Aku memberhentikan motorku tepat di depan gerbang kosan milik Tasya. Dia turun dari motor lalu menghadapku. Wajahnya tampak lelah. Mungkin tak ada salahnya memulangkannya lebih awal, dari yang sebenarnya aku inginkan. Mungkin itu yang dia butuhkan. "Dah! Sampai ketemu nanti!" Ucapnya."Iya! Istirahat, ya! Muka lu kelihatan capek banget!"
"Makasih!" Tasya berjalan membuka gerbang kosannya. Ada yang kurang. Ada yang mesti aku katakan padanya. Bukan bermaksud, aku ingin meniru film-film romansa. Tapi, ada yang kurang di sini. "Sya!" Panggilku. Tasya memutar tubuhnya untuk menghadapku. "Gue seneng banget hari ini. Untung banget, elu belinya bukuuuuu, U nya ada lima. Kalau lu cuma beli buku, gue gak bakalan seseneng ini. Jadi, makasih!"
Tasya tertawa. Dia menatapku pelan. "Tahu gak? Karena gue udah bikin lu seneng, lu harus balas budi ke gue."
"Balas budi gimana?"
"Senyum!" Jawabnya. "Kenapa harus senyum?"
"Karena gue mau jadi alasan lu buat tersenyum." Aku menatapnya. Aku menarik nafasku cepat, namun menghembuskannya dengan pelan. Setelahnya, aku mencoba untuk tersenyum. Aku merasakan sesuatu yang berat di dua pipiku. Tapi aku yakin, aku sedang tersenyum. Tasya juga tersenyum melihatku, meski aku tidak tahu karena apa. Aku harap bukan karena terlihat anehnya aku sedang tersenyum. "Dah!" Ucapnya.
"Dah!"
Setelah beres mengantarnya, aku jalankan motorku untuk kembali ke mall itu. Membelah jalanan ibu kota, di malam minggu yang sangat ramai. Aku sudah mempunyai surat izin mengemudi, untungnya begitu. Memiliki surat izin mengemudi, rasanya seperti memiliki izin akses keseluruh dunia.
Sesampainya di tempat parkir, aku mencoba untuk menghubungi si perempuan aneh. Mencari nomornya di ponselku, aku terpaku beberapa saat. Aku harus menamai kontak nomornya. Santi? Sinta? Shima? Sialan, bagaimana bisa aku melupakan nama orang begitu saja. Aku menuliskan 'Perempuan aneh' di kontak nomornya. Setidaknya aku tidak akan kesulitan mencari nomornya suatu saat nanti.
Ya, sementara ini biar 'perempuan aneh' saja. Aku meneleponnya. "Lu di mana?" Tanyaku, sedikit kasar. Oke, mungkin tidak sedikit. "Santai dong! Lagi di... Apa ya? Banyak kaset musiknya deh." Aku tahu tempat yang dia maksud. Beberapa kali aku pernah mengunjungi tempat itu. Aku lebih suka Vinyl record, ketimbang musik di ponsel kalau sedang ada di rumah. Lebih berasa.
"Tunggu di situ! Gue ke sana!" Ucapku.
"Oke!" Aku berjalan menuju tempat yang dimaksud. Mendapati si perempuan aneh sedang melihat-lihat sebuah kaset musik, aku menariknya paksa keluar dari toko musik itu. Beberapa orang menatapku risih. Aku tidak peduli. "E e eh! Jangan tarik-tarik gini dong!" Ucapnya.
Setelah di luar, aku melihat ke sekeliling. Memastikan bahwa tidak ada yang benar-benar memerhatikan kami lagi, selagi mereka sedang menjalani kesibukan masing-masing. "Lu... Lu ngikutin gue sama Tasya, kan?" Tanyaku kasar. "Enggak!"
"Jujur!"
"Enggak, dibilanginnya! Aku kesini sama temen-temenku tadi. Karena lihat kalian berdua, ya aku nelepon kamu aja."
"Bohong! Lu pasti ngikutin gue!" Aku benar-benar menekankannya sekarang. "Oke! Gini deh, kalau aku ngelihat kalian berduaan, lagi, entah kapan pun aku lihatnya, aku gak bakalan nelepon kamu. Gak bakal gangguin, gak bakal nyamperin. Gimana? Fair?"
Aku menatapnya. Tak ada gunanya mendebatnya. Dia akan tetap mengelak. "Sekarang... Mau lu apa sih?" Tanyaku. "Jalan?"
"Hah? Denger ya! Lu gak bisa seenaknya..." Tanpa menghiraukan perkataanku, perempuan aneh ini berjalan melewatiku.
"Woy!"
Aku menyejajarkan langkahku dengannya. Aku tak melakukan apa-apa lagi, selain mendecak kesal. Aku akan ikuti permainannya, percuma melakukan sesuatu. Selang beberapa lama, dia tak mengatakan sepatah kata pun. Kakinya terus melangkah, hingga akhirnya berhenti di sebuah kedai kafe. Dia masuk ke dalam, lalu duduk di salah satu kursi kosong. Aku tetap berdiri di hadapannya. "Pesenin dong! Uang kamu tapi, ya! Americano satu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jakarta Syndrome
RomanceDua wanita hadir di dalam kehidupan Alvian. Perempuan yang membuatnya merasa bersalah di setiap apa yang dia lakukan padanya, dan perempuan yang selalu membuatnya merasa ketidak-pantasan karena bisa memilikinya. Alvian mengalami kecelakaan kereta ap...