27. Delapanbelas Lebih

16.7K 1.5K 194
                                    






























Keran kembali mengucurkan air hangat yang mengalir dari pancuran di atas kepalanya. Taeyong tak bergerak dari tempatnya, tetap berdiri menunduk dan menumpukan telapak tangan ke dinding batu hitam. Suara Jaehyun terdengar seperti bibir pria itu menempel ke telinganya, namun kulit mereka bahkan sedikitpun tidak bersentuhan.

"Taeyong, kau dengar aku?"

Pemuda itu mensyukuri air yang kini terus menghujani tubuh mereka, jika tidak, bagaimana dia menyembunyikan tubuhnya yang mulai gemetar? Apalagi karena kali ini disebabkan oleh sesuatu yang berbeda.

Kenapa Jaehyun ada di sini?
Dan lagi...

Demi Tuhan, saking terkejut dengan kehadiran lelaki itu, Taeyong sampai melupakan fakta penting bahwa tubuhnya kini...

"Kau dengar aku kan? Jawablah."

Taeyong mengangguk, masih menunduk tak berani berbalik badan.

"Dengar, aku minta maaf untuk malam itu. Aku tidak bermaksud untuk menolakmu seperti itu."

Lagi, Taeyong hanya mengangguk.

"Jadi, bagaimana? Kau masih ingin mencobanya bersamaku?"

"Hyung mau?" tanya Taeyong sedikit tercekat setelah akhirnya berhasil menemukan suaranya kembali.

"Apa kau benar-benar yakin?" Jaehyun balik bertanya.

"Lakukan, hyung... "

Jaehyun terdiam menatap punggung basah di hadapannya. Kemudian bergerak mendekat dan menyentuh pundak Taeyong. "Katakan saja kapanpun kau ingin aku berhenti."

Taeyong mengangguk.

Tangan Jaehyun bergerak turun mengelus bisep halus yang terbentuk di lengan kurus pemuda itu. Tidak ada reaksi berlebihan. Sepertinya guyuran air hangat memang membantu menyurutkan ketakutan Taeyong, juga membuat segala keraguannya sendiri terbanjur meluruh sepenuhnya.

Pelan ditariknya lengan Taeyong agar pemuda itu berbalik menghadapnya.

"Katakan kalau kau ingin berhenti. Aku akan membiarkanmu pergi." Jaehyun mengingatkan lagi.

Tapi tentu saja tidak, sejujurnya Jaehyun sedikitpun tidak berniat membiarkannya pergi karena dengan sangat halus di bawah sana, sebelah tangannya meraih pinggang Taeyong dan menariknya merapat.

Mata indah Taeyong terlihat memicing melawan derasnya air yang menerpa wajahnya, namun telapak tangannya segera menumpu pada dada bidang suaminya. Sedikit terkejut menemukan betapa keras jalinan otot yang tersentuh oleh tangannya. Pemandangan wajah basah Jaehyun yang tengah menatapnya dalam, meski sedikit kabur akibat tumpahan air yang terasa bak hujan, tak bisa mencegah detak jantungnya berkejaran makin liar memukuli dada.

Sebelah tangan Jaehyun beralih meraih rahang tegas Taeyong, mendongak dan memiringkannya sebelum meraup bibir yang sesekali terbuka menahan derasnya aliran air, dalam sebuah kecupan. Tak seperti saat di bukit, kali ini Taeyong tak berpikir panjang apalagi ragu ketika menyambut ciuman itu.

Awalnya masih selembut malam itu, hanya saja ada sesuatu yang lain yang bisa dia rasakan. Taeyong tau kali ini Jaehyun tidak lagi terlalu menahan diri. Dan dia tidak keberatan. Tidak juga dengan guyuran air yang terus menghujani tubuh mereka yang saling membelit rapat. Dan tidak ada satupun yang berpikir untuk mematikan keran.

Tangan-tangan Jaehyun telah berkeliaran menjelajah, menyentuh semua yang bisa dia jamah. Siapa yang butuh obat perangsang jika kau memiliki sebentuk tubuh macam ini untuk dinikmati?

PLATINUM (jaeyong)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang