bayangannya. Jangankan yang lain, luka di leher Iris bahkan belum di obati sama sekali. Gadis itu berdiri di sudut ruangan, bersikeras menolak lukanya diobati sementara para pelayan hanya bisa berdiri di sekitar dengan cemas.

"Ada apa ini?" tanyanya.

"Menjawab Duke, Nona Muda tidak ingin kami mengobati lukanya," jawab seorang pelayan terdekat.

Mendengar jawaban itu, Duke Alastair mengalihkan tatapannya pada Iris. Ia mengerutkan keningnya saat melihat putrinya yang sangat ingin bersembunyi. Postur ini seolah-olah seperti perlindungan diri? Tapi dari apa? Diam-diam, Duke Alastair mengaitkannya dengan hilangnya Iris saat itu.

"Kalian boleh keluar," ucap Duke.

Para pelayan mengangguk lalu keluar dari kamar Iris satu per satu. Sekarang, hanya ada Duke dan Iris di dalam kamar. Melihat ayahnya yang berjalan mendekat ke arahnya dengan kotak obat di tangan, Iris tanpa sadar melangkah mundur.

Tatapan gadis itu penuh dengan kebingungan dan kecemasan. Sejak ayahnya menyentuh lukanya, rasa takut dan cemas yang aneh menjalar di tubuhnya. Iris merasakan emosinya hampir lepas kendali. Jadi ia dengan putus asa menolak para pelayan yang ingin mengobati lukanya.

Tapi sekarang, yang ada di sana adalah ayahnya. Iris tidak yakin dia bisa menghindar kali ini.








***








Hohoho, Iris berhadapan langsung dengan Papa Alastair, apa yang akan terjadi??

Maaf telat update yaa, see you next part~~❤️

I'm a Villain? Oh, Just RelaxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang