JALAN KELUAR

6.2K 144 10
                                    

Ucapan salamku menghentikan obrolan keluarga koh Abeng. Setelah hening sesaat, barulah terdengar suara menyilakan masuk.

Kulangkahkan kaki perlahan menuju tempat berkumpulnya keluarga koh Abeng. Aku disuruh duduk di kursi kosong depan meja kerja koh Abeng. Di sebelah kanannya ada enci dan koh Andre.

"Langsung saja, Ly. Ini tentang gosip tak enak yang beredar hari ini. Sudah menyebar ke mana-mana. Bahkan, sudah ada yang berani bertanya pada Enci, " jelas koh Abeng

Aku meremas jari yang sudah basah. Meski sudah menduga hal ini akan terjadi, tetap saja hatiku kacau. Bahkan, lidah ini mendadak kaku untuk bisa merangkai kata.

"Apa benar gosip itu, Ly. Jujur saja, kami lebih suka orang jujur sebab itu dasar kepercayaan," timpal Enci.

Aku mulai menata hati agar lebih tenang. Meski mereka belum tentu percaya, aku harus tetap menjelaskan.

"Demi Allah, saya tidak pernah merayu Brian. Justru dia yang mau melecehkan saat hanya ada kami berdua. Saya tahu mungkin kalian tidak akan percaya, tapi itulah yang sebenarnya. Jangankan berzina dengan lelaki, pacaran saja saya belum pernah."

"Andre percaya Lily. Sepanjang berteman dengan Lily, dia tak pernah berani bersentuhan dengan laki-laki. Bahkan dulu, waktu Andre mau pegang tangannya, Lily menepis. Andre justru berpikir, Brianlah yang memang ingin melecehkan Lily!"

Mendengar pembelaan koh Andre, rasa kesalku padanya perlahan hilang. Pria ini masih punya sisi baik, yaitu mampu melihat lebih jernih sebuah persoalan.

Tentang dia lebih suka Lita daripada Lily itu sah-sah saja. Namanya rasa tak bisa dipaksa. Wajar juga ketika mengatakan Lita adalah barang bagus, sedang aku tidak. Secara fisik itu kenyataan.

Justru dengan tahu dari awal perasaan koh Andre, aku jadi bisa ambil sikap. Tak boleh meletakkan perasaan pada yang hati salah.

"Saya juga percaya sama kamu, Ly. Tapi, ini soal sorotan masyarakat. Kejam sekali fitnah sama kamu dan akhirnya menyeret nama kami. Dengan berat hati kamu istirahat dulu, ya, Ly. Nanti kalau sudah reda, kamu bisa kerja lagi. Ini dua kali gaji, Ly. Saya benar-benar minta maaf, Ly!"

Aku menatap amplop putih yang disodorkan koh Abeng. Rupanya keputusan mengeluarkanku sudah bulat. Jadi, mau bicara bagaimanapun percuma.

"Tak apa kamu boleh di toko sampai sore supaya gak jadi tanda tanya pada pegawai lain. Mulai besok saja tak masuknya, jadi mereka tahunya besok."

"Iya, Koh. Maaf jadi bikin malu. Makasih udah bantu Lily selama ini. Makasih juga sama Enci dan koh Andre."

"Iya, Ly, Enci juga minta maaf, ya. Kamu pasti paham posisi kami'kan?"

"Iya, Nci!"

Aku pamit pada keluarga itu. Seperti kata koh Abeng, besok saja tak masuknya. Sekarang bersikap seperti tak ada apa-apa.

Aku menyeka airmata sebelum sampai di toko. Mereka tak boleh tahu apa yang terjadi. Nanti malah jadi ditanya-tanya.

Di toko aku berusaha tetap fokus. Tetap mengupayakan tersenyum dan berwajah ceria.

"Ly, yang sabar, ya. Fitnah itu pasti akan berakhir. Saya, mah percaya kamu gak akan berbuat begitu," kata kang Rahmat, salah satu pegawai toko. Kata-kata begitu saja sudah sangat menyenangkan hati.

"Iya, Ly, jahat banget yang fitnah kamu. Akang tahu banget si Lita kayak apa mulutnya. Pasti dia yang nyerocos sana-sini. Cantik juga kalau busuk mah buat apa!" timpal yang lain.

Aku mengucapkan banyak terima kasih pada mereka yang dengan tulus percaya. Bagiku itu seperti segelas air saat kerongkongan kering.

Selepas kerja, aku menemui ceu Bedah. Mau menanyakan apakah sudah ada kontrakan. Ternyata aku harus menelan pil kekecewaan sebab kontrakan penuh.

"Kamu nginep di sini saja dulu, Ly, semalam, dua malam. Nanti kita cari kontrakan ke desa sebelah. Kali aja ada!"

"Beneran, Ceu? Alhamdulilah, haturnuhun, Ceu! Nanti saya bantu eceu masak, tapi saya di dalam saja supaya tak jadi omongan orang."

"Memang kamu tak kerja?"

"Udah enggak, Ceu, Katanya istirahat dulu sampai fitnah reda."
.
"Huh, itu, sih kepengennya si Enci pasti. Dia'kan yang gak suka banget sama kamu. Sekarang ada alasan, jadilah langsung pecat!"

Aku juga mengerti itu. Memang Enci tak suka padaku. Kadang bingung apa alasannya. Apa cemburu? Padahal aku tak ada hubungan dengan suami dan anaknya.

*

Aku membantu ceu Bedah masak pukul tiga malam. Ternyata seberat ini pekerjaan penjual masakan. Harus sudah siap di dapur di saat orang lain masih tidur. Masalahnya warung ini buka dari jam setengah enam pagi.

"Ly, maaf, ya, menginapnya hanya bisa hari ini saja. Suami dan anak lelaki saya mau pulang sore. Di sini gak ada kamar lagi."

"Iya, Ceu, siang juga saya pergi. Semoga ada kontrakan, ya."

"Ly, eceu beneran minta maaf, bukan gak mau nolong."

Kucoba terus menancapkan keyakinan bahwa pertolongan dari Allah akan datang. Meski belum terbayang, pasti akan ada jalan. Kalau enggak ada sama sekali kontrakan, cari hotel atau penginapan murah saja dulu supaya ada tempat tidur yang aman.

Pagi-pagi aku sudah membereskan barang pribadi. Kapanpun bisa langsung pergi.

"Ly, ada yang beli, tolong layani dulu. Eceu sakit perut!"

Aku bergegas ke warung untuk melayani pembeli. Padahal ini baru pukul enam, tapi sudah ada yang datang.

Di depan pintu rumah, aku terpaku. Ternyata yang datang bukan pembeli.

"Ly!"

"Ayah?"

"Ayah sudah dapat kontrakan untuk kamu, Ly! Ayah sengaja ngusir agar kamu bisa keluar dari tempat buruk itu."

"Ayah..."

*

Ada di KBM APP dan JOYLADA

LINK ada di beranda FB saya

HaninHumayrohumayro

GADIS TERHINA JADI NYONYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang