"Gosah pake nangis, lebay! Lo aja waktu ngerayu Brian pake senyum maut! Jijik gue ma, lo, Ly! Udah pergi sono jangan drama mulu!! Inget jangan balik lagi!" cerocos Lita yang kini ada di samping ayah. Ia pasti maksa bangun sebab tak mau menyia-nyiakan kesempatan menghinaku.
"Ly, kamu rencana mau ke mana! Ini ada uang, ambil buat tambahan!" tanya mama. Ia menyodorkan uang ratusan sebanyak tiga lembar. Kurasa kali ini mama tulus. Seburuk-buruknya sikap seorang ibu, pastilah masih punya nurani.
"Mama apaan, sih, gosah lebay pake kasih duit. Dia, tuh, duitnya banyak hasil jual diri!"
Tangan ini lepas kendali hingga menghantam pipi Lita. Jelas saja Lita meradang dan siap membalas pukulan, tapi ayah memeganginya.
"Allah yang akan buktikan siapa sebenarnya yang salah! Dengar Lita, Brian itu bajingan, kamu bakal nyesel nikah sama dia! Lily pamit, Yah, Mah. Simpan saja uang itu untuk keperluan mama!"
Tanpa ragu lagi, kulangkahkan kaki menuju jalanan. Tujuannya ke arah warung ceu Bedah. Duduk saja di sana sambil cari informasi. Perut lapar juga sebab belum diisi sejak sore kemarin.
Tak ada yang mengejarku untuk meminta tetap di rumah. Kenapa juga masih berharap pada sesuatu yang mustahil terjadi. Lebih baik mantapkan hati.
Aku tak mau nangis, tapi airmata tak bisa ditahan. Tetesan bening ini berjatuhan seiring langkah yang makin menjauh dari sana.
Mau tak meratapi nasib, nyatanya tak bisa. Tetap saja keluar keluh kesah atas nasib buruk yang menimpa. Terfitnah dan terusir dari rumah.
"Hai, Ly, mau ke mana, nih, rencananya? Kalau, lo, gak punya tujuan, gue punya rumah kosong. Di sana kita bisa senang-senang tiap hari! Gimana?"
Dasar bajingan! Rupanya dia niat menungguku di persimpangan. Pasti ingin memperlihatkan kehebatannya sudah menang dalam kasus ini.
"Gue yakin lo masih ori, gue penasaran abis! Gue doyan cewek orisinil!"
"Gue bakal ngejerit kalau lo terus ganggu. Satu, dua ...!"
"Wait, Wait! Oke, gue pergi, tapi tawaran gue masih berlaku, loh! Harga keorian, lo juga bisa nego!"
Darahku mendidih mendengar hinaan demi hinaan dari mulut busuk Brian. Tapi, tak boleh sampai bergolak dan meledak sebab akan memperpanjang masalah.
Aku takkan menang saat ini kalaupun mengeluarkan seluruh daya dan upaya melawan. Lebih baik mengalah agar tak harus berurusan lagi dengan lelaki bejat itu.
Brian kotor dan menjijikkan. Mungkin hubungan yang dijalin dengan Lita pun sudah sampai tahap zina. Naudzubillah min dzalik.
Brian pergi setelah kugertak sekali lagi. Aku pun bisa melanjutkan langkah yang tertahan. Hanya butuh beberapa menit lagi untuk sampai di warung ceu Bedah
"Tumben jam segini udah datang, Ly?"
"Iya, Ceu!"
Aku mengambil tempat di bangku panjang paling pojok. Di sini tak terlihat dari luar sebab lebih tersembunyi. Aku pesan nasi uduk, gorengan dan teh manis. Harus banyak asupan agar tubuh tidak ambruk.
Sebelum bicara dengan ceu Bedah, aku habiskan dulu uduknya. Karena lapar banget, makanan ini dalam sekilat langsung habis.
Mumpung masih sepi, aku beranikan diri bertanya soal kontrakan satu kamar di daerah ini. Ditanya begitu, ceu Bedah langsung bengong. Apalagi pas tahu itu untukku.
"Kenapa mau ngontrak, Ly?"
"Pengen mandiri aja, Ceu! Gimana, Ceu, ada gak?"
"Nanti, ya Eceu carikan!"
"Yang murah, tapi aman, ya, Ceu!"
"Iya pasti atuh. Nanti eceu carikan yang nyaman dan aman!"
"Haturnuhun, Ceu!"
*
Selama jaga grosir koh Abeng, aku berusaha bersikap biasa. Siapapun tak boleh tahu apa yang terjadi dalam hidup ini.
Biar saja semua kutelan sendiri.Sampai pukul sebelas, semua berjalan baik-baik saja. Tak ada omongan apapun dari siapapun. Tapi, ketenangan itu terganggu ketika makan siang. Tanpa sengaja, aku mendengar omongan ceu Bedah dan beberapa pembelinya.
"Iya, Lily diusir karena ngerayu calon suami Lita. Ngajak tidur malah! Wajar, sih menurut saya kalau diusir!"
"Iya, tega banget sama adik sendiri begitu."
"Gak nyangka, ya, kerudungan, tapi bejat!"
"Alim padahal keliatannya. Ih, taunya pelakor! Awas aja suami kita juga diincer. Jagain!"
Tubuhku seperti disengat aliran listrik mendengar obrolan itu. Kemalangan ternyata belum bosan pergi. Sekarang fitnah keji sedang menjadi bahan gosip orang-orang sekampung. Bahkan, mungkin akan tembus ke kampung sebelah.
"Saya tahu Lily, gak mungkin dia begitu. Pasti salah paham!" bela ceu Bedah.
Ternyata ada yang masih percaya padaku. Semoga tak hanya satu agar bisa dibersihkan namaku.
Dehamanku menghentikan obrolan mereka. Terang saja semuanya gelagapan. Karena ini harus diklarifikasi, aku tak boleh diam.
"Kalau tak tahu duduk persoalan, sebaiknya jangan menyebarkan gosip ke mana-mana. Kata pak Ustaz Halim itu dosa, Ibu-ibu. Saat ini memang percuma saya mengklarifikasi gosip, apalagi sudah nyebar ke mana-mana. Saya hanya mau bilang, demi Allah semua tuduhan itu fitnah. Ibu-ibu 'kan tahu sendiri sikap saya sehari-hari. Jangankan zina, pacaran saja belum pernah!"
Mereka diam. Tapi bukan berarti percaya begitu saja. Mungkin pulang dari sini akan kembali melanjutkan gosip panasnya.
Karena tak enak mungkin padaku, ibu-ibu itu pergi. Tapi, aku tak sendiri di warung ini sebab telah berdatangan pembeli lain.
Mau tak mau aku duduk bersama mereka sebab bangku kayunya juga untuk bersama. Meski tak nyaman, aku tetap pesan makanan dan makan di sini.
Awalnya baik-baik saja, tapi berubah ketika datang dua laki-laki yang biasa makan di sini. Obrolan mereka nyerempet ke hal mesum. Memang tak langsung menyebut namaku, tapi itu jelas ke mana arahnya.
"Ternyata gak usah jauh-jauh kalau mau booking cewek. Di kampung kita juga ada."
"Hmm, makanya jangan liat orang dari penampakan, kadang itu nipu. Gaya alim, kelakuan lalim!"
"Eh, udah ganti kerjaan, Sep. Jadi kang gosip?" sindir ceu Bedah. "Ganti daster, gih!"
Keduanya langsung tertawa disindir oleh ceu Bedah. Lanjut bercanda dengan wanita yang dikenal sebagai mantan jawara itu.
"Sabar, ya, Ly. Gusti Allah akan membersihkan nama kamu. Eceu, mah, seratus persen yakin kamu itu baik, bersih!"
Aku kembali tak bisa menahan airmata mendengar motivasi dari ceu Bedah. Wanita yang bukan siapa-siapa ini justru jadi pembela pertama di saat semua menyudutkan.
Masih ada orang baik di dunia ini ternyata.
Aku kembali ke grosir untuk melanjutkan pekerjaan. Sepertinya kali ini aku tak bisa tenang sebab mungkin para pekerja sudah tahu gosip ini. Bahkan, koh Abeng dan istrinya. Entah bagaimana pandangan mereka.
"Ly, dipanggil Koh Abeng ke rumahnya!"
Perasaanku langsung tak enak mendengar itu. Pikiran negatif muncul di kepala. Aku hanya bisa berdiri di depan pintu rumah koh Abeng. Kaki ini tak sanggup gerakkan lagi saat mendengar obrolan dari dalam.
"Mama benar'kan, Andre. Kamu gak pantas sama Lily. Dia itu bukan cuma tak cantik fisik, tapi juga tak cantik hati. Calon suami adiknya saja diajak tidur! Pah, pecat saja Lily biar toko kita tak kena sorotan buruk masyarakat!"
*
Thor, kapan bahagianya neng Llly?
Sabar, eaa, pantengin aja teros*
Ada di
KBM APP
JOYLADA
Link ada di beranda FB saya
HaninHumayrohumayro
KAMU SEDANG MEMBACA
GADIS TERHINA JADI NYONYA
RomanceLily kerap dihina sebab tak cantik, kurus, berkaki pincang dan hanya lulusan SMP Namun, keadaan berbalik ketika keberuntungan menyapa. Ia bahkan berhasil menjadi seorang nyonya. Siapakah yang mengangkat derajatnya? Lalu, bagaimana nasib para penghi...