Orang tua menginginkan anaknya yang terbaik. Dalam artian tidak mengambil hak seorang anak dalam memilih apa yang dia suka. Tugas orang tua hanya mengawas dan membimbing mereka.
***
"Thanks, Ris udah anterin pulang."
"Ya santai aja kali. Kayak sama siapa aja sih loh."
Tiara menyengir sambil menggaruk tengkuk lehernya salah tingkah.
"Yaudah ya gue langsung pulang."
Tiara mengangguk. "Iya. Hati-hati."
***
"Iya, Pak. Saya akan coba bujuk Resta supaya dia mau masuk sekolah. Baik. Terima kasih, Pak."
Mira menaruh ponselnya ketika sambungan telepon sudah terputus. Wanita itu menghela napasnya. Yang baru saja menelepon adalah pak Rozak-Wali kelas Resta- yang menanyakan kabar Resta. Karena sudah seminggu lebih Resta absen dan tanpa kabar.
"Kenapa, Mir? Kok kayak cemas gitu." Tiba-tiba Rian datang dari arah kamar mandi. Pria itu baru saja selesai mandi. Handuknya saja masih tersampir di bahu kanannya. Melihat raut wajah istrinya yang terlihat cemas, Rian pun segera menghampiri dan bertanya.
"Tadi ... wali kelas Resta telepon aku. Dia nanyain kabar Resta dan nanya kenapa Resta gak masuk sekolah." Mira beralih duduk di atas kasurnya. "Gimana, ya, Mas? Aku takut ini ngaruh ke nilai Resta. Tapi mau bujuk Resta pun, aku takut dia gak mau." Mira menjeda ucapannya. "Sekarang Resta beda, Mas."
Rian menghampiri Mira dan duduk di sampingnya. "Yaudah nanti aku coba buat bujuk Resta. Yah?"
Mira mengangguk. Akhirnya wanita itu bisa bernapas lega. Semoga saja suaminya berhasil membujuk Resta agar mau kembali ke sekolah.
***
Di kamarnya, Resta tengah berbaring di kasurnya sambil melamun. Menatap lurus langit-langit kamarnya dengan pandangan yang kosong. Pikirannya entah ke mana. Sesaat kemudian, Resta tersadar dari lamunannya ketika ingat sesuatu. Tasnya! Bukan. Lebih tepatnya sebuah buku yang ada di dalam tasnya.
Resta menoleh ke samping melihat ke arah nakasnya. Bukunya tidak ada di sana. Biasanya dia selalu menaruhnya di sana. Resta beralih beranjak dari tidurannya. Membuka semua lacinya guna mencari buku kesayangannya itu.
Resta mencarinya dengan terburu-buru. Sesekali menggeram kesal karena bukunya tidak ditemukan juga. Resta mulai panik.
"Pa!" Resta berteriak memanggil ayahnya. "Paaa!" Resta beralih keluar kamar untuk mencari ayahnya. Baru saja membuka pintu, Mira sudah berdiri di sana. Wanita itu langsung pergi ke kamar anaknya ketika mendengar suara teriakan.
"Kenapa sayang? Kok teriak-teriak?"
"Papa mana?" tanya Resta dengan tak sabaran.
"Ada apa Resta?" Tiba-tiba Rian datang di belakang Mira. Melihat sang ayah, gadis itu langsung berlari menghampirinya.
"Pa, buku Resta mana?"
Rian mengernyit bingung ketika mendengar pertanyaan anaknya. "Buku apa?"
"Buku yang pernah Resta tunjukin ke Papa. Buku yang dari Reka, Pa!"
Mendengar nama itu, membuat Rian dan Mira langsung terdiam. Begitupun Resta yang baru menyadarinya.
"Reka?" sebut Resta lirih. Seketika gadis itu langsung menangis karena mengingat hal itu. "Reka pasti kecewa, Pa kalo bukunya ilang," ujarnya dibarengi isakan tangis.
"Paa ...."
Rian langsung memeluk putrinya ketika Resta tambah menangis dengan kencang.
"Pa, bukunya ...." Resta terus merengek meminta bukunya.
"Iya sayang iya. Nanti Papa bantu cari buku kamu." Rian berusaha menenangkan Resta sambil menepuk-nepuk punggungnya. Lalu Rian menuntun Resta untuk masuk ke kamarnya. Mira pun ikut menyusul ke dalam.
"Tapi ... kamu harus janji sama Papa." Rian menjeda ucapannya lalu menoleh pada sang istri. Mira mengangguk mengerti maksud suaminya. "Kembali ke sekolah. Ya?"
