GADIS TERHINA JADI NYONYA 8
Part sebelumnya
https://www.facebook.com/groups/284136298938165/permalink/888719085146547/Aku menghambur ke dalam pelukan ayah. Lantas menangis dalam pelukannya. Ternyata lelaki yang kusangka kejam, sangat peduli pada putrinya.
Di dada ayah, aku merasa punya perlindungan setelah sekian lama ada dalam ketakutan. Pria paruh baya ini mengusap-usap punggungku untuk menenangkan.
Rasanya tak ingin lepas dari pelukan ayah. Tapi, terpaksa harus dihentikan sebab datang ceu Bedah. Ayah langsung bicara padanya untuk mengucapkan terima kasih. Juga izin mau membawaku ke kontrakan.
"Makan dulu, ya. Ayo!"
Aku dan ayah mengikuti keinginan ceu Bedah, yaitu makan di warungnya. Wanita itu juga minta penjelasan soal gosip sadis terkait aku dan Brian.
"Itu hanya salah paham, tapi sudah terlanjur jadi fitnah. Nanti juga reda sendiri. Diklarifikasi juga percuma, sudah nyebar ke mana-mana..Biarkan saja!" jelas ayah.
Memang benar kata ayah. Mau diklarifikasi bagaimanapun, sudah terlambat. Gosip begitu pastinya akan mudah menyebar, jadi biarkan saja.
Setelah makan dan pamitan pada ceu Bedah, ayah membawaku ke kontrakan. Seharian kemarin dirinya muter-muter nyari untuk tempat tinggal putrinya. Sore sudah dapat, tapi melihatku diterima ceu Bedah , beliau menangguhkan penjemputan sampai pagi ini.
Aku merasa bersalah telah benci pada ayah. Ternyata yang dilakukannya di rumah hanya sandiwara. Berarti ia sangat mengerti karakter putrinya yang tak mungkin melakukan hal keji.
"Ini rumahnya, untukmu sendiri, cukuplah!"
Aku ingin bersorak girang saat memasuki rumah mungil yang ayah sewa bulanan. Beliau membayar satu bulan dulu katanya. Ingin lihat cocok atau tidak.
"Siang kita belanja kasur, alat masak dan alat makan. Ayah jemput kamu jam dua, ya. Kalau sore tokonya takut tutup."
Ayah cocok dengan tempat ini karena ramai. Dekat jalan dan lingkungannya baik. Bukan daerah rawan kejahatan. Jadi bisa tenang membiarkanku tinggal di sini. Ia juga takkan memberi tahu mama dan Lita soal tempat tinggalku yang baru.
Sebelum ayah berangkat kerja, kami ngobrol dulu. Aku menceritakan bahwa telah dikeluarkan dari toko koh Abeng. Ayah bilang nanti dicarikan pekerjaan baru. Atau kalau tak ada, buka warung saja. Nanti dimodali.
Ayah juga memintaku menjelaskan kronologi kejadian tragedi dengan Brian. Tentang ia mencegatku juga disampaikan. Pria itu sampai mengepalkan tangan mendengar fakta yang sebenarnya..
"Aku kasihan saja pada Lita kalau mereka sampai menikah. Tapi, kalau pun diberi tahu, takkan percaya," kataku.
Ayah membenarkan pendapatku. Ia sangat paham karakter Lita. Memang susah, mau ada bukti otentik pun, takkan mempan. Lita sudah bucin akut pada Brian.
*
Akhirnya aku buka warung di pinggir jalan. Tempatnya berdampingan dengan lapak lain jadi ada teman. Kalau misal ada orang jahat bisa minta bantuan.
Cuma warung kecil pun modalnya lumayan. Sewa tempatnya itu, loh, juga beli barang dagangan. Untung ada uang pesangon dari koh Abeng. Ditambah pemberian ayah. Cukuplah, malah ada sisa.
Meski harus jaga warung di pinggir jalan hidupku lebih tenang. Tak harus mendengar amarah dan hinaan tiap hari. Para penjual di lapak lain juga baik-baik. Tak julid, malah saling mendukung satu sama lain.
"Es, satu, Ly!"
"Siap, Mas!"
Aku mengantarkan es campur pada pembeli bakso mas Yono. Kami biasa begini, jadi sudah saling mengerti.
Ayah jarang datang sebab banyak pekerjaan. Aku memakluminya. Apalagi beliau punya istri dua, pastilah ruwet bagi waktunya.
"Es, tiga!"
Aku agak terkesiap melihat siapa yang tadi memesan es. Pasti itu preman sebab tampangnya sangar. Pakai batu akik banyak pula.
"Iya, Bang!"
Lepas minum es, tiga preman itu langsung pergi. Jelaslah aku mencegah kepergiannya sebab mereka belum bayar.
"Apa, bayar?"
Ketiganya tertawa, entah menertawakan apa. Dari cara tertawanya bisa ditebak mereka sedang melecehkanku.
"Abang'kan beli es saya. Wajar, dong saya tagih!"
Sebenarnya nyaliku ciut liat tampang sangar, tapi nyoba peruntungan mengambil hak. Modal dikit kalau dagangan tak dibayar gimana nasib jualanku ke depan.
"Kamu orang baru, ya. Mas Yono kasih tahu cewek ini siapa kami!" tenang preman yang badannya gempal.
"Udah, Ly. Gak usah ditagih. Emang mereka gak bayar karena jaga keamanan di sini, " jelas mas Yono. Keliatan banget lelaki keturunan Jawa itu takut-takut saat bicara
"Keamanan apa? Kalau main makan, gak bayar itu meresahkan, bukan jaga keamanan. Bayar es saya, Bang, cuma lima belas ribu!"
"Berani kamu, ya!" ancam preman yang kumisnya paling lebat.
"Hei, gak malu lo mukul cewek!"
Mendengar suara barusan, preman sangar yang sudah ngangkat tangan mengurungkan niat. Lalu, ketiganya menoleh dan mengangguk hormat.
"Bang Uki, tumben ke sini, Bang!"
"Bayar dulu esnya!" perintah lelaki yang tampangnya tak kalah seram.
"Iya, Bang, gue bayar!"
Ketiga preman itu disuruh pergi oleh lelaki berambut panjang. Atas dan bawah bibir ditumbuhi bulu lebat. Dari sikap tiga preman tadi padanya, aku yakin dia itu pemimpinnya. Berarti lebih sangar dari tiga orang tadi.
"Es jeruk, satu!" pesannya sambil duduk di bangku kayu depan warung.
"Eh, oh, iya, Bang!"
Aku meletakkan segelas es jeruk di atas meja kayu. Pria yang sedang sibuk dengan rokok dan ponselnya melihat sekilas, lalu meneguk dengan cepat minuman segar itu.
Aku sampai bengong pas liat gelasnya langsung kosong. Tapi, buru-buru memalingkan pandangan saat orang itu menoleh. Kami sempat bertatapan sekilas tadi.
Malu, kepergok sedang memerhatikan. Takut juga sama tajamnya sorot mata bang Uki. Seperti elang mengincar anak ayam.
"Berapa?"
"Lima ribu, Bang!"
Ia meletakkan uang sebesar sepuluh ribu di atas meja, lalu berkata, "Ambil kembaliannya!"
Lepas berkata begitu, ia langsung pergi.
"Eh, Napa ngeliatin lama gitu, suka, ya, sama bang Uki?" canda mba Kartinah, penjual gorengan di lapak sebelah.
"Ish!"
Mba Kartinah tertawa mendengarku mencebik. Suka sama preman? Yang benar saja!
*
Ada Bang Uki, Ges!
Cerita ini sudah tamat di
KBM App
&
JOYLADA
KAMU SEDANG MEMBACA
GADIS TERHINA JADI NYONYA
RomanceLily kerap dihina sebab tak cantik, kurus, berkaki pincang dan hanya lulusan SMP Namun, keadaan berbalik ketika keberuntungan menyapa. Ia bahkan berhasil menjadi seorang nyonya. Siapakah yang mengangkat derajatnya? Lalu, bagaimana nasib para penghi...