Chapter 39

29.3K 5.1K 9
                                    


Happy Reading❤️

***

"Gue gak ngerti sama mereka." Rayna bermonolog dengan ekspresi linglung.

Rayna tidak tahu kesalahan apa yang dia lakukan sehingga dirinya 'di serahkan' oleh keluarganya kepada ke lima cowok itu. Apa yang di maksud menyerahkan? Hei, ia bukan sebuah barang.

Saat ia meminta penjelasan, ke lima cowok itu diam membisu dengan ekspresi rumit. Mereka pergi begitu saja dengan alasan akan bersiap-siap untuk ke sekolah. Mereka menghindari pertanyaannya. Karena merasa kesal dan marah, Rayna pergi dari apartemen Ezra setelah membawa barang-barang sekolahnya. Tentu saja pergi ke sekolah, tidak lain menaiki angkot.

Dan saat ini, ia tengah terdiam linglung di rooftop sendirian. Bel masuk sekolah sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Kenapa ia tidak masuk kelas? Hari ini Rayna berniat menjadi anak nakal dengan membolos.

Rayna menarik nafas dalam-dalam. Pandangannya mengedar melihat matahari yang terbit belum terlalu tinggi. Langit terlihat cerah menyinari bangunan-bangunan menjulang tinggi. Angin sejuk sepoi-sepoi menerpanya. Rayna memejamkan matanya dengan ekspresi berkerut saat merasakan rasa sakit familier di kepalanya.

"Ck. Kepala gue kenapa sih? Perasaan tubuh si Amira gak penyakitan." Rayna menggerutu.

Rayna menunduk menatap lapangan luas sekolahnya yang kosong. Ia mencengkeram pagar besi yang di pegangnya. "Misi gue buat nyari alasan si Amira di cuekin keluarga Medensen belum selesai, lah kenapa sekarang kenapa mereka ngambil keputusan absurd ini? Apa gara-gara gue kabur dari rumah sakit?"

Rayna menggigit bibirnya berpikir keras. "Gue ngerasa ada yang salah. Gak mungkin mereka setega itu, kan?"

Rayna menghela nafas gusar. Lalu ia duduk di sebuah tempat duduk yang tersedia. Hatinya merasa kacau saat ini. Rayna ingin menangis rasanya. Karena suasana hatinya, Rayna tidak bisa menahannya lagi. Matanya memanas.

Rayna menyentuh pipinya yang basah. Ia menyekanya kasar. "Hiks, kenapa gue nangis sih? Lebay banget."

Mengingat sesuatu, air matanya semakin mengalir. Rayna berjongkok dari duduknya dan menenggelamkan wajahnya di lututnya. "Hiks, emak.. Rayna kangen."

Trang!

Suara nyaring itu membuat Rayna tersentak kaget. Ia mengangkat kepalanya dan melihat ke sumber suara.

Sebuah tong sampah besi berguling-guling di satu sisi. Lalu di sisi lain, Rayna melihat gerakan tangan seseorang dan suara berbisik-bisik di balik tembok.

Rayna mengusap air matanya tergesa dengan lengan baju seragamnya. Ia akan merasa sangat malu jika kepergok menangis oleh seseorang.

Setelah merasa tidak ada air mata lagi, Rayna menoleh kembali dan berteriak. "Siapa?!"

"Lo aja duluan!"

"Enggak mau! Lo aja!"

Rayna mendengar bisik-bisik itu semakin jelas. Suaranya pun familier. Rayna memicingkan matanya.

Lalu ia berdiri dan berjalan perlahan ke arah tembok. Senyum jahil tersemat di bibirnya. Saat sudah mendekat, Rayna terdiam sejenak.

Setelah bersiap, ia langsung melompat. "BA!!"

"Aahh!" Teriakan bersamaan keempat cowok itu sangat keras. Mereka meloncat hingga mundur. Malah ada yang terjungkal.

"Hahahahaaaa.." Rayna tertawa terbahak-bahak hingga mengeluarkan air mata. Namun, saat melihat siapa mereka, tawanya berangsur-angsur merendah sampai berhenti. Ekspresinya langsung galak. "Kalian ngapain di sini?!"

Rayna Transmigrasi ✓ [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang