《3》

484 67 0
                                    

••••

Kediaman Dino, 14.10 WIB.

Saat ini Dino sedang menonton televisi ditemani berbagai macam makanan ringan. Ah Dino juga terus memikirkan Zeno yang tiba-tiba menghilang. Sudah 2 hari anak itu belum ketemu.

'Berita hangat siang ini. Kabar buruk menimpa salah satu curug di kota bogor. Polisi baru saja menemukan mayat di gua dekat pemandian curug...'

Dino yang melihat dan mendengar berita itupun sangat terkejut hingga kentang yang tadi dipegangganya jatuh ke karpet.

"Hah? Gak mungkin! Ini gak mungkin Zeno kan?"

Segera Dino ambil ponselnya di meja lalu menghubungi Hendra.

"Halo Hen! Lo udah denger berita di tv hari ini?"

'Udah bor, kenapa?'

"Lo gak curiga kalo itu Zeno?"

'Hmm dari lubuk hati gua terdalam mengatakan kalo itu Zeno.'

"Malah sok puitis lo njing."  

'Hehehe yaudah apa kita kesana aja buat mastiin?'

"Kuy lah ajak juga tu si Gion. Daripada luntang-lantung gk jelas tu anak."

'Mulut lo pedes amat dah buset.'

"Bodo nying. Ayo cus berangkat."

Dino mematikan sambungan lalu bergegas mencari jaket dan kunci motor. Ia berharap itu bukanlah Zeno temannya melainkan orang lain.

••••

Curug, 15.00 WIB.

Sesampainya di parkiran, Dino langsung melepas helmnya dan turun dari motor. Perasaan takut dan khawatir menjadi satu. Dengan cepat ia berlari masuk ke kerumunan dekat gua. Disana pun terlihat Hendra dan Gion sudah sampai.

Dino melangkah cepat mendekati kedua temannya yang menatap kosong ke depan.

"Eh gimana? Itu bukan Zeno kan? Orang lain kan pasti? Ayo jawab!" Dino mengguncangkan bahu keduanya namun tidak ada respon.

Ia mengalihkan pandangan pada mayat yang terbungkus dengan wadah berwarna oranye. Perlahan Dino berlutut, lututnya seketika lemas ketika ia membuka resleting wadah itu.

"Gak! Ini gak mungkin! Pasti salah orang ya kan pak?"

Beberapa polisi yang melihat itu hanya meringis menatap sendu eratnya persahabatan mereka.

"Kami tidak salah. Dan lihat...ini milik korban bukan?" Si polisi menyerahkan ponsel, kartu sim, dan KTP milik Zeno.

Tangis Dino seketika pecah karena memang benar semua itu milik Zeno. Ini seperti mimpi buruk baginya. Dino bahkan melemas dan sigapnya Hendra dan Gion menahan tubuh temannya itu.

"Sst Din udah...kita harus lepasin temen kita ya?" Ujar Hendra dengan nada bergetar menahan tangis.

"Gua gak bisa," lirih Dino. Ia menghela nafas sebentar lalu berteriak kearah mayat di depannya, "zeno lo jahat banget ninggalin kita!"

Ketiganya berpelukan, menenangkan satu sama lain. Tak dipungkiri Zeno membawa pengaruh besar terhadap mereka.

"Kita bisa! Ayo ikhlasin dia. Biar Zeno tenang disana." Lirih Gion berusaha menguatkan Dino dan Hendra.

"Gua usahain." Ucap Dino. Hendra dan Gion membantu nya untuk berdiri karena bagaimanapun jenazah Zeno harus dimakamkan.

"Gua mau tanya. Siapa yang nanti mau ngasih tau kabar buruk ini ke ortu nya Zeno?" Tanya Gion.

Cukup lama ketiganya terdiam dan akhirnya Hendra berucap, "gua aja yang ngasih tau."

"Yaudah kalo gitu ayo kita makamin sahabat kita ke tempat peristirahatan terakhir." Ujar Gion diangguki keduanya.

••••

TPU, 17.15 WIB.

Jenazah Zeno sudah di kebumikan beberapa menit lalu dan Hendra pun sudah menghubungi kedua orang tua Zeno. Reaksi mereka tak kalah terkejut bahkan tante Sarah mendadak pingsan tadi, saat berbicara di telfon.

Gion, Dino dan Hendra berjongkok seraya menatap pilu makam Zeno. Mereka tak menyangka temannya akan berakhir secepat ini.

Gion mengusap lembut nisan Zeno, Dino menaburkan bunga dan Hendra menyiram tanah cokelat kemerahan itu dengan air mawar.

"Semoga lo tenang ya Zen.." lirih Gion.

"Ayo kita doain teman kita ini." Ujar Hendra lalu menaruh botol kosong itu di pinggir.

Sekarang kenangan tinggal kenangan, bersedih pun tidak ada gunanya karena ia sudah pergi jauh dari genggaman mereka.

Ketiganya mengaminkan doa secara bersama. Kemudian Gion beranjak berdiri diikuti Hendra.

"Din, ayo kita pulang...udah sore." Ajak Hendra namun pandangan Dino masih terfokus pada nisan Zeno.

"Dino please.."

"Bentar Hen..gua mau ucapin selamat tinggal dulu buat Zeno. Kalo kalian mau duluan, duluan aja sana gak papa." Ujarnya tanpa menoleh ke Gion dan Hendra.

Gion dan Hendra saling pandang seakan berbicara melalui bola mata mereka.

Hendra menghela nafas berat lalu mengangguk. "Yaudah tapi jangan lama-lama ntar lo kesurupan, gua gak tanggung."

Gion dan Hendra berlalu dari sana meninggalkan Dino sendiri ditemani angin semilir.

"Lo jahat Zen. Ninggalin kita mendadak gini. Mana lo belom ngasih gua kado lagi, ultah gua padahal udah lewat. Tapi khusus lo gak papa, gua izinin. Oiya kita udah beda alam. Semangat ya bro di surga nya, ntar kasih tau gua kalo lo nemu bidadari cantik." Dino terkekeh kecil seraya mengusap air mata yang mengalir di pipinya.

"Thanks for all men. Lo udah jadi temen rese gua. Lo juga selalu ingetin gua buat gak mainin perasaan cewek, tapi lo sendiri playboy bro."

"Gua harap lo selalu bahagia disana. Walau kita udah beda, jangan lupa main ke mimpi gua ya? Ntar gua jamu pake seblak kesukaan lo."

"Udah ah Zen, mungkin segitu dulu ucapan gua buat lo. Jangan lupa dateng ke mimpi ya? Kenalin bidadari-bidadari nya sabi kali."

"Yaudah men, gua pergi dulu. Jangan takut karena lo udah gak sendiri. Nanti lo ditemenin malaikat." Dino mengusap lembut nisan Zeno lalu beranjak berdiri.

Sulit memang, tapi mau tak mau Dino harus mengikhlaskan kepergian Zeno.

"Byee Zen..."

'Terlalu banyak kenangan indah yang sulit dilupakan.'

••••

Voment yok~

Prince?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang