Motorku berjalan cepat menuju kembali ke kafe, lebih cepat dari saat aku mengantar Tasya pulang. Bukan, ini bukan karena aku terlalu bersemangat. Bukan juga karena aku benar-benar ingin bertemu dengan perempuan aneh itu. Hanya saja, aku ingin ini semua cepat selesai.Aku tidak ingin berhubungan apa-apa lagi dengan si perempuan aneh. Jangan sampai. Bisa gila aku, kalau bertemu dengannya terus. Membayangkan dikagetkan setiap hari dengan kalimat-kalimat yang terus mengingatkanku pada perempuan di kereta. Atau juga ditanyai secara tiba-tiba tentang materi akademisku, seolah-olah aku sedang diberi ujian. Kalau orang-orang sering mendengar kalimat 'Tancap gas', itulah yang sedang aku lakukan.
Sesampainya di kafe, aku melihat perempuan aneh itu sedang berdiri di dekat pintu. Aku memarkirkan motorku. Dia menatapku, selagi aku mendekatinya. Aku mencoba untuk mengurangi rasa marahku. Wajah, aku kontrol untuk sebisa mungkin terlihat biasa saja. "Ayo! Jalan!" Ucapnya, saat aku tepat di depannya.
"Jalan?" Tanyaku.
"Iya! Jalan aja sepanjang jalan ini. Jalan terus ke sana langsung ke arah Taman Suropati, kan? Ya gak? Aku lupa!"
"Hah?" Perempuan itu berjalan di depanku. Aku mengikutinya tak jauh dari belakang. Aku tidak bisa berkata apa-apa karena perkataannya. "Lu... Mau apa dari gue? Tiba-tiba kayak gini lu..."
"Gimana kakak waktu di kereta? Dia baik, kan? Gak macem-macem, kan?" Dia menyela ucapanku. Aku menghela nafas sebentar, lalu menjawabnya. "Dia salah satu perempuan paling baik yang pernah gue temuin." Jawabku.
"Oh, ya? Dia kalau di rumah paling cerewet. Mama sampai pusing ngehadepin dia. Makanya, waktu di kereta, dia telepon aku sepanjang perjalanan. Hampir gak pernah mati telepon. Dengerin deh, aku mau kenalan sama cowok ganteng, katanya. Dia gak bilang kalau dia lagi nelepon orang kan, waktu itu?
Waktu kecelakaan itu terjadi juga, kakak masih nelepon aku. Kebayang gak sih? Aku juga kesiksa denger suara-suara itu. Suara kereta, suara ledakan, suara kakak. Waktu kakak minta kamu buat stay, kayaknya dia gak sadar teleponnya bareng aku masih aktif."
Akhirnya aku paham kenapa perempuan di kereta sering kali mengecek ponselnya. Dan akhirnya aku juga paham kenapa perempuan aneh ini mengetahui semuanya. Semua masuk akal sekarang. Aku cukup ngeri, dengan fakta bahwa dia mendengar semua yang aku dan perempuan di kereta lalui. Tak terbayang perasaan apa yang dia rasakan saat itu. Kalau dia mengatakan bahwa dia mempunyai trauma atau sering mengalami mimpi buruk, aku akan percaya. Apa dia mempunyai mimpi yang serupa denganku? Rasa simpati tiba-tiba datang.
"Kakak pergi ke Malang, gara-gara dia baru putus dari pacarnya. Gak baru banget sih, dua bulan lah. Dia mau liburan di Malang, dan ada kakek nenek juga di sana. Tahu-tahunya, gara-gara liburan itu dia malah..." Dia tidak melanjutkan ucapannya dengan sengaja. Kami berdua sama-sama tahu apa yang terjadi. Tapi hal yang terjadi, tentu saja lebih menyakitkan baginya. Perempuan di kereta adalah kakaknya. Aku tidak akan menolak fakta itu.
"Kakak itu, selain cerewet, dia juga cengeng. Nilai anjlok sedikit, nangis. Dimarahin orang tua sedikit, nangis. Diputusin, nangis juga. Mungkin kalau dia gak cengeng, gak perlu tuh, dia bela-belain ke Malang. Gak perlu tuh, dia... Harus gak ada sekarang." Ucapnya.
Dari nada suaranya yang bergetar aku bisa merasakan emosinya. Tak perlu melihat tangis, untuk melihat seseorang sedang menderita. Aku paham kalau dia amat sangat membenciku.
Kami melanjutkan perjalanan kami, dari pinggir jalan. Banyak orang berlalu lalang. Banyak juga kendaraan bermotor yang melintas. Sepertinya kami berdua sama-sama tidak memedulikan itu. Taman Suropati yang dia maksud, masih jauh meski kami sudah separuh jalan. "Hei! Gue... Gue minta maaf. Gara-gara gue, kakak lu... Gue bikin dia stay di kereta yang sama. Gue bikin dia... Gue juga gak seharusnya ngeladenin omongan dia dari awal."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jakarta Syndrome
RomanceDua wanita hadir di dalam kehidupan Alvian. Perempuan yang membuatnya merasa bersalah di setiap apa yang dia lakukan padanya, dan perempuan yang selalu membuatnya merasa ketidak-pantasan karena bisa memilikinya. Alvian mengalami kecelakaan kereta ap...