《4》

474 69 0
                                    

••••

Dinasti Lee

"Putra mahkota Lee bangun!"

Teriakan Johyun membuat sang Raja dan Ratu serta perdana menteri berlari cepat ke ruangan yang ditempati.

Pintu terbuka kasar, Soyoung melangkah lebar menuju ranjang dimana putranya terbaring.

"Jeno!" Pekik Soyoung seraya menubrukan diri pada anaknya.

Sang Raja menghela nafas lega, setelah sebulan lebih anaknya koma akhirnya tuhan memberikan kesempatan untuknya hidup.

"G-gua dimana?" Soyoung, Raja serta perdana menteri juga Johyun mengernyit bingung mendengar penuturan dari sang pangeran.

Seingatnya ia berada di Goa dan tidak sengaja tergelincir berakibat kepalanya membentur bebatuan disana.

Pria bernama Lee Jeno putra sulung keluarga Lee, terduduk seraya menyenderkan punggung nya di tembok. Ia memegangi kepalanya yang terasa sangat sakit dan nyeri.

"Tante siapa?" Tanya nya menjauhkan diri dari Soyoung membuat sang ibu menatap sendu putranya.

"Aku ibumu Jen...kamu kenapa nak?" Tanpa sadar air mata mengalir di pipi Soyoung.

"Tante salah orang kali, orang nama saya Zeno."

"Kamu Lee Jeno, putra mahkota keluarga Lee.."

'Gua main drama apa gimana si ini?' Batin nya.

Johyun yang berdiri di pojok tersenyum simpul menatap Jeno dengan wajah bingung nya. Ia bisa mendengar suara hati orang lain.

"Tante ngeyel banget, orang nama saya Leonal Zeno anaknya mama Sarah."

Soyoung menatap sang Raja dengan berkaca-kaca mengisyaratkan untuk meyakinkan putranya.

Lee Hanchul-Raja, kembali memghela nafas lalu berjalan mendekat pada dua orang yang disayangi nya itu. Tangannya terukur mengusap lembut rambut hitam Jeno.

"Kamu anak ayah dan ibu. Dan kamu Lee Jeno bukan Leonal Zeno."

Jeno mengernyitkan dahinya kemudian menggeleng. "Tante sama om lagi syuting ya? Mana camera nya?"

"Sepertinya putra mahkota berganti roh dengan pemuda bernama Leonal Zeno. Maaf Yang Mulia jika saya lancang, tapi saya pernah membaca buku dengan kejadian sama seperti ini." Cetus perdana menteri yang sedari tadi hanya memperhatikan.

Sontak semua yang ada disana menoleh pada Kim Haewon si perdana menteri kepercayaan keluarga Lee.

"Apa roh pemuda yang bersarang di tubuh anakku akan hilang? Apa semua akan kembali?"

Haewon menggeleng pelan lalu melanjutkan, "jika raga pemuda itu sudah tiada maka roh nya akan seumur hidup di dalam raga pangeran Lee."

Jeno sungguh tidak mengerti pembicaraan ini yang membuat kepalanya semakin pusing.

"Akhh!" Pekiknya mengejutkan semua yang disana. Soyoung menampilkan wajah khawatirnya seraya memeluk tubuh anaknya.

"Ada apa? Dimana yang sakit, katakan pada ibu."

"Tan-"

"Panggil aku ibu Jen! Bukan Tante."

"Emm bu, kepalaku sakit."

Dengan segera Soyoung mengusap lembut kepala Jeno dengan penuh kasih.

"Bisa kita bicara sebentar?" Johyun menatap Hanchul dan Haewon bergantian. Keduanya mengangguk lalu Johyun melangkah lebih dulu diikuti Haewon.

Hanchul mengusap lembut bahu sang istri hingga ia menoleh. "Aku keluar sebentar, kau bicarakan baik-baik semuanya."

Soyoung mengangguk dengan masih memeluk Jeno. Hanchul beralih membawa tangannya mengusak rambut hitam Jeno. Sungguh senang rasanya anaknya sudah kembali namun semua harus dimulai dari awal.

••••

Saat ini Hanchul, Haewon dan Johyun sedang berada di ruang khusus pertemuan. Ruangan ini luas dan dihiasi ukiran emas pada temboknya.

"Apa yang mau kau bicarakan?" Tanya Hanchul.

Johyun menegakkan tubuh, menghela nafas dalam ia pun mulai berbicara,

"aku mendapat berita dari keluarga Na jika Hwang sudah menangkap putra tunggal mereka. Aku khawatir Na Jaemin dijadikan istri dari Hwang Hyunjin."

Hanchul melebarkan pupil matanya, nafasnya pun memburu menahan amarah.

"Beraninya si brengsek itu merebut calon menantuku!"

"Raja Na pun menyuruh kita bekerja sama untuk membebaskan calon istri pangeran Jeno."

"Baik kita lakukan permainan mereka," Hanchul tersenyum miring seraya mengetuk-ngetuk jarinya di kursi.

Ia mengalihkan pandangan pada Haewon. "Haewon..kau siapkan semuanya dan suruh orang ku untuk melatih Jeno supaya dia menjadi Jeno kita yang dulu."

"Perintah akan segera dilaksanakan Yang Mulia." Ujarnya menundukkan kepala.

••••

TPU, 16.00 WIB.

Setelah perjalanan yang panjang Sarah dan Vernon langsung menghadiri makam anaknya. Dan tentu saja Hendra yang memberitahu.

Tangis pilu Sarah tak kunjung henti karena kehilangan anak semata wayangnya. Disamping, Vernon memeluk tubuh istrinya berusaha menenangkan.

"Hiks...Zeno...kamu kenapa ninggalin mama nak? Mama jadi gak hiks punya temen. Udah lama kan mama gak meluk kamu.."

Sarah menyesali perbuatannya yang dulu tidak pernah meluangkan waktu untuk Zeno. Bahkan saat Zeno berumur 15 tahun sudah ditinggal di luar negeri dan yang mengurus adalah ART rumah.

Sekarang..Zeno nya yang meninggalkan mereka. Pergi begitu jauh meninggalkan nama dan kenangan.

"Kamu tega banget ngeduluin mama. Harusnya mama aja yang diposisi kamu."

"Sst maa gak boleh ngomong gitu. Ini bukan sepenuhnya salah mama. Tuhan udah berkehendak jadi, kita sebagai manusia biasa bisa apa selain berdoa dan berusaha?" Bisik Vernon.

"Tapi..."

"Udah please, jangan nyalahin diri sendiri. Kamu pengen Zeno sedih disana?" Sarah menggeleng cepat seraya mengusap nisan anaknya.

"Ayo kita pulang, udah sore. Kita juga belum makan abis dari bandara tadi kan? Ayo." Vernon membantu Sarah beranjak berdiri.

Sebelum itu Sarah menyempatkan mencium nisan Zeno. Air mata terus mengalir dengan sendirinya. Hati Sarah juga sakit melihat anaknya pergi meninggalkan mereka.

"Selamat tinggal Zen. Semoga kamu bahagia disana ya?" Sarah mengusap air matanya kemudian melangkah pergi dengan sang suami.

'Kamu harta berharga kami nak. Maaf.'

••••

Voment kuy

Nb: next chap dan seterusnya berlatar kerajaan.

Prince?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang