Chapter 15

63.7K 9.4K 263
                                    

Happy Reading💜

***

Malam hari tiba, bulan muncul menggantikan matahari yang sudah terbenam di arah barat. Bintang-bintang berkelip-kelip di langit berdampingan dengan bulan yang hanya menampakan setengah dirinya.

Di sebuah kamar, tirai terbuka bergerak-gerak karena tertiup angin malam. Kamar itu hanya di isi keheningan. Sehingga suara sekecil pun terdengar. Termasuk nafas seoramg gadis yang terbaring terlentang dengan mata terbuka.

Rayna menatap langit-langit kamarnya dengan pikiran yang melayang entah kemana. Ia tengah menguras ingatannya untuk mengetahui penyebab tubuh yang ia tempati sekarang di abaikan oleh keluarganya.

Tapi tetap saja, di novel itu tidak di tulis penyebabnya. Termasuk ingatan Amira sendiri. Rayna tidak dapat mengingatnya.

Setelah mengajukan pertanyaan itu sore tadi kepada Alisa, ibu dari empat anak itu tidak memberitahunya. Dengan wajah tegang dan entah kenapa gelisah, Alisa hanya menjawab. "Mamah belum bisa kasih tahu kamu sekarang."

Setelah itu, Alisa pergi meninggalkannya dengan kebingungan. Saat makan malam pun, Alisa selalu menghindari pandangannya dengan ekspresi merasa bersalah.

Rayna menghela nafas. Ia sebenarnya tidak terlalu ingin mengetahui sebabnya, tapi itu terpaksa ia harus mencari tahu untuk masa depannya.

Ia perlu tahu, karena jika saja plotnya benar-benar tidak berubah, ia hanya berharap kepada keluarganya untuk menyelamatkannya dari mereka. Itu sebabnya dia harus mendekati setiap anggota Medensen alias keluarga barunya.

Rayna menutup mata. Niat mengistirahatkan pikirannya, ia terlelap dalam tidurnya.

***

"Arsa! Lo ada waktu 'kan buat hari ini?" tanya Rayna dengan semangat.

Arsa meliriknya dan mengangguk santai.

Mata Rayna bersinar dengan ekspresi senang setelah melihat anggukan Arsa.

"Rayn, lo mau kemana sama dia?" Luna berbisik di telinga Rayna seraya melirik Arsa.

Rayna menoleh ke arah Luna dengan wajah tengil. "Hmm.. Ada deh.."

Pelajaran pertama di kelas Rayna merupakan pelajaran Seni budaya. Biasanya guru itu selalu telat datang. Jadi Rayna tidak takut guru datang. Ia dengan santainya duduk di meja
Naura dengan tubuh menghadap Arsa. Sedangkan si pemilik bangku tengah bergosip di bangku lain. Di sampingnya Luna yang duduk di bangkunya.

Walaupun ada sedikit perubahan dari Arsa, yaitu lebih santai dan auranya di tekan. Tapi semua orang di kelas itu masih tidak berani mendekati atau bertanya kepadanya. Kecuali Rayna tentunya.

Luna berekspresi masam karena Rayna tidak memberitahunya. Ia sungguh penasaran, bagaimana Rayna dan Arsa bisa sedekat itu. Tentu saja semenjak perubahan Rayna. Luna masih agak takut bertanya kepada Arsa. Tapi untungnya Arsa tidak terlalu menjauhkan diri seperti sebelumnya.

Rayna masih cekikikan. Apalagi setelah melihat ekspresi masam temannya. Lalu matanya beralih kembali pada Arsa yang tengah memainkan ponselnya dengan kepala menunduk.

Rambut patah di dahinya menutupi kedua matanya. Bibirnya menjadi garis lurus dan terkatup rapat. Kulitnya sedikit pucat dan lebih putih dari cowok biasanya.

Asik memandangnya, tiba-tiba Arsa mengangkat kepalanya. Rayna tersentak saat bertemu tatapannya. Lalu Rayna tersenyum manis namun mengandung rasa malu.

Rayna kira Arsa akan kembali memainkan ponselnya. Namun cowok itu malah menyimpannya di atas meja dan menatapnya dengan bersedekap dada. Tubuhnya bersandar dengan mata lurus ke arahnya. Namun wajahnya masih datar.

Rayna Transmigrasi ✓ [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang