Ch. 5 - Eksekusi (2)

171 10 1
                                    

Ashley menatap kesal, sebelum kemudian meneriakkan protesnya pada satu satunya orang yang menjadi pemilik dari tempat yang dipijaknya saat ini. “Hei! Ini tidak seperti aku sedang telanjang bulat tanpa mengenakan sehelai pakaian pun, jadi berhentilah menghindari tatapanku seperti itu! Seperti jika memandangku akan mati saja. ”

Awalnya, Ashley pikir pria itu akan menyerah dan berakhir menerima situasi yang terjadi di antara mereka, tetapi nyatanya ia salah, yang ada, pria itu malah membuatnya merasa sangat kesal karena terus saja mengalihkan pandangannya dan tidak menatap padanya, membuatnya merasa apakah ia begitu keterlaluan karena terkesan memaksa temannya untuk menatapnya dan mungkin jika diberi kesempatan bisa tidur dengannya?

“Baiklah kalau kau bersikeras seperti itu,” lirihnya pada dirinya sendiri.

Ashley kemudian menegakkan tubuhnya, lalu berjalan ke arah pria itu dan berdiri tepat di hadapan pria itu.

“Hei, apa yang coba kau lakukan?!” Protes Nathan cepat ketika firasatnya mengatakan jika akan terjadi sesuatu yang tidak baik setelah ini, karena apapun yang dilakukan wanita itu di saat-saat seperti ini sangatlah tidak bisa ditebak olehnya.

“Kalau kau tidak menatapku, bukankah lebih baik sekalian saja aku melepaskan semuanya? Bagaimana menurutmu?” Tantang Ashley.

Kepanikan melingkupi diri Nathan sekarang. Ia tahu temannya itu gila, tetapi ia tidak tahu jika wanita itu akan segila ini.

“Tidak ... tidak ... jangan lakukan itu!”

Pria itu mengatakannya tanpa mengindahkan permintaannya untuk menatap padanya. Jika seperti itu, bagaimana ia bisa menerima negosiasi ini begitu saja?

“Hentikan!” Seru Nathan kembali.

Namun, kalau masih tidak menatapnya, untuk apa Ashley mendengarkan perkataan pria itu?

Tanpa memedulikan protes pria itu, Ashley menggerakkan jari jemarinya menuju ujung kaus yang dikenakannya. Ia bersiap mengangkat kaus itu ketika pria itu meraih tangannya, dan tentu saja ... kali ini dengan menatap padanya.

“Aku sudah menatapmu, sekarang duduk dan lanjutkan makan siang ini.”

Ashley tersenyum begitu lebar melihat reaksi dari pria itu. Ia kemudian kembali ke tempat duduknya dan melanjutkan kegiatannya, menikmati makanan siang yang dibuatnya beberapa saat lalu.

“Selamat makan, Nathan,” ujarnya senang, sebelum kemudian menyuapkan satu potongan daging ke dalam mulutnya.

“Ngomong-ngomong, kau mengatakan jika kau telah menyelesaikan training-mu. Lalu, bagaimana rasanya bisa melalui itu dan menjadi pekerja sungguhan di perusahaan besar itu sekarang?”

Wanita itu melemparkan pertanyaan padanya dengan begitu tenang, seolah tidak ada yang terjadi pada pembicaraan mereka semalam atau berapa menit yang lalu itu.  Namun, ya ... setidaknya wanita itu tidak benar-benar membuka pakaiannya sekarang, dan sebisa mungkin, Nathan akan mencegah wanita itu melakukannya.

Sejak diminta untuk menatap wanita itu, ia terus mencoba memfokuskan dirinya untuk menatap pada mata wanita itu, atau jika tidak, ia akan menatap pada puncak kepala wanita itu. Namun, wanita itu tidak membiarkannya melakukannya dengan mudah, karena sesekali wanita itua akan melakukan pergerakan yang membuatnya tidak bisa memfokuskan dirinya hanya pada mata wanita itu.

“Untuk training-nya sendiri, jujur saja rasanya cukup berat, karena ya ... kau tahu sendiri, budaya anak baru, mereka akan memeras tenaga orang baru sebisa mungkin selama masa-masa itu,” jelas Nathan mencoba tetap tenang, walaupun sejujurnya ia merasa sedikit tidak nyaman sekarang.

“Berarti kau begitu hebat bisa melaluinya,” puji wanita itu padanya.

“Hmm ya ... lumayan saja,” balasnya sebelum kemudian kembali menyantap makanannya.

Are We Still Friends?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang