Bab V

16 5 0
                                    


 "Sudah, Pak," jawab Nadir.

"Coba jelaskan," pinta Pak Doni.

Nadir pun menjelaskan pemikirannya mengenai judul skripsi yang sudah ia dapatkan. Di sisi lain Pak Doni terus menatap layar laptop yang menyala di hadapannya, entah ia mendengarkan atau tidak penjelasan dari Nadir. Namun, Nadir yakin Pak Doni bisa memfokuskan pikirannya pada dua hal yang berbeda dalam sekejap. 

"Bagaimana, Pak? Apakah ada revisi?" tanya Nadir.

"Sebenarnya sudah bagus, tapi judulmu itu masih umum, harusnya lebih spesifik lagi. Kamu coba baca buku-buku yang pernah saya beri tempo lalu, di sana banyak referensi." jawab Pak Doni mengalihkan perhatiannya pada Nadir.

"Baik, Pak." kata Nadir.

"Sebenarnya ada yang ingin saya sampaikan sama kamu, Nadir," ucap Pak Doni tiba-tiba.

"Ada apa, Pak?" ucap Nadir penasaran.

"Hari Sabtu nanti saya ada kegiatan riset bersama mahasiswa semester tiga. Jadi, mereka akan mencoba membuat novel dengan mengangkat budaya daerah. Nah, saya ingin kamu ikut bersama saya karena saya kira kamu cukup berpengalaman untuk membantu adik tingkatmu membuat sebuah cerita. Dan mungkin bisa jadi referensi untuk mengubah judul skripsi kamu. Gimana, kamu bisa?" kata Pak Doni.

Bukan kali ini saja, Nadir memang sering diajak Pak Doni mendampangi mahasiswanya yang sedang menempuh semester awal untuk melakukan riset dan pengembangan mata kuliah. Sejauh ini, memang Nadir bisa dijuluki tangan kanannya Pak Doni.

"Bisa, Pak. Risetnya dimana ya?"

"Di Desa Karang Pamitran. Tempatnya tidak terlalu jauh dari sini. Nanti kamu datang saja ke kampus sekitar pukul 07.00 WIB lalu kita berangkat bersama naik bus kampus." 

Tanpa berpikir terlalu lama, Nadir mengiyakan ajakan Pak Doni. 

"Oh iya, bagaimana tulisanmu yang ketiga? Sudah kamu terbitkan lagi?" ucap Pak Doni mengalihkan pembicaraan.

"Belum selesai, Pak." kata Nadir.

"Saya rasa kamu memang punya potensi untuk menjadi penulis besar, Nadir. Meskipun itu sulit kamu harus bisa menaklukkan keadaan," ujar Pak Doni sambil melepaskan kacamatanya emasnya.

"Saya akan berusaha semaksimal mungkin, Pak," sahut Nadir mantap.

"Baguss!" 

"Ada yang bisa saya bantu lagi, Pak?" tanya Nadir.

"Sudah cukup. Jangan lupa segera tetapkan judul skripsimu. Saya harap kamu bisa segera seminar proposal lalu sidang tahun ini," ujar Pak Doni.

"Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu. Selamat pagi. Assalamualaikum." 

"Waalaikumsalam Wr.Wb. Silahkan." sahut Pak Doni.

Usai bimbingan, Nadir bergegas meninggalkan kampus, pulang ke apartemennya. Ia berencana untuk membaca kembali buku yang direkomendasikan dosen pembimbingnya tadi. 

***

Klekk .. Klekk ..

Bunyi gagang pintu yang dibuka oleh seseorang.

"Haii, bestiiiiii," 

"Ishh ishh besta besti, sejak kapan lu manggil gua besti," 

"Yaellah sewot amat. Nih, gue bawain nasi hek sama gorengan kesukaan elu buat makan malem," 

"Thankss,"

NADIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang