3/10

781 129 55
                                    


Jeffrey menatap Joanna yang kini tampak diam saja. Perasaannya ikut gundah karena dulu---dia juga tahu jika Johnny dan Joanna sempat dekat. Namun tidak sampai pacaran karena Johnny harus kembali ke California untuk melanjutkan studi S3.

"Aku pulang sekarang, aku tunggu di apartemen jam lima."

Setelah mengecup pipi kanan Jeffrey, Joanna langsung melenggang pergi. Tanpa melirik apalagi menyapa Meta yang saat ini sedang tersenyum tipis.

"Kau lihat sendiri, kan? Dia pasti masih memiliki perasaan pada Kak Johnny. Aku tidak yakin jika dulu mereka hanya berteman. Apalagi sampai Kak Johnny repot-repot mencarikan dia pekerjaan!"

"Sok tahu! Jauh-jauh sana! Aku tidak akan mengajakmu apalagi Johnny ke Malang!"

"Johnny-Johnny! Dia lebih tua tiga tahun darimu!"

"Aku dan dia satu angkatan ketika S2 di Peru! Dia juga tidak keberatan ketika kupanggil seperti itu! Kenapa jadi kau yang repot memarahiku?"

Jeffrey sudah berdiri sekarang. Membawa makanannya menuju meja kerja. Karena dia muak berdekatan dengan Meta yang tidak kunjung berhenti menyulut emosinya.

Meta diam saja, kini dia tidak lagi membalas Jeffrey karena masih ingin tetap makan di sini. Sebab, ruangannya masih belum selesai direnovasi. Sehingga, untuk sementara dia harus bersabar jika tidak ingin diusir saat ini.

5. 30 PM

Jeffrey baru saja tiba di apartemen Joanna dan langsung diminta mandi oleh si wanita. Baju ganti dari dalaman hingga setelan jas yang telah dikirimkan oleh sekretarisnya juga telah siap di atas ranjang. Sehingga Jeffrey hanya tinggal membersihkan diri saja ketika Joanna sudah bersiap dengan terusan panjang berlengan sabrina yang merupakan seragam bridesmaid pemberian Teressa.

Rambut Joanna sudah disanggul rapi, riasan tipisnya juga membuat wajahnya semakin terlihat tegas saat ini.

Oh---jangan lupakan fake eyelash yang dipakai saat ini juga telah berhasil membuat Jeffrey sempat terkesima tadi. Karena Joanna hampir tidak pernah berdandan setotalitas ini.

Paling---hanya memakai lipstick merah ketika akan presentasi di depan para investor asing. Bukan untuk menjajahkan diri, tetapi untuk membubuhkan kepercayaan diri dan kesan tegas pada para audien yang hadir. Karena saat itu, Joanna sedang menggantikan Jeffrey yang harus mengurus Sandi yang tiba-tiba sakit dan harus segera dioperasi.

Ceklek...

Pintu kamar mandi terbuka, Jeffrey tentu saja hanya memakai handuk di pinggang. Dengan rambut setengah basah karena baru saja dikeringkan dengan hairdryer sebelumnya.

"Aku sudah bilang jam lima! Aku hampir terlambat!"

Jeffrey langsung memakai dalaman di depan Joanna. Seolah tidak memiliki urat malu meskipun si wanita sedang merapikan meja rias dan memunggungi dirinya.

"Tuh, kan!!! Kebiasaan! Kalau ada orang lain bagaimana!?"

Keluh Joanna setelah membalikkan badan dan menatap Jeffrey yang sedang memakai boxer sekarang. Dengan tawa tanpa dosa ketika menatapnya. Seolah dia bangga akan apa yang baru saja ditunjukkan.

"Kita hanya berdua, tidak akan ada orang lain yang melihat. Sayang, riasanmu membuatmu semakin cantik. Nanti kita foto di lobby, ya?"

Joanna yang awalnya ingin keluar dari kamar, kini mulai mengurungkan niat dan bergegas kembali menghadap meja rias. Menatap wajahnya yang tampak biasa saja menurutnya.

"Gombal! Pasti ada maunya!"

Jeffrey terkekeh pelan, saat ini dia sedang memakai celana bahan. Kemudian dibantu Joanna untuk memasang kancing kemeja. Disusul dengan jas yang sudah disetrika ulang sebelum Jeffrey datang.

Beberapa menit kemudian, Jeffrey dan Joanna mulai mendatangi resepsi pernikahan Teressa dan Sandiaga. Mereka adalah pasangan yang cukup fenomenal karena telah berpacaran sejak SMA hingga sekarang saat keduanya sama-sama berusia 28.

"Joanna! Ya Tuhan! Nomormu ganti lagi? Seperti artis saja! Kamu kapan? Teressa saja sudah menikah. Kalian sudah berteman sejak TK, tidak mungkin kamu tidak mau cepat-cepat menyusulnya."

