"Taeyong, astaga, apa yang terjadi padamu?"
Ten memekik histeris kala pagi dini hari itu akhirnya berhasil menyelinap ke dalam paviliun lama Taeyong.
Bagaimana tidak, keadaanya sung huh menyedihkan... matanya sembab juga bengkak, ada luka di beberapa sisi bibirnya. Pergelangan tangannya membiru. Pemuda itu terlihat sangat pucat, depresi, dan gemetaran, dan sesekali terlihat meringis seperti menahan nyeri.
Taeyong praktis langsung berlari ke pelukan Ten, dan memeluk pemuda itu erat-erat.
Ten menoleh dengan bingung juga khawatir pada suaminya. Youngho juga tak kalah kaget melihat keadaan sahabat istrinya.
"Oh, aku tidak tau kau mengajak Youngho hyung." Taeyong menunduk lirih ketika mengatakan itu.
Ten sudah akan meledak lagi namun Youngho mengelus punggungnya, dan mengerling pada Taeyong yang masih memeluknya erat. Ten segera menarik napas dalam dan berusaha menekan terlebih dulu emosinya.
Pikirannya sudah sangat kalut ketika mendadak Taeyong meneleponnya. Taeyong itu sangat jarang menelepon apalagi di tengah malam buta jika itu untuk meminta bantuan. Belum lagi, dengan apa yang selanjutnya pemuda itu minta, kemudian melihat dengan mata kepala sendiri seperti apa kondisinya. Dari situ saja Ten sudah bisa membuat perkiraan kasar apa yang telah terjadi pada sahabatnya. Jadi, bagaimana bisa dirinya tidak merasa marah?
Youngho mengulurkan sekotak susu stroberi pada Ten, meminta suaminya menyerahkan itu pada Taeyong.
"Kau mau minum ini dulu?" tawar Ten.
Taeyong menoleh, tersenyum lemah ketika menerimanya. Dan meminum susu itu dengan masih tetap memeluk Ten.
Hati Ten seketika terasa sangat pedih melihat Taeyong seperti ini.
"Apa hyung bisa mendapatkan apa yang kuminta?" setelah susu itu habis, Taeyong melonggarkan pelukannya.
Ten segera mengulurkan paperbag yang dibawanya pada Taeyong.
"Yang mana pereda nyeri?" tanya Taeyong.
Ten merogoh paperbag itu dan mengeluarkan satu botol kecil, mengulurkannya pada Taeyong. Pemuda itu membuka tutup botol setengah melamun. Kemudian mengeluarkan tiga biji dan menenggaknya sekaligus.
Youngho membelalak seketika. Sementara Ten mengernyit, menatap pemuda itu khawatir. "Apakah... sangat sakit?"
"Sakit sekali... " lirih Taeyong. Tersenyum pahit mengingat kembali bagaimana perjuangannya untuk bisa mencapai paviliun ini.
Rasanya Ten sungguh ingin menangis mendengar itu. "Siapa, Taeyong? Tolong katakan padaku." Ten memohon. "Siapa yang sudah melakukan ini padamu? Apa Tuan Muda tidak menjagamu dengan baik? Kenapa dia bisa lengah dan membiarkan ini sampai terjadi padamu?"
"Dia... dia yang melakukan ini... " balas Taeyong lirih.
"Apa?!" Rahang Youngho jatuh seketika.
"Hyung, sudahlah... " Taeyong kembali memeluk Ten yang sudah terlihat seperti ingin menghancurkan kepala seseorang. "Aku rasa... dia tidak melakukan ini dengan sengaja."
"Sengaja atau tidak, apa yang dia lakukan ini benar-benar keterlaluan! Aku tidak akan membiarkan-"
"Hyung, tolong jangan membuat keributan di sini, aku mohon. Eomma juga appa akan tahu, aku tidak ingin mereka merasa sedih." Gumam Taeyong.
Ten sudah akan membalas, tak terima dengan perkataan Taeyong namun Youngho memegang pundaknya dan menggeleng.
"Obat yang kuminta tadi, yang mana?" tanya Taeyong kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLATINUM (jaeyong)
Fanfiction[office AU] [domestic drama] [baku] Lee Taeyong adalah asisten kepercayaan Kwon Boa, ibunda dari Jung Jaehyun. Karena budi baik yang terlalu besar, Taeyong rela memberikan apapun jika Boa meminta. Bahkan jika Boa meminta hidupnya