BAB 1 - PERTEMUAN ATAU PERPISAHAN

141 4 0
                                    

JENI mengamati orang-orang yang keluar dari bandara. Ia tidak sabar menunggu seseorang yang sudah lama tidak ditemuinya.

Seorang gadis cantik berambut pendek yang memakai kacamata hitam muncul sambil menarik koper warna merah. Membuat sebaris senyum tercipta dari sudut bibir Jeni.

"Lula!" panggil Jeni sambil melambai pada gadis cantik bernama Lula itu.

"Jeni!" Lula berlari kecil, lalu meraih Jeni ke dalam pelukan. Sudah lama rasanya, ia tidak merasakan hangatnya pelukan sahabatnya itu. "Udah berapa lama ya, kita nggak ketemu?" tanyanya seraya melepaskan pelukan.

"Hm, empat tahun." kata Jeni setelah terdiam beberapa detik. "Lo sih betah banget tinggal di negeri orang, sampai lupa balik ke Indo, sampai lupain gue. Hiks..." Jeni pura-pura cemberut.

"Yeee... gue kan sibuk di sana."

"Btw, rambut lo..." Jeni terpaku pada rambut sebahu milik Lula. Padahal dulu, sahabatnya itu sangat suka sekali dengan rambut panjang yang tergerai indah.

"Gue potong. Biar kelihatan lebih dewasa. Cantikan mana?"

"Elo selalu cantik." puji Jeni tulus. "Yuk ah!" Jeni mengambil koper Lula dan menggandengnya menuju tempat parkir.

--- ooo ---

LULA membuka jendela mobil. Ia memandang keluar. Membuat sudut bibirnya tertarik sedikit. Ia rindu udara Jakarta. Ia rindu kebisingannya dan juga... ia rindu seseorang.

"Gue masih penasaran nih, elo beneran mau stay di sini? Bukan cuma liburan?" tanya Jeni sambil tetap fokus menyetir.

"Iya. Gue pengen memperbaiki semuanya karna sekalipun gue udah pergi jauh, perasaan gue masih tertinggal di sini. Jadi..." Lula tersenyum lebar sebelum melanjutkan ucapannya. "...gue pengen milikin dia sekali lagi."

"Fabian maksud lo?" tebak Jeni.

Lula mengangguk cepat. Fabian itu adalah mantan terindahnya. Mereka putus karna Lula harus melanjutkan kuliahnya keluar negeri.

"La, ini udah empat tahun." kata Jeni dengan nada protes. "Jangan lo pikir, Fabian masih nungguin elo. Jangan lo harap, Fabian akan nyambut kepulangan lo ini dengan sebuah pelukan. Jika itu yang ada di otak lo, mending lo buang jauh-jauh pikiran itu karna Fabian..."

"Stop!" sela Lula memotong ucapan sahabatnya itu. "Gue nggak mau dengar apapun."

Entah kenapa, Lula punya firasat buruk tentang kelanjutannya.

Jeni bungkam. Ia sudah menebak alasan kenapa sahabatnya itu tiba-tiba ingin kembali. Tapi di satu sisi, ada satu hal yang berubah dan sepertinya Lula tidak bisa menerima kenyataan itu. Untuk saat ini, Jeni tidak ingin membuat sahabatnya sedih di hari kedatangannya.

Mobil Jeni berhenti di lampu merah. Lula masih memandang keluar. Kali ini, pandangannya tertuju pada sebuah mobil yang berhenti di sebelah mobil mereka. Kaca mobil itu terbuka lebar, memperlihatkan wajah si pengemudi yang sangat ia kenal. Lula terpaku untuk beberapa saat karna setelah sekian lama, ia bisa melihat wajah itu lagi.

"Fabian?" gumam Lula pelan.

Lula bersiap untuk teriak sekeras mungkin memanggil nama Fabian, tapi lampu lalu lintas yang sudah berubah hijau membuat teriakannya terhenti karna kebisingan suara kendaraan dan mobil Fabian yang melaju meninggalkan tempat itu.

"Jeni, kejar mobil itu!" pinta Lula sambil menunjuk mobil warna hitam milik Fabian.

Jeni merasa tidak asing dengan mobil itu. Iya, itu mobil Fabian. Tidak salah lagi, plat mobilnya pun sama.

99 DAYS (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang