BAB 19 - HUKUMAN

20 2 0
                                    

"GUE senang banget. Nanti malam, Rido ngajak gue ngedate." cerita Jeni pada Lula sambil berjalan menyusuri koridor kampus.

"Apa lo sesuka itu sama Rido?" tanya Lula ingin tahu.

"Iya lah. Rido itu baik, perhatian lagi. Lo dukung kan gue sama dia?"

Lula mengangguk, meski tidak sepenuh hati mendukung hubungan mereka. Tahu sendiri, ia sudah melihat masa depan hubungan sahabatnya itu. Hubungan mereka tidak akan bertahan lama.

"La, ada Fabian." Jeni menyenggol lengan Lula ketika melihat dari kejauhan Fabian berjalan mendekat.

"Sayang." panggil Fabian sambil melambaikan tangan ke arah mereka.

Lula tersenyum dan membalas lambaian tangan pacarnya itu. Tapi sesuatu yang bergerak dari atas mengejutkan Lula. Sebuah pot bunga jatuh dan tepat mengarah pada Fabian yang berjalan di bawahnya.

"Fabian, awas!" teriak Lula sambil berlari menyelamatkan Fabian. Untung saja, Lula berhasil menarik cowok itu ke tepi.

Mereka selamat.

BAMM!! Pot bunga itu jatuh ke lantai dan pecah seketika. Menyemburkan tanah yang berserakan di sekitar situ.

Hampir saja. Jika sampai kena kepala, bisa bahaya.

"Kalian gapapa?" tanya Jeni panik menghampiri mereka.

"Gue gapapa. Nyaris aja kalau Lula nggak datang tepat waktu." Fabian memegang tangan Lula, berterimakasih. "Makasih Sayang. Kalau nggak ada kamu tadi, aku pasti udah kena."

"Iya Sayang. Aku juga nggak mau kamu sampai kenapa-kenapa. Lain kali, kamu hati-hati ya?"

"Iya."

"Siapa sih yang jatuhin pot bunga sembarangan, bikin orang celaka aja." Jeni menatap ke atas, ke atap gedung kampus, tapi tidak terlihat satu manusia pun. "Aneh, kok potnya bisa jatuh sendiri."

"Mungkin ada yang nggak sengaja jatuhin pot itu." kata Fabian. Mencoba berpikir positif.

Jeni membenarkan. "Bisa jadi. Kan nggak mungkin ada yang mau celakain lo."

Benarkah itu hanya sebuah kebetulan? Tapi entah kenapa, Lula merasa ada sesuatu yang salah disini atau ini hanya perasaannya saja.

"Yan, main basket yuk!" ajak Ale yang baru datang, ia melewatkan kejadian tadi.

"Oke."

"Kita ikut ya, kita mau nonton kalian main."

"Boleh."

"Yuk La." Jeni langsung menggandeng tangan Lula mengikuti Ale dan Fabian menuju lapangan basket yang terletak di sayap kanan kampus.

Jeni dan Lula duduk di bangku penonton bersama mahasiswi-mahasiswi yang sudah lebih dulu ada di sana. Mereka kompak berteriak saat Fabian memasukkan bola pertamanya ke ring basket.

Semuanya berjalan lancar sampai akhirnya Ale tidak sengaja menyenggol salah satu pemain tim lawan. Tidak terima, pemain itu mendorong Ale hingga terjatuh. Pemain di tim Fabian marah karna tim lawan bermain kasar.

Terjadilah adu mulut. Bahkan, pemain tim lawan melayangkan sebuah pukulan.

BAK! BUK! Mereka saling serang antara tim Fabian dan tim lawan.

Semua penonton tampak panik karna perkelahian itu, termasuk Lula. Ia sedang menyaksikan Fabian dipukul oleh pemain tim lawan.

"Gimana ini La, Fabian dan Ale kan nggak jago berantem. Mereka bisa babak belur." ujar Jeni panik, tapi tidak tahu harus melakukan apa.

99 DAYS (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang