London, 2033
Jeffrey sedang menatap Meta yang sedang menggandeng laki-laki berwajah blasteran di depannya. Liam namanya, dia laki-laki keturunan Inggris-Jerman yang katanya adalah teman kuliah Meta ketika di Jerman. Kedatangan Meta bersama Liam, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk membujuk Jeffrey supaya mau kembali pulang. Mengingat Meta dan Liam akan menikah dan mereka memutuskan untuk tinggal di Jerman setelahnya. Sehingga mau tidak mau Jeffrey harus kembali ke Indonesia untuk mengurus Extra Next sekarang.
"Congratulations! Tapi aku tidak bisa datang, di sini aku punya pekerjaan yang tidak bisa kutinggal!"
Jeffrey menatap Meta dan Liam bergantian, dia juga tersenyum tulus karena ikut bahagia sekarang.
Sebab, Meta si adik tiri yang manja kini berniat menikah dalam kurun waktu dekat. Ya, meskipun Jeffrey tidak tahu apakah Liam pria yang baik atau tidak. Namun yang jelas, Jeffrey turut bahagia meskipun sedikit terbesit rasa iri di hatinya. Karena tidak bisa merasakan hal yang sama bersama Joanna, wanita yang masih dicinta hingga sekarang.
"Pekerjaan apa, sih? Pekerjaan Kakak di sini hanya menjadi pelayan kafe, kan? Lebih baik pulang saja! Posisi Kakak di Extra Next juga lebih terhormat berkali-kali lipat dari yang sekarang!"
"Kamu belum berubah ternyata, masih suka merendahkan orang. Semua pekerjaan terhormat asal tidak merugikan dan melukai orang. Silahkan pulang! Aku tidak aka ikut kalian! Jika hadiah yang kamu harapkan, nanti akan kukirimkan. Tapi aku tidak akan datang."
Jeffrey sudah berdiri sekarang, berniat memasuki kafe milik temannya yang selama ini telah menampungnya setelah pergi dari rumah.
"Kakak masih memiliki perasaan pada wanita itu? Karena ditolak wanita itu kau sampai kabur lima tahun? Meninggalkan Mama, perusahaan dan tidak mau menghadiri pernikahanku?"
Jeffrey diam saja, dia juga tidak bergerak ketika Meta memeluknya dari belakang sembari menangis sesenggukan karena telah tersiksa akan rasa bersalah.
Sebab, selama Jeffrey tidak ada---dia yang harus mengurus perusahaan dan Jessica yang mulai sakit-sakitan. Terlebih Sandi sudah meninggal pada dua tahun yang lalu karena serangan jantung, sehingga Jeffrey adalah satu-satunya orang yang bisa Meta jadikan untuk bertumpu.
"Liam, kamu bisa bawa Meta. Aku sibuk sekarang."
Liam langsung menarik Meta, namun si wanita tampak enggan melepas Jeffrey sekarang.
"Mama stroke! Dia tidak bisa berjalan! Kakak tega melihatnya menderita sendirian? Aku juga punya kehidupan! Selama ini aku telah bersabar mengurusnya sendirian!"
"Aku juga menderita sendirian. Warisan Papa masih banyak, kan? Kamu bisa menyewa suster mahal untuknya, selama ini uang yang selalu kalian banggakan, kan? Seharusnya kalian tidak butuh aku lagi sekarang. Setelah menikah, kamu bisa tinggal di Jerman dengan Liam. Mama bisa kau sewakan suster jika kamu tidak ingin membawanya. "
Plak...
Air mata Meta mengalir semakin deras sekarang. Dia tidak habis pikir dengan kakaknya yang kini begitu kejam hanya demi wanita. Bahkan rela menelantarkan ibu kandungnya demi dendam karena telah dipisahkan dengan si wanita.
"Kakak keterlaluan! Joanna, dia bahkan sudah bahagia dengan anak dan suaminya! Tapi Kakak masih saja menyimpan dendam hanya karena---"
"Hanya karena? Mama dan Papa sudah dibantu begitu banyak oleh Joanna dan keluarganya. Joanna juga yang membantu membayar pengobatan Papa ketika seluruh aset keluarga dibekukan! Saat itu kau di mana? Tidak ada! Aku hampir saja menjual ginjal agar bisa menyelamatkan perusahaan! Tapi Joanna dan keluarganya datang setelah menjual seluruh asetanya di desa! Mama dan Papa lupa kalau pernah dibantu oleh mereka hanya karena hasutanmu yang tidak suka pada Joanna! Kenapa? Kamu iri karena perhatianku dan orang tua kita juga terbagi untuknya? Selamat! Kamu berhasil! Kamu sudah merasakan menjadi satu-satunya orang yang disayang Mama dan Papa, kan? Seharusnya kau senang dan tidak perlu mengusikku lagi sekarang."