Minhyuk membawakan Yuri sekotak coklat dan bergegas ke rumah Eunkwang. Hari ini mereka diminta datang untuk menghibur Yuri. Kecelakaan itu membuatnya tak bisa berjalan entah sampai kapan.
Ia melihat Noona turun dari taksi, Peniel tiba dengan mobil terpisah. Mereka tak datang bersama.
Setelah acara selesai. Minhyuk melihatnya lagi. Peniel tak pulang bersama Noona. Ia melihat wanita itu termenung sendirian di depan pemberhentian bis. Ia mengklaksonnya. Noona menghampirinya.
"Aku antar pulang, naiklah" katanya. Noona naik ke mobil Minhyuk dan diam saja.
Minhyuk menyetel radio untuk mencairkan suasana. Sore itu hujan turun cukup lebat. Suasananya jadi canggung.
"Kau tak pulang bersama Peniel?" Tanya Minhyuk.
"Dia sedang banyak urusan" kata Noona pelan. Ia tersenyum namun raut wajahnya dingin. Minhyuk terganggu. Ia menepi dan memasangkan sabuk pengaman di tubuh Noona yang lupa tak dipasangnya.
"Peniel akan membunuhku jika kau terluka" katanya tersenyum manis. Noona berterima kasih. Tapi ia termenung lagi.
Mereka melaju dalam diam.
"Jika aku bertanya lebih jauh, mungkin aku akan seperti orang yang mengambil kesempatan dari masalahmu. Tapi sepertinya kau tak sedang baik-baik saja" Kata Minhyuk.
Noona masih diam. Minhyuk tak mengatakan apa-apa lagi. Rasanya ingin bercerita bahwa sejak pulang ke Korea, Peniel tak sehangat dulu. Peniel masih mencintainya tentu saja. Ia sering berada disana, tapi entah ... mungkin perasaannya saja yang sedang tak baik akhir-akhir ini yang membuat Noona merasa kesepian. Ia memutuskan untuk tetap diam sampai rumah.
"Hubungi aku kapan saja jika kau butuh sesuatu" kata Minhyuk. Ia memutar mobilnya dan menghilang dibalik hujan.
***
"Aku membawakanmu makan malam" Peniel diam diambang pintu kamar apartemennya dengan dua bungkusan plastik besar.
Perempuan itu bangun dari posisinya. Ia masih mengenakan kaus Peniel yang dipakainya sejak pagi. Peniel menatapnya dingin.
"Itu Cheeseburger lagi? Aku bosan" aksen bahasa inggris yang baik. Peniel mendekatinya dan duduk di sampingnya. Perempuan itu mengaitkan lengannya pada lengan Peniel dan menyandarkan kepalanya di bahu Peniel. "Aku ingin makan yang lain".
Peniel tersenyum hangat. Ia tak tau harus bersikap apa pada perempuan itu saat ini. Ia pun terlanjur menyayanginya.
"Mandilah, Jesselyn. Lalu makan cheeseburgermu. Aku akan membuatkan susu coklat hangat agar perutmu membaik"
Peniel bangkit, berlalu meninggalkan Perempuan itu. Jesselyn.
***
"Aku akan membunuhmu!!!!" Teriak seorang lelaki paruh baya. Jesselyn keliar dari rumahnya dan membanting pintu. Ia hanya mengenakan tanktop dan kemeja kotak-kotak sebagai outer. Peniel melihatnya tak sekali atau dua kali kejadian itu karena mereka bertetangga di Amerika.
Ia menyusulnya kali ini. Ia pernah memergoki Jesselyn merokok di sebuah taman tak jauh dari komplek rumah mereka.
"Keluarlah" kata Peniel melongok ke bawah perosotan anak-anak yang ada di taman itu. Jesselyn bingung. Ia keluar. Terlihat matanya sembab karena habis menangis. Peniel mengajaknya duduk di ayunan. Jesselyn mengeluarkan rokok dari saku kemejanya dan juga sebuah pemantik api yang tak mau menyala. Peniel meraihnya. Menggantinya dengan eskrim. Ia mengambil rokok dari tangan Jesselyn dan memasukannya ke kantong celana sport yang ia gunakan.
"Kau bahkan belum berusia 20 tahun" kata Peniel tersenyum hangat "aku Peniel" katanya lagi.
"You're chinese?" Telisik Jesselyn.
"Aku seorang Amerika, tapi orang tuaku seorang korea" katanya. Jesselyn mengangguk.
"Jesselyn" katanya singkat.
"Dia ayahmu?" Tanya Peniel.
"Ayah tiri, ibuku meninggal dunia dan aku hidup bertahun-tahun dengannya seperti tinggal di neraka" Jesselyn menunduk. Peniel kasihan padanya.
"Makanlah eskrimmu sebelum mencair".
***
YOU ARE READING
NOONA 2 ✅
Fanfiction"Kenapa berkeras membiarkanku bahagia kalau akhirnya kau hancur, Lee Minhyuk?. Kau pikir aku senang melihatmu begini?" Peniel membuang muka. Minhyuk masih memegangi kerah baju lelaki kekar berkepala plontos di depannya. "Aku mempercayaimu, brengsek...