10. Zea Pergi

13 11 3
                                    

Aizan melangkahkan kaki menuju rumah Riza. Ia meminta Gio untuk tidak mengantar kan nya pulang.

Aizan menemukan seorang pembantu yang bekerja di rumah Riza. Cewek itu mendekati wanita paruh baya tersebut. "Selamat siang, Bi," sapa Aizan.

"Siang, Non Aizan. Mau cari siapa?"

"Riza di rumah gak, Bi?"

"Enggak, Non," jawab Bibi.

Cewek itu lantas mengernyit kan dahi. "Dia kemana siang-siang gini?"

"Kamar," jawab Bibi lagi.

Aizan menghela pelan. "Itu berarti Riza nya ada, Bi."

"Emang ada, tapi di kamar bukan di rumah."

"Kamar Riza kan di dalam rumah."

"Ai!" teriak seseorang.

Aizan mendangakkan kepala pada sumber suara. Di lantai tiga, Riza tengah berdiri di pinggiran balkon kamar. Ia menatap Bibi lagi. "Aizan ke kamar Riza ya, Bi," pamit Aizan.

Bibi mengangguk.

Cewek itu tersenyum lalu menepuk dua kali pundak Bibi. "Thanks, Bi," ucap Aizan mengambil langkah cepat menuju kamar Riza.

Bibi menggerutu bingung. Ia mengeluarkan ponsel canggih nya dari saku lalu membuka sebuah aplikasi.

Google translate

Bibi mengucapkan ulang kata 'thanks' seperti Aizan ucapkan tadi. Bibi tidak tahu seperti apa bentuk tulisan nya.

"Oh, terimakasih." Bibi tertawa bahagia menemukan jawaban nya. "Untung Bibi pintar. Jago bahasa Inggris. Kalau Bibi banyak duit, pasti udah langsung terbang ke London."

***

"Tumben main ke rumah gue. Ada apa?" tanya Riza mengambil duduk di sofa balkon.

Aizan menyengir lebar. "Ada makanan?"

Riza mendengus malas. "Kulkas lo kosong lagi? Listrik lo nunggak? Atau uang bulanan lo macet?"

"Sejak kapan gue kayak gitu?" bantah Aizan.

"Gak pernah sih. Ya, lagian, datang-datang minta makan. Masa anak orang kaya bisa kehabisan stok makanan di rumah nya? Kan gak lucu."

"Dih, ngatain. Lo sendiri kalau ke rumah gue yang dicari apa? Makanan kan?"

"Sinis banget manusia. Ambil sendiri sana, di kulkas."

"Yakin isi kulkas lo makanan? Bukan kertas puisi lo yang sok puitis itu?" sindir Aizan.

Riza melayangkan tatapan tajam pada Aizan. Cewek itu hanya tersenyum lepas. Seolah tidak ada kesalahan apa pun yang ia lakukan.

"Emang gue manusia apaan nyimpan kertas puisi di kulkas?"

"Ya biar gak gampang layu lah. Biar bisa awet, gak cepat kadaluarsa."

Riza menggeram marah. "Banyak omong lo. Kalau mau, ikutan sana. Biar lo juga awet, gak gampang kisut."

"Sadis banget," sinis Aizan dengan volume suara kecil. Ia berjalan hendak menuju sudut ruangan letak kulkas Riza berada.

"Eh, Ai. Jangan yang itu. Yang di dapur aja," cegah Riza seperti menahan panik.

Aizan mengerutkan dahi bingung. "Emang yang ini kenapa? Tumben lo nyuruh gue ke kulkas dapur."

"Eh... Kulkas yang ini lagi kosong, hehe. Sorry gue lupa. Jadi kalau lo ke situ pun, ya percuma karena gak ada isinya."

Aizan mengangguk paham. Ia mengikuti saja apa kata Riza, walau pun dalam hati sedikit mengganjal.

Aizan memilih pergi menuju dapur Riza.

EZZEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang