Dua Bulan Kemudian
Dulu aku menangisi Aldebaran demi menerima pernikahan dengan Mas Azzam, dan sekarang terbalik. Aku menangisi Mas Azzam demi menerima pernikahan dengan Aldebaran. Aku yakin, bahkan sangat yakin. Jika kisah cinta segitiga ini tidak akan pernah berakhir untuk selamanya. Karena kini jiwa Mas Azzam dan Aldebaran akan melebur menjadi satu dalam diriku. Aku sadar, semua ini tidak akan pernah adil untuk mereka berdua. Tapi aku bisa apa? Di saat aku sendiri tak pernah yakin dengan pemilik hatiku yang sesungguhnya.
Aku hanyalah raga hampa karena dipermainkan oleh rasa dan cinta. Bahkan aku tak pernah mengerti apa definisi sebuah cinta sejati. Katanya, cinta itu menenangkan? katanya, cinta itu menentramkan? Tapi nyatanya di saat aku baru merasakan itu semua Allah mencabutnya tanpa aku pernah siap sedikit pun. Seketika aku kehilangan arah dan tujuan. Lalu kini aku harus terperangkap dalam dilema panjang tak bertuan. Kini aku harus menjalani hidup bersama Aldebaran, di balik bayangan Mas Azzam.
"Belum tidur?"
Pertanyaan itu sukses menyadarkan Adiva dari lamunannya. Gegas Adiva menutup buku agenda milik Azzam. Beberapa menit yang lalu Adiva menggoreskan tinta di sana. Menuangkan segala beban di hatinya. Di samping tulisan tangan milik Azzam, Adiva mencurahkan segala isi hatinya, berharap Azzam mengerti dan memahami dirinya. Bahwa hidup tanpanya adalah ujian terberat.
"Apa kamu tidak bahagia?" ucap laki-laki yang baru beberapa jam lalu telah resmi menjadi suaminya tersebut.
Adiva meletakkan buku agenda milik Azzam di nakas lalu menatap laki-laki itu dengan sorot tak terbaca. Tanpa Adiva duga, laki-laki itu mendekat lalu bersimpuh di hadapannya. Memaku bola mata indahnya tanpa sedikit pun memberikan kesempatan untuknya berpaling. Laki-laki itu meraih kedua tangannya lalu memberikan kecupan di sana.
"Entahlah!" jawab Adiva sembari mengedikkan kedua bahu dan menarik kedua tangannya dari genggaman tangan laki-laki itu secara paksa.
Sungguh Adiva belum siap bersentuhan dengan laki-laki lain. Rasanya begitu aneh saat menyadari jika dirinya kini telah menyandang status sebagai seorang istri untuk yang kedua kalinya. Setiap laki-laki itu menyentuhnya seketika itu pula bayangan Azzam hadir di sana. Adiva tahu ini dosa besar. Tapi untuk menepis semua tentang Azzam adalah hal yang mustahil akan dilakukannya.
"Ayolah Sayang ... Ini malam pengantin kita. Jangan sampai kamu menangis, trus mata kamu bengkak. Yang ada besok aku dituduh memperkosa kamu kan nggak lucu," ucapnya dengan ekspresi paling menyebalkan menurut Adiva.
"Al ... kamu bisa nggak sih nggak ngomong sembarangan!" kesal Adiva lalu beranjak dari tempatnya. Meninggalkan Aldebaran yang masih bersimpuh di sisi ranjang.
Aldebaran tersenyum jahil seraya bangkit lalu duduk di tepian ranjang, tepat menghadap ke arah Adiva yang saat ini duduk di kursi meja rias. Adiva memang sudah mengganti gaun pengantinnya dengan gamis biasa tapi belum sempat membersihkan sisa make up di wajahnya. Tadi setelah para tamu undangan pulang Adiva langsung masuk ke dalam kamar sedangkan Aldebaran masih harus menemui keluarganya.
"Jangan lihat-lihat! Sholat sana!" Kesal Adiva merasa terganggu pergerakannya karena Aldebaran yang terus saja memperhatikan dirinya.
"Sholat bareng!" balas Aldebaran lalu beranjak. Aldebaran mulai melepaskan jas dan kancing kemejanya satu persatu tanpa memedulikan kekesalan Adiva.
"Al ganti baju di kamar mandi bisa kan?" protes Adiva saat melihat Aldebaran yang hampir saja melepaskan kemejanya. Bahkan saat ini dada Aldebaran hampir terekspos dengan sempurna di hadapan Adiva.
Melihat wajah Adiva yang tampak memerah membuat Aldebaran semakin ingin menggoda perempuan itu. Aldebaran mendekat lalu berdiri di belakang Adiva. Tatapan mereka bertemu melalui pantulan cermin di sana. Senyuman merekah di bibir Aldebaran melihat istrinya yang mulai merajuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Hati Satu Cinta (End)
RomanceRate 18+ Blurb Perpisahan dengan seorang sahabat terbaik beserta dengan cinta pertamanya tentulah hal yang tak mudah bagi Adiva Dania Khanza, gadis berusia 18 tahun itu. la terisak tatkala harus melambaikan tangannya melepas Aldebaran Malik pergi me...