Seketika Resta langsung terdiam. Menjauhkan tubuhnya dan terdiam menatap sang ayah.
"Kamu harus bisa ikhlasin kepergian Reka, sayang. Jangan kayak gini. Reka bakal sedih kalau lihat kamu gini terus." Rian menghela napasnya. Pria itu tau kalau ucapannya sangat sensitif untuk perasaan anaknya. Tapi di sisi lain, ini juga untuk kebaikan Resta agar dia tidak selalu terpuruk dalam keadaan dan tenggelam dalam ketidakrelaan.
"Yaudah sekarang kamu tidur. Besok Papa antarkan kamu ke sekolah."
Resta hanya terdiam pasrah mendengar perintah ayahnya.
***
Rian dan Mira keluar dari kamar Resta.
"Makasih, Mas udah mau bujuk Resta," ujar Mira pada suaminya. "Harusnya aku sebagai ibu bisa bujuk Resta dan kasih dia yang terbaik. Tapi, malah kamu yang turun tangan buat ngomong ke Resta. Maaf, Mas, kayaknya Resta belum terbiasa sama aku."
Mira tersenyum kecut. Mengingat bagaimana Resta bersikap padanya. Kalau kalian pikir Resta jahat pada ibunya, kalian salah. Resta hanya selalu cuek ketika sedang bersama Mira.
Hmm ya! Mira bukan ibu kandung Resta. Walau begitu, tapi Mira tetap menganggap Resta seperti anak kandungnya sendiri.
Risti-nama ibu kandung Resta- yang sudah meninggal dunia sejak Resta masih umur 5 tahun. Karena saat itu usia Resta yang masih terlalu kecil dan Rian sendiri selalu sibuk di kantornya, Rian memilih untuk menikah lagi. Hal itu semata-mata untuk membantu Rian mengurus dan mendidik Resta.
Bukan berarti Rian tidak cinta pada istrinya. Rian juga memilih-milih terlebih dahulu yang nantinya akan menjadi ibu baru untuk Resta. Tentunya yang menyayangi keluarganya.
Rian menyentuh pundak Mira dan menatapnya lekat. Mira pun membalas tatapan suaminya. "Hei, jangan ngomong gitu lagi okey? Kita sama-sama orang tua Resta. Kita sama-sama berusaha memberikan yang terbaik buat Resta. Jadi kamu gak boleh bilang begitu, dan untuk Resta kita tunggu aja waktunya tiba. Aku yakin Resta pasti akan menerima kamu dan menganggap kamu sebagai ibu yang sayang sama dia."
Mira tersenyum haru sekaligus lega. Rasanya beruntung sekali dia bisa mendapatkan suami sebaik dan sedewasa Rian.
"Terima kasih, Mas. Aku janji buat sering luangin waktu bareng Resta. Supaya kita berdua bisa semakin dekat."
Rian mengangguk sambil tersenyum. "Aku bantu kamu."
***
"Halo, Fer."
"Ada apa, Yan? Tumben telepon malem-malem."
"Sorry ganggu waktu lo. Gue cuma mau tanya. Lo ketemu sama Resta di mana?"
"Di jalan Kaswari. Yang dekat pantai itu loh."
"Pantai? Terus pas lo ketemu sama Resta dia lagi sama siapa? Atau lagi ngapain gitu?"
"Sorry, Yan. Waktu itu gue gak sengaja hampir nabrak anak lo. Waktu gue mau nolongin, anak lo lagi sama anak laki-laki. Gue gak sempet nanya namanya sih, gue langsung bawa Resta pulang aja. Habisnya, Yan, masa gue dituduh penculik sama bocah itu. Parah banget, kan?"
Rian terkekeh mendengar cerita dari temannya itu.
"Yang sabar, ya. Emang sih muka lo kayak om-om penculik gitu. Apa tuh namanya? Ohh, pedofil."
"Sialan lo, Yan!"
Rian tertawa kencang mendengar umpatan di sebrang sana.
"Sorry-sorry. Yaudah gue cuma mau tanya itu aja. Thanks, Fer."
"Yo sama-sama."
Rian pun langsung mematikan sambungannya.
***
#1014kata
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Resta✔
Teen Fiction[FOLLOW DULU AUTHORNYA BIAR ENAK!] Resta tidak pernah menyangka akan kehilangan seseorang yang telah menemaninya selama bertahun-tahun. Orang yang sudah Resta anggap sebagai teman hidup dan matinya. Kehilangan sosok itu membuat Resta menjadi pribadi...