Ucap Lira, teman SMA Teressa dan Joanna yang memang terkenal sangat cerewet seangkatan. Dia juga sering melabrak orang, termasuk Joanna dan Teressa yang menjadi korban karena pernah didekati oleh beberapa orang yang disuka.

"Iya, nomorku sudah ganti sejak lama."

"Pertanyaanku belum kamu jawab! Kamu kapan? Aku saja sudah hamil anak kedua. Jangan terlalu pemilih! Keburu tua dan tidak ada yang mau nanti!"

Joanna menatap Lira yang kini mulai mengusap perut buncitnya. Membuat senyum tipis tersungging di bibir Joanna. Bukan bermaksud mengejek kehamilannya, namun karena sungguhan senang karena melihat Lira yang kini sedang mengandung anak kedua.

"Siapa bilang tidak ada yang mau? Laki-laki di belakangmu, dia pacarku."

Lira langsung membalikkan badan, menatap laki-laki tinggi berlesung pipi dan beraroma wangi yang sedang berdiri di belakangnya.

"D---dia pacarmu?"

Lira tampak gelagapan sekarang, karena baru kali ini melihat laki-laki super tampan dari jarak dekat.

"Iya, kami sudah berkencan tiga tahun."

Jeffrey langsung berdiri di samping Joanna, lalu memeluk pinggangnya. Membuat Lira merasa iri luar biasa karena Joanna telah memiliki pacar yang luar biasa tampan di matanya. Lihat saja---alisnya tebal, hidungnya tinggi menjulang ah, pokoknya sangat tampan!

"Boleh aku menyentuh hidungnya? Aku ingin anakku memiliki hidung seperti itu juga."

Ucap Lira ketika mengusap perutnya, namun pandanganya tidak kunjung berhenti menatap Jeffrey yang kini sedang melirik Joanna guna meminta persetujuan.

"Tangan saja, ya? Jangan hidung, aku tahu menyentuh yang kau maksud bukan sekedar menyentuh. Pasti akan ada banyak tekanan di situ."

Lira tampak kecewa, namun dia mulai mengulurkan tangan ketika tangan kiri Jeffrey diarahkan ke depan. Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, Lira langsung mencubit tangan pacar Joanna dari balik pakaian yang dikenakan sangat kuat hingga membuat si pemilik tangan hanya bisa meringis saja. Membuat Joanna langsung menarik pacarnya, lalu mengusap tangan Jeffrey yang sudah memerah dibalik jas dan kemeja.

10. 10 PM

Setelah mengantar Joanna pulang, kini Jeffrey kembali ke rumah. Namun, dia langsung dihadang oleh Sandi dan Jessica yang ternyata masih terjaga dan menunggunya.

"Kata Meta, kamu dan Joanna akan liburan ke Malang. Tapi kamu melarang adikmu ikut serta, padahal ada Johnny juga. Dia tidak akan mengganggumu di sana. Kenapa tidak kamu izinkan saja? Sudah lama juga Johnny tidak ke Indonesia, dia juga belum pernah ke Malang."

Jeffrey menggeleng pelan, dia tampak enggan mengiyakan ucapan Sandi, karena dia memang kurang suka dengan Johnny meskipun dulu mereka sempat berteman baik.

"Jeffrey, izinkan mereka ikut atau Mama melarang kalian pergi? Lagi pula, kalian juga belum ada ikatan apa-apa. Tidak baik kalau kalian hanya berduaan saja. Apa kata orang tua Joanna? Bisa-bisa kamu dianggap sebagai laki-laki tidak benar!"

"Orang tua Joanna tidak akan tahu kalau tidak ada yang melaporkan. Lagi pula, kita hanya dua hari di sana! Seperti Mama tidak pernah muda saja!"

Jeffrey ingin melenggang pergi, namun Sandi langsung menahan tangan kanannya saat ini.

"Papa dan Mama sudah ingin menimang cucu dari kalian. Jangan tunda waktu lagi, usia kalian sudah cukup matang saat ini. Kamu 30 dan Joanna 28. Cepat lamar dia sebelum ada yang mendahului, ajak Meta dan Johnny untuk membantumu nanti. Papa tahu kalau kamu sudah membeli cincin."

Jeffrey diam saja, lalu melirik Meta yang sudah menatapnya dari ujung tangga. Seolah mengejeknya karena kembali kalah. Membuat Jeffrey semakin enggan membawa mereka, karena dia merasa mampu untuk menyiapkan lamaran sendiri di Malang. Tanpa bantuan Johnny apalagi Meta.

Kalian mau Meta sama Johnny diajak???

Udah siap buat scene liburan???

Anyway, kalian mau aku spill visualisasi cast? 

Tbc...

VACATION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang