Ch. 7 - Want More, but...

211 12 1
                                    

Nathan tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya ketika kepala departemen dari tempatnya bekerja memuji hasil kerjanya yang walaupun baru berlangsung selama dua minggu ini -setelah masa training-nya- tetapi cukup membuat atasannya merasa terkesan.

Saat ini ia tidak bisa menghentikan senyuman yang muncul di bibirnya, yang mungkin membuatnya terlihat konyol. Namun, bagaimana lagi ketika Nathan memang merasa sesenang itu? Mendapatkan pujian, terutama pujian yang berasal dari atasannya sendiri membuatnya serasa meledak hingga kapan saja dapat menjebolkan atap perusahaan mereka. Ia mungkin bereaksi berlebihan, tetapi bukankah ini suatu langkah besar untuk kariernya?

"Sepertinya ada sesuatu yang terjadi?"

Senyumnya seketika itu juga memudar ketika mendengar suara dari seseorang yang begitu ingin dihindarinya. Erick.

Demi Tuhan, mengapa seseorang sepertinya harus muncul di saat-saat dirinya sedang dalam mood yang baik seperti ini?

Tidak ingin meninggalkan kesan buruk pada seseorang yang mungkin akan di pimpinnya di masa depan, Nathan kembali memunculkan senyuman di bibirnya, tetapi tidak selebar sebelumnya, sebelum berujar menanggapi. "Ya... syukurlah karena tidak ada banyak revisi pada laporanku."

Tidak berniat untuk memperpanjang pembicaraan di antara mereka, Nathan memilih berjalan ke arah meja kerjanya dan kembali melanjutkan pekerjaannya.

Tidak berselang lama, ponselnya berdenting, menandakan jika sebuah pesan baru saja masuk ke ponselnya.

Ashley.

Hei, aku membeli sesuatu dan kembali menggunakan alamatmu. Bisakah kau mengantarkannya padaku malam ini?

Selalu saja seperti ini, wanita itu akan memesan sesuatu dan mengirimnya ke tempatnya. Sebenarnya Ashley memiliki alasan yang cukup masuk akal untuk itu, biaya kirim akan lebih murah ketika di antar ke alamatnya daripada ke alamat wanita itu. Nathan tentu tidak akan keberatan jika wanita itu melakukannya seperti itu, hanya saja yang dipermasalahkannya, wanita itu dengan tidak tahu diri selalu memintanya mengantarkan paket itu ke tempatnya, tanpa imbalan apa pun darinya.

Nathan.

Kau benar-benar harus berhenti menggunakan alamatku.

Balasnya kemudian.

Ini sudah dua minggu lamanya setelah hal itu terjadi di antara mereka. Saat itu mereka sudah saling setuju untuk melupakan hal itu, tetapi untuk Nathan sendiri... Ia tidak tahu mengapa, tetapi bayangan dirinya yang  melakukan seks dengan Ashley sesekali muncul di kepalanya. Tubuh wanita itu, reaksi wanita itu terhadap sentuhannya, dan bagaimana kenikmatan yang mereka dapatkan dari semua hal yang mereka lakukan itu membayanginya.

Ya... bayangan itu terus memenuhi kepalanya, terutama ketika ia sedang begitu berhasrat untuk melakukannya.

Nathan tidak akan mengelak jika seks dengan Ashley merupakan salah satu yang terhebat dari apa yang pernah dilakukannya, tetapi sekarang dirinya merasa sedikit bersalah karena terus membayangkan wanita itu dari sisi yang berbeda dari biasanya.

Astaga, Nathan harus selalu mengingatnya jika Ashley adalah temannya.

Ashley.

Kau bilang kau ingin uangmu kembali? Jadi datang dan aku akan mengembalikannya.

Berdecak kesal, Nathan tahu jika pesan Ashley itu hanya omong kosong belaka, tetapi entah mengapa ia selalu saja larut dengan itu. Jika saja wanita itu tidak melakukan sesuatu seperti perkataannya, Nathan akan membuat wanita itu menyesalinya nanti.

Tanpa membalas pesan dari wanita itu, Nathan kembali memfokuskan dirinya pada pekerjaannya, sebelum nantinya ia harus mengantarkan barang milik wanita itu ke rumahnya.

Are We Still Friends?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang