Aku mengurung diri di kamar supaya tak diteror mama dan Lita. Takut juga Brian melakukan hal tak senonoh lagi. Atau malah nekat menyakiti demi membungkamku.
Brian belum pulang sebab menunggu ayah datang. Sepertinya mereka akan mengadukan persoalan ini agar makin kuat legalisasi mengusirku dari rumah ini.
Dari tadi kata yang keluar dari mulut Lita adalah pengusiran. Ketika mama menyanggah, Lita akan membentaknya. Lalu, mama memilih diam.
Pukul tujuh malam, ayah datang. Kehadirannya langsung disambut Lita dengan tangisan. Karena jarak antara kamarku dan ruang depan pendek, telinga ini mampu menangkap dengan jelas suara dari sana.
Lita menambah-nambahkan keterangan pada ayah. Bahkan, didominasi fitnah keji. Kudengar, ayah sampai menggebrak meja saking tersulut emosi.
Ditambah penjelasan Brian yang juga berisikan fitnah tak kalah keji. Aku ingin keluar menyanggah semua itu, tapi langkah ini tak sejalan keinginan hati.
Ya, Allah, apalagi yang akan terjadi kalau ayah sampai terprovokasi? Apa aku akan diusir malam ini juga. Sebenarnya tak apa kalau harus pergi, tapi kalau malam, bingung harus ke mana. Takut juga ada penjahat. Kehormatan dan nyawa akan terancam.
"Lily, buka pintunya, ayah mau bicara!"
Tubuhku gemetaran lagi. Rasa takut sudah menjalar ke seluruh tubuh ini. Mau tak mau pintu harus dibuka sebab gedorannya sudah memekakkan telinga. Dengan tangan bergetar kutarik gagang pintumya.
Sesaat setelah pintu terbuka, ayah menyeretku keluar dari kamar. Pria yang berwajah masam itu memaksaku duduk di kursi di samping Lita dan Brian.
"Apa benar kamu merayu Brian untuk tidur denganmu?"
Ayah langsumg menyerangku dengan pertanyaan menyakitkan. Pria yang terkena api fitnah ini, mukanya sampai memerah.
"Ti, tidak, Yah,, Dia-!"
"Udah, deh, Ly, jangan bohong terus. Lo jahat, lo dengki karena Brian calon suami gue. Lo mau ngancurin hidup gue'kan, Ly?" serang Lita sambil mengarahkan telunjuknya pada wajahku.
"Demi Allah, Brianlah yang mau merkosa, Lily, Yah. Terserah ayah mau percaya pada siapa? Ayah tahu sendiri bagaimana Lily selama ini 'kan? Jangankan merayu lelaki untuk berzina, dipegang tangan saja tak pernah."
Dengan suara bergetar, aku menyanggah. Tapi, melihat kepungan api fitnah, keyakinan akan dimenangkan hilang.
"Eh, Ly, Brian itu bukan cowok jalang. Dia gak pernah maenin perempuan. Mana mungkin ngerayu cewek burik kayak, lo!" hina Lita.
"Ly, aku gak akan mempermasalahkan ini lagi asal kamu mau ngakuin. Kita'kan mau jadi sodara, Ly. Masa musuhan?" ucap Brian.
Sekilas kutajamkan pandangan pada mahluk licik ini. Darah sampai berdesir hebat saat kulihat ia mengangkat satu sudut bibirnya sekilat.
"Iya, Ly, kamu cukup mengakui dan minta maaf pada Brian dan Lita maka masalah cepat beres. Daripada kamu keras kepala begini," kata mama.
"Lily tidak salah, jadi lily takkan minta maaf!"
"Lily!" bentak mama.
"Kamu beneran songong! Ayah harus menghukum Lily biar dia jera!" teriak Lita.
Ayah menghela napas berat. Pria itu menatapku entah dengan arti apa. Tapi, dari tatapan itu, aku yakin takkan ada keadilan untuk seorang Lily.
"Besok pagi kamu harus pergi dari rumah ini, Lily. Ayah tak mau hubungan Lita hancur gara-gara kamu!"
Akhirnya airmataku jatuh. Orang yang kukira akan menjadi pembela, nyatanya sama saja. Mungkin, karena ini berkaitan dengan menantu kebanggaannya. Jadi, ayah pun buta dari kebenaran ini.
"Tapi, Yah, kenapa Lily harus pergi? Nanti dia pergi ke mana? Beri hukuman lain saja, jangan diusir!" usul mama.
Aku menoleh pada mama yang bicara begitu? Apakah itu tulus atau hanya demi pencitraan di depan ayah?. Entahlah, bahkan aku sudah tak mampu melihat mana ketulusan mana sandiwara di rumah ini
"Kok, mama malah bela Lily, sih, aku itu korban, dia penjahatnya. Apa mama udah mihak dia sekarang?"
"Bukan gitu, Ta. Mama juga marah sama kelakuan Lily, tapi kalau diusir mau di mana dia tinggal. Di luar itu bahaya!"
"Di kolong jembatan aja, itu pantas buat dia!"
Aku tak sanggup lagi untuk berada di tempat ini. Lebih baik masuk kamar dan menangis di sana.
*
Selepas subuh, aku sudah merapikan pakaian yang akan dibawa. Juga beberapa barang pribadi lainnya. Jadi kalau pun harus pergi kapan saja, aku sudah siap. Tak perlu lagi mendengar caci maki dan umpatan yang makin menyakiti.
Karena memang tak punya banyak barang, aku tak perlu banyak tas saat akan pergi begini. Cukup satu ransel dan satu totebag jumbo. Aku memang jarang belanja sebab uang gaji setengahnya diberikan pada mama.
Sebenarnya sampai pagi ini, aku belum tahu akan pergi ke mana. Tapi, tak mungkin juga tetap di sini sebab keputusan ayah tak bisa diganggu gugat.
Mungkin, nanti ceu Bedah atau teman kerja punya rekomendasi tempat. Kalau tak ada juga terpaksa minta izin nginap di warung ceu Bedah. Dia'kan hidup dengan anak perempuannya saja. Suami dan anak lelakinya kerja di luar kota.
Pukul enam, aku pamit pada ayah dan mama. Sekarang sudah tak ada lagi keraguan untuk pergi. Rumah ini memang bukan tempat bernaung yang baik untukku.
Mungkin, Allah sedang menyiapkan tempat yang layak untukku. Tempat yang menjadikanku dihargai sebagai manusia.
*
Ada di
KBM APP
JOYLADA
Link ada di beranda FB saya
HaninHumayrohumayro
KAMU SEDANG MEMBACA
GADIS TERHINA JADI NYONYA
RomanceLily kerap dihina sebab tak cantik, kurus, berkaki pincang dan hanya lulusan SMP Namun, keadaan berbalik ketika keberuntungan menyapa. Ia bahkan berhasil menjadi seorang nyonya. Siapakah yang mengangkat derajatnya? Lalu, bagaimana nasib para penghi...