20. Tidak Berguna

12.6K 1.4K 152
                                    

"Angka penjualan cenderung stagnan di kuartal kedua tahun ini."

"Apa program promosi kita berjalan baik? Bagaimana hasil evaluasimu, Ten?"

"Kompetitor baru cukup banyak bermunculan, Nyonya. Dan mereka mengambil segmentasi pasar yang sama, juga formulasi promosi seperti yang selama ini kita lakukan. Saya rasa kita perlu memikirkan strategi baru."

Boa mengangguk. "Kalau begitu tolong panggil direktur pemasaran, kita harus segera membicarakan ini."

Ketika Ten mengambil ponselnya untuk menghubungi asisten direktur pemasaran, di saat bersamaan ponsel bos-nya pun tengah berbunyi. Pemuda mungil itu mengamati bosnya yang hanya diam mengamati ponsel yang terus berdering, terlihat sedang berpikir keras. Ten memutuskan menunda sebentar untuk menghubungi asisten direktur pemasaran.

Jung Boa terlihat ragu ketika mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja. Kembali terlihat berpikir sebelum akhirnya memutuskan menjawab panggilan itu.

"Halo? Ya, Haeun... "

Ten seketika melotot mendengarnya. Dan  niatnya menghubungi direktur pemasaran sepenuhnya terlupakan.

"Ah, baik, aku dan pamanmu sehat... ah ya maafkan aku belum sempat menemuimu... ya... ya... hmm... bertemu? Tentu... boleh... ya... ya... kau bisa menghubungi Ten... kau tau dia kan? Ya... baiklah."

Boa meletakkan kembali ponselnya ke meja.  Dan kembali melanjutkan pekerjaannya tadi. Sementara, ponsel Ten berbunyi menandakan pesan masuk.

Pemuda mungil itu menyipit tak suka ketika membaca isi pesan yang masuk barusan. Namun pekerjaan tetaplah pekerjaan.

"Nona Choi menghubungi saya untuk membuat janji bertemu dengan Anda."

Boa melirik Ten sekilas. "Ya, dia baru saja menghubungiku. Coba kau periksa jadwalku minggu ini."

"Jika boleh saya tahu, apakah ini pertemuan bisnis atau untuk keperluan lain?" gumam pemuda itu sembari memeriksa agenda sang nyonya.

"Tidak. Kurasa dia hanya sedang ingin ngobrol denganku. Bagaimana, apa kau bisa menyelipkan pertemuan kami?"

Mendengar itu, diam-diam Ten berpikir keras. Setelah menemukan hari, dia segera menyampaikannya pada sang nyonya.

"Apakah saya perlu ikut bersama Anda?" tanya Ten.

Boa menggeleng. "Kurasa tidak perlu."

"Tapi ada dua pertemuan dengan klien dari pemerintah kota juga perwakilan perusahaan supplier yang sudah terjadwal, sebelum dan sesudah pertemuan itu. Tidakkah akan lebih efisien jika saya tetap bersama Anda?"

Boa terlihat diam berpikir. "Apakah jeda waktunya pendek?"

"Tiga jam. Apakah menurut Anda itu cukup untuk pertemuan Anda dengan Nona Choi? Jika tidak, saya akan mencarikan hari lain. Hanya saja, hanya di hari itu waktu cukup panjang yang tersedia untuk minggu ini."

Boa mengangguk. "Baiklah. Tiga jam cukup. Dan kau bisa ikut bersamaku."

Ten mengangguk puas, dan segera teringat bahwa dia tadi akan menelepon asisten direktur pemasaran.

Tiga hari kemudian, jam sebelas siang Choi Haeun telah terlihat duduk tenang menyesap tehnya di salah satu ruangan kafe vintage yang berada tak jauh dari gedung pusat Junghwa.

"Apa kau sudah menunggu lama?" gadis itu menoleh. Seketika berdiri dan tersenyum melihat siapa yang datang.

"Maafkan aku, tapi sebelum dari sini ada pertemuan yang harus kuhadiri."

"Tidak apa-apa, bibi." Haeun bergerak untuk memeluk Boa, dan diterima perempuan itu dengan senang hati.

"Bagaimana kabarmu? Apa bibi sehat?" tanya Haeun. Masih tersenyum hangat, namun senyum itu memudar ketika melihat siapa yang datang bersama Boa.

PLATINUM (jaeyong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang