prolog

2.9K 269 51
                                    

Chicago, 2014.

"Kamu nggak mungkin hamil." ucap Haruto dengan nada tidak percaya.

"Emangnya kamu pikir apa yang bakal kejadian kalo kita having sex tanpa kondom?" tanya Yedam sarkastik.

"Udah berapa lama?"

"Lima minggu."

Haruto melakukan perhitungan di dalam kepalanya untuk mengingat tanggal yang tepat kapan benih bayi itu ditanamkan dalam rahim Yedam.

"Tapi kamu bilang malam itu nggak apa-apa, karena tubuh kamu lagi nggak fertile."

"Hitungan itu nggak bisa dijadiin jaminan seratus persen."

Haruto berdecak pelan. "Apa?! Kamu harusnya bilang ke aku."

Yedam mendelik dan menyedekapkan tangannya. "Aku udah sering bilang dan kamu tetep nggak pernah dengerin aku!"

Haruto menghela napasnya, sambil berjalan mondar-mandir di depan Yedam. "Astaga, aku nggak percaya kamu ngebiarin ini kejadian."

"Ngebiarin? Kamu nyalahin ini semua ke aku?" suara Yedam langsung melengking begitu dia memahami tuduhan itu. "Apa kamu pikir karena aku male-pregnant, terus aku bisa hamil sendiri?!"

Untuk beberapa saat, Haruto tidak menjawab pertanyaan Yedam, dia hanya mondar-mandir bingung dengan segala macam skenario hidup yang terlintas di benaknya.

Dalam sembilan bulan, Haruto akan masuk kantor sambil mendorong kereta bayi. Tatapan menghakimi yang diberikan rekan-rekan kerja padanya karena mempunyai istri seorang lelaki dan bahkan sudah melahirkan anaknya pada usia mereka yang masih muda.

Haruto baru berumur 20 tahun, masih seorang mahasiswa di Universitas dengan masa depan terbentang cerah di hadapannya.

Masih ada banyak hal yang ingin Haruto lakukan sebelum dia settle down. Lebih dari itu semua, dia tidak bisa membayangkan betapa kecewanya Papa dan Mama begitu mereka tahu bahwa anak laki-laki yang sudah dikirim jauh-jauh ke Amerika untuk mendapatkan pendidikan terbaik, bukannya pulang ke Jakarta dengan ijazah, justru dengan seorang lelaki yang sedang mengandung.

Ini semua sama sekali tidak ada dalam rencananya. Haruto seharusnya lulus kuliah dengan gelar cumlaude, bekerja sebagai Konsultan Manajemen di salah satu kantor paling bonafit di Amerika, dan baru setelah kariernya mapan dia akan memikirkan pernikahan.

Haruto bisa melihat masa depannya yang mulai terlepas dari genggaman dan itu membuatnya panik, hanya ada satu solusi untuk ini semua.

Bayi dan mencapai cita-cita tidak bisa hadir dalam hidupnya pada saat bersamaan.

Haruto hanya harus meyakinkan Yedam agar menyetujui rencananya ini. "Sayang, kamu harus ngegugurin kandungan kamu."

Yedam tidak langsung membalas, dia hanya menatap Haruto dengan mata terbelalak.

"Kamu tau sendiri kalo bayi itu perlu biaya. Biaya yang kita sama sekali nggak punya." bujuk Haruto lagi.

Yedam menggigit bibirnya dan berkata pelan. "Kita bisa.. bilang ke Mama dan Papa aku."

"Dan dimarahin abis-abisan sama mereka?" sela Haruto langsung.

"Yedam.. kamu nggak mungkin senaif itu, kan? Mereka bakal ngusir kamu kalo tau kamu hamil di luar nikah. Kamu bahkan nggak pernah cerita ke mereka tentang aku."

Haruto mencoba mengatur napas dan emosinya sebelum mulai berkata lagi. "Kita terlalu muda untuk punya anak. Aku nggak siap jadi Ayah, dan kamu juga belum siap jadi Ibu. Kamu harus pikirin cita-cita kamu yang nggak akan jadi prioritas lagi dengan adanya anak ini."

"Tapi aku cinta sama anak ini, Haruto. Ini anak kita, hasil hubungan kita." rengek Yedam.

Dan dengan kesabaran Haruto yang memang sudah tipis, dia tidak bisa mengontrol dirinya lagi.

"Yedam, bisa nggak sih kamu buka mata kamu? Ini--" Haruto menunjuk ke arah perut Yedam sambil menatapnya serius. "--cuma kecelakaan. Our fuck up yang seharusnya nggak pernah kejadian."

"Haruto! Aku nggak percaya kamu panggil bayi kita kayak gitu!" teriak Yedam.

"Tapi itu emang kenyataannya. Kamu dan bayi ini yang sekarang lagi berusaha ngehancurin hidup aku!" Haruto balas berteriak tidak kalah kerasnya.

Haruto tahu omelannya sudah kelewat kasar ketika dia melihat Yedam langsung tergesa-gesa meraih tas ranselnya sebelum menuju pintu keluar.

"Yedam.." Haruto berusaha menarik tangannya.

"Lepasin!" teriak Yedam sambil mengibaskan sentuhan Haruto dan membuka pintu apartemen.

"Sayang, maaf. Aku nggak bermaksud--" Haruto sekali lagi meraih tangan Yedam yang kini menyentaknya.

"Lepas!"

"Yedam, sayang.."

Yedam langsung berbalik lalu mendesis sambil menunjuk wajah Haruto dengan jari telunjuknya.

"Fuck you, Haruto! FUCK YOU!"

Haruto hanya bisa menatap Yedam dengan mulut menganga, ini pertama kalinya dia mendengar Yedam mengumpat.

"KITA PUTUS, HARUTO! Aku nggak mau liat muka kamu lagi!" teriak Yedam sebelum dia benar-benar meninggalkan Haruto yang masih menatapnya.

~~~^^~~~

Jakarta, 2022.

Sekali lagi, Haruto mencoba memfokuskan perhatiannya pada layar laptop di hadapannya tapi dia sulit untuk berkonsentrasi.

Tubuhnya yang sudah bertahun-tahun terbiasa dengan suhu dingin, mengalami masalah menyesuaikan diri dengan suhu di Jakarta yang panasnya setengah mati.

Haruto memaksakan diri tetap duduk di teras belakang dan memohon kepada Tuhan agar meniupkan angin untuknya. Lima menit kemudian, dia menyerah setelah sadar keringatnya sudah menetes di keyboard laptopnya.

Haruto baru berada di Jakarta selama seminggu, yang berarti masih ada tiga minggu lagi sebelum dia harus kembali ke Amerika.

"Kenapa gue di sini?" gumam Haruto sambil menyeka keringat yang mengalir ke pelipisnya.

"Oh jelas, karena gue idiot." jawab Haruto pada dirinya sendiri.

Seorang idiot yang masih stuck dengan lelaki yang sudah tidak ditemuinya selama delapan tahun.

Lelaki yang sudah dihamilinya dan bukannya bertanggung jawab dengan menikahinya, Haruto malah meminta lelaki itu menggugurkan kandungannya hanya karena dia merasa belum siap untuk menjadi Ayah bagi anak itu.

Haruto masih ingat ketika Yedam datang ke apartemennya untuk memberitahukan kehamilannya, yang kini dia sadari merupakan kejadian terpenting dalam hidupnya.

Berkali-kali Haruto berpikir bahwa kalau saja dia mengatasi masalah itu dengan lebih baik, maka Yedam mungkin masih berada di sisinya sekarang.

Bagaimana mungkin Haruto dengan mudahnya menyalahkan Yedam atas apa yang terjadi?

Haruto bahkan sudah memanggil Yedam dan bayi mereka sebagai kesalahan yang seharusnya tidak terjadi.

Sial, bagaimana mungkin Haruto bisa-bisanya mengucapkan kata itu pada seseorang yang dia cintai dengan sepenuh hatinya?

tbc..

~~~^^~~~

Little Secret - [harudam] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang