BAB 8 - NIKAH YUK!

32 4 0
                                    

LULA memandang prihatin. Di depannya, Ale tampak bahagia bersama Rani. Cewek itu menyuapi Ale dengan irisan daging yang sudah dibumbui. Cowok itu melahapnya dalam sekejap. Mereka serasi sekali.

Lula tersenyum miris, bagaimana bisa sebentar lagi mereka akan menghadapi maut? Apa Lula akan diam saja seperti penonton?

Tatapan Lula beralih pada Jeni yang duduk di sebelah Ale. Jeni tampak malu-malu karna Rido, cowok yang diperkenalkan Ale itu baru saja mengeluarkan rayuannya yang meluluhkan hati Jeni yang sudah lama tidak berkencan.

Sayang sekali, Ale salah menilai cowok itu. Ale bilang, Rido cowok yang baik dan juga tampan. Lula tidak setuju dengan hal itu, Rido memang tampan dengan wajahnya yang putih bersih, rambutnya yang tersisir rapi, pakaiannya yang tampak mahal dan modis. Tapi, dua bulan dari sekarang, cowok itu akan mematahkan hati Jeni yang mulai berharap.

Ah, takdir yang konyol bukan? Karna Lula sudah mendapatkan ingatannya, mulai hari ini, setiap hari dalam hidupnya akan terjadi seperti yang terjadi sebelumnya. Lula akan mengulang kenangan lama.

Lula menoleh pada Fabian yang duduk di sebelahnya. Cowok itu tersadar, lalu tersenyum padanya. Lula ikutan tersenyum. Tapi sebenarnya, hatinya berdenyut perih. Sebentar lagi, ia akan kehilangan senyuman cowok itu. Bahkan, ia harus merelakan cowok itu untuk hidup bahagia bersama cewek lain.

Berapa kali pun memikirkannya, Lula masih belum bisa menerima kenyataan kenapa mereka tidak berjodoh? Kenapa di masa depan mereka harus berpisah dengan cara yang menyakitkan? Kenapa Tuhan? Kenapa?

Lula mengerjapkan matanya berkali-kali, menahan air matanya yang hampir meluap keluar. Ia tidak boleh menangis. Ia tidak boleh membuat mereka semua curiga. Rahasia tentang masa depan harus ia simpan untuk dirinya sendiri.

Fabian tiba-tiba mendekat sampai wajah mereka nyaris bersentuhan. Membuat Lula tersentak dari lamunannya.

“Kamu ngapain?” tanya Lula dengan wajah bersemu merah dan jantung yang berdetak tidak karuan. Bibir Fabian hanya berjarak beberapa senti dari bibirnya. Jika tidak mengingat ada Jeni dan Ale di depan mereka, jika tidak mengingat mereka sedang di tempat ramai, Lula pasti akan menyambar bibir itu dan melumatnya.

Lula akan mencium cowok itu untuk meluapkan perasaannya karna sudah empat tahun, ia tidak menyentuh bibir itu. Lula akan membuat Fabian tidak akan pernah melupakan kecupannya sehingga nanti, setiap kali Fabian mencium Teresa di masa depan, cowok itu akan mengingatnya.

Fabian tersenyum menggoda. “Belakangan ini kan, kamu sering lihatin wajah aku. Nah, sekarang lihatin sepuasnya dari jarak dekat.”

Lula tersenyum malu sambil mendorong tubuh Fabian menjauh, sekaligus membuang pikiran kotor dari kepalanya.

Lula langsung mengambil sendoknya dan mulai makan, mengabaikan Fabian yang terus melirik padanya. Lula sempat menoleh sebentar, cowok itu langsung mengedipkan matanya, plus tersenyum menggoda. Lula tersenyum geli melihat tingkah Fabian seperti itu.

Fabian menjulurkan tangan kanannya seakan memberi kode, ia ingin menggengam tangan kekasihnya itu. Lula pun menyambut uluran tangan cowok itu. Setiap kali mengenggam tangan Fabian, Lula selalu merasa tenang. Untuk sesaat, ia bisa melupakan masalahnya.

"Trus, kamu makannya gimana?" tanya Lula bingung. Tidak mungkin, Fabian bisa makan dengan tangan kiri. Cowok itu bukan kidal.

"Kamu yang suapin." balas Fabian sambil tersenyum. "Biar romantis. Hehe."

"Oke. Apapun akan aku lakuin buat pacarku tersayang." jawab Lula yang tidak keberatan melakukan permintaan kecil seperti itu. Karna baginya sekarang, setiap detik bersama Fabian sangat berharga.

99 DAYS (tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang