《8》

345 57 0
                                    

••••

Sudah terhitung seminggu lebih Jeno berlatih tanpa henti. Ia terus menekuni semua yang dikatakan atau diperintahkan Dong-min. Lihat sekarang pangeran dibuat budak oleh adik ayahnya sendiri.

Dan sekarang mereka (Jeno, Hanchul, Yuta, dan Dong-min) melakukan pertemuan di ruang khusus istana Lee. Dikarenakan Jeno sudah mulai terbiasa dengan kondisi maka secepatnya mereka harus bertindak.

Hanchul menatap Jeno lekat yang duduk disamping kanan nya di temani Dong-min sedangkan Yuta disamping kiri. Jeno yang merasa diperhatikan pun menoleh mendapati sang ayah tersenyum.

"Baiklah. Jeno kau sudah berlatih keras, dan kuucapkan terima kasih banyak." Ucapan Yuta membuat Jeno mengalihkan pandangan pada pria Jepang itu.

Jeno mengangguk lalu tersenyum kecil, "tidak perlu berterima kasih calon mertua."

Dong-min yang ada disebelah Jeno menggerling nakal.

Jeno menoleh dan menatap tajam pada Dong-min. Sialan sekali pak tua ini.

"Bagaimana Jen, kau mulai menerima Jaemin?" Tanya Hanchul.

Bola mata Jeno bergerak gusar sedangkan kedua tangannya saling bertautan di bawah meja. "Emm ya... kurasa." 

"Apa kau ragu?"

"Tidak! Tidak ayah."

Ketiga pria paruh baya itu terkekeh melihat wajah gugup Jeno.

"Kau akan langsung jatuh cinta nanti, setelah kau bertemu dengannya." Goda Dong-min.

"Diamlah pak tua!" Bisik Jeno.

Hanchul terkekeh dengan masih menatap Jeno, ia berdehem pelan lalu berkata, "bisa kita mulai?"

Mereka bertiga pun mengangguk dan mulai membahas rencana yang akan dilakukan nanti.

••••

Di istana Hwang, kini Hyunjin menghadap sang ayah sedang membicarakan sesuatu di ruangan Honji.

"Aku khawatir kau akan kalah." Tanya Honji menatap Hyunjin yang menampilkan wajah datarnya.

"Kau tidak perlu khawatir. Akan kupastikan mereka semua tidak akan bisa membawa pulang Jaemin."

"Ku pegang kata-kata mu Hyunjin."

"Lalu bagaimana keadaan putra Na itu? Apa kau menyakitinya?"

"Aku tidak menyakitinya ayah, hanya saja memberi sedikit bumbu perasa." Hyunjin tersenyum miring membuat Honji terkekeh.

"Licik sekali otakmu."

"Ya...hasil siapa? Kau pikir aku mau menjadi licik seperti ini jika bukan turunan darimu?

"Oh kau menyakiti hati ayah." Honji tertawa sedangkan Hyunjin memutar bola matanya.

"Baiklah, siapkan dirimu karena peperangan akan segera dimulai." Honji menarik sudut bibirnya seraya mengetuk-ngetuk jarinya di singgahsana.

"Sudah jauh hari aku mempersiapkan." Keduanya saling pandang menyiratkan keseriusan. Memang pasangan anak dan ayah yang licik.

••••

Suara terbukanya pintu membuat Jaemin menoleh mendapati si pelayan yang sudah berumur membawa nampan berisi makanan dan minuman. Dengan langkah pelan pelayan itu berjalan meletakkan nampan itu di nakas.

"Bagaimana kabar pangeran Na?" Tanya nya namun Jaemin hanya mengalihkan pandangan pada tembok warna gelap yang menghiasi ruangan.

ChongA-pelayan itu hanya mampu menatap sendu keadaan terpuruk putra tunggal Na. Ia melihat tubuh nya semakin kurus saja dan juga wajah lelah sangat kentara di kulit putihnya.

"Baiklah. Jika ada apa-apa panggil saya ne? Silahkan dimakan atau saya bisa dipecat pangeran Hyunjin."

Namun nihil, Jaemin tidak merespon. Entah kenapa dadanya terasa sangat sesak seakan ada ribuan jarum menusuk. Sekuat tenaga ia menahan tangis agar tidak terlihat jika ia lemah walau air mata itu keluar dengan sendirinya.

"Pangeran Na?" Panggil ChongA. Ia merasa sangat khawatir dengan Jaemin yang sedari tadi hanya diam bahkan tidak memberontak seperti kemarin.

"Pergilah." Satu kata keluar dari mulut Jaemin dengan nada bergetar dan sedikit serak tanpa menatap si pelayan.

"Jangan seperti ini pangeran...saya tidak sanggup melihat pangeran Na hancur." Ucap ChongA tanpa sadar matanya berkaca-kaca. Ia bahkan sudah menganggap Jaemin sebagai putranya.

Cukup lama dalam keheningan, Jaemin menatap ChongA dengan tatapan sedih dan remeh sekaligus. Air mata terus jatuh disudut matanya lalu Jaemin terkekeh mendengar penuturan ChongA tadi.

"Kau pikir siapa yang membuatku hancur seperti ini? INI SEMUA KARENA TUANMU YANG BRENGSEK ITU!" Runtuh sudah pertahanan Jaemin yang kini semakin terisak.

ChongA juga merasakan sakit dengan melihat tatapan penuh luka di mata Jaemin. Ia berjalan mendekat pada ranjang dan segera memeluk tubuh bergetar Jaemin. Ia sangat tau jika saat ini Jaemin sedang merasa down dan harus ada orang yang menemani.

"Maafkan saya pangeran...apa yang bisa diharapkan seorang pelayan seperti saya yang hanya bisa menuruti perintah pangeran Hwang."

Jaemin melemah. Dadanya semakin sesak dan nafasnya pun tersenggal karena isakannya.

"Hiks...aku harus bagaimana? Bunuh saja aku." ChongA menggeleng dan menangkap wajah tirus Jaemin.

"Saya akan berusaha membebaskan pangeran Na darisini. Bersabarlah saya mohon." ChongA kembali memeluk erat Jaemin menyalurkan rasa sayang nya dan bergumam kata-kata penenang.

Jaemin seperti menjadi anak dari ChongA karena wanita paruh baya itu selalu mengurusi nya dan menemani saat Jaemin merasa putus asa. Berada didekat ChongA membuat Jaemin tenang dan aman seperti ibu melindungi anaknya.

Tak lama suara isakan itu perlahan menghilang membuat ChongA menatap Jaemin yang kini tertidur dalam dekapannya. Di usapnya lembut rambut pirang Jaemin.

"Kamu mengingatkan pada anak saya pangeran Na. Saya akan berusaha melindungi mu walau harus mengorbankan nyawa."

••••

Aneh ye kan? Gak papa si, tolong voment nya yok💘

Prince?